Usaha
pembenihan udang windu dilakukan untuk menutup kebutuhan benih ditambak yang
jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah benih yang tersedia di
alam. Berbagai masalah timbul dalam usaha pembenihan, meningkatkan daya pikir
dan semangat para pengelola untuk menghadapi segala resiko yang ada.
Salah satu masalah yang penting adalah serangkaian penyakit, baik dalam proses
pembenihan maupun proses pembesaran di tambak. Masalah penyakit ini sebagaian
besar terjadi dan mempengaruhi produksi udang pada tingkat pembenihan. Beberapa
cara pengobatan dilakukan, tetapi perlu diketahui bahwa tindakan pengobatan
pada dasarnya merupakan suatu usaha yang tidak diutamakan untuk diterapkan
dalam pembenihan atau pembesaran udang. Tindakan yang paling tepat dalam
menangani masalah penyakit adalah tindkan pencegahan.
Taksonomi Udang Windu
Menurut Soetomo (1990), klasifikasi udang windu (Penaeus monodon) adalah
sebagai berikut :
Phylum
: Arthropoda
Kelas
: Crustaceae
Sub
Kelas
: Malascrotasca
Ordo
: Decapoda
Sub
Ordo
: Natantia
Famili
: Penaeidae
Sub
Famili
: Penaeidae
Genus
: Penaeus
Species
: Penaeus monodon
Morfologi
Udang Windu
Udang Penaeid seperti halnya udang lainnya, yaitu hewan air yang beruas dimana
tiap ruasnya terdapat sepasang anggota badan. Anggota badan ini umumnya bercabang
dua atau biramus (Mujiman, 1989). Secara morfologi tubuh udang windu dapat
dibedakan menjadi dua bagian yaitu cephalothorax (kepala dan dada), dan abdomen
(perut). Bagian cephalothorax tertutup oleh carapace atau segmentasinya tidak
terlihat jelas dari luar. Ruas – ruas pada udang penaeid secara keseluruhan
berjumlah 20 buah, termasuk bagian badan dimana terletak mata bertangkai. Pada
tiap-tiap ruas terdapat anggota badan yang fungsinya bermacam – macam.
Pada ruas kepala pertama terdapat mata majemuk yang bertangkai. Antena
(Antenules) mempunyai dua buah flagella pendek yang berguna sebagai alat peraba
dan pelindung. Antena II (Antenae)
mempunyai dua cabang pula yaitu cabang
pertama (Eksopodite) disebut prosartema
berbentuk pipih dan tidak beruas, sedang cabang kedua berupa cambuk panjang
yang berfungsi sebagai alat perasa dan peraba.
3
|
Anggota badan yang terletak pada tiga ruas terakhir berfungsi sebagai alat
bantu mulut. Alat ini berupa mandibula yang bertugas menghancurkan makanan yang
keras dan dua pasang mandibula berfungsi membawa makanan ke mandibula.
Dada terdiri dari delapan ruas, masing – masing ruas mempunyai sepasang anggota
badan yang disebut thoracopoda. Thoracopoda pertama sampai ketiga memegang
makanan. Thoracopoda keempat sampai keenam berfungsi sebagai kaki jalan yang
disebut periopoda. Ciri khas udang penaeide adalah periopoda satu sampai tiga
memiliki capit kecil.
Bagian perut (abdomen) mempunyai enam ruas. Ruas pertama sampai kelima memiliki
anggota badan yang disebut pleopoda. Pleopoda berfungsi sebagai alat untuk
berenang, oleh karena itu bentuknya pendek, kedua ujungnya pipih dan
berbulu (setae). Ruas keenam pleopoda berubah bentuk menjadi pipih dan melebar
yang disebut uropoda yang bersama telson berfungsi sebagai kemudi.
Sifat dan
Kelakuan
a. Sifat Noktunal
Sifat Noktunal adalah sifat binatang yang aktif mencari makan pada waktu malam.
Pada waktu siang mereka lebih suka beristirahat. Apabila didalam suatu tambak
udang aktif bergerak pada waktu siang, ini bertanda bahwa ada sesuatu yang
tidak beres. Mungkin karena makanannya kurang, kadar garam meningkat, suhu
naik, ogsigen kurang ataupun karena timbul senyawa-senyawa beracun seperti asam
sulfide (H2S), zat asam arang (CO2), amoniak (N2H3).
b. Sifat Kanibalisme
Sifat kanibalisme yaitu suatu sifat suka memangsa sejenisnya sendiri. Sifat ini
sering timbul pada udang yang sehat. Dalam keadaan yang kekurangan makanan ,
sifat kanibalisme akan tampak lebih nyata. Sifat demikian ini sudah nampak pada
waktu udang masih burayak, yaitu mulai tingkat mysis.
c. Ganti Kulit
Udang mempunyai kerangka luar yang keras. Oleh karena itu untuk tumbuh menjadi
besar mereka perlu membuang lulit lama, dan mengantinya dengan kulit yang baru.
Udang muda lebih sering berganti kulit dari pada udang
dewasa
Pengetahuan mengenai sumber penyakit yang sering
menyerang udang windu, selain sangat membantu dalam upaya pengobatan juga
bermanfaat dalam menentukan tindakan yang harus dilakukan petani untuk mencegah
serangan suatu penyakit yang mungkin akan dialami oleh udang atau ikan yang dibudidayakan.
Sumber penyakit yang sering menyerang udang ditambak dapat dikelompokkan
menjadi beberapa bagian:
HAMA UDANG DI
TAMBAK
Hama adalah hewan yang berukuran lebih
besar dan mampu menimbulkan ganguan pada udang. Hama dapat dibagi menjadi 3 kelompok,
yaitu:
a. Golongan Hama Predator (Pemangsa)
Golongan hama pemagsa (Predator) merupakan golongan yang sangat merugikan
karena memagsa udang secara langsung, yang termasuk golongan ini adalah :
§ Golongan
Ikan Buas
Golongan ikan buas yaitu : kakap (Lates Colcalifer), payus atau bandeng
lelaki (Elops hawaiensis), kuro (Polynemus Sp), kerong-kerong (therapon
Spp), mayung atau keting (Arius maculates), belut (Synbranchus
bengalensis).
. Ketam-ketaman
Golongan predator ketam – ketaman
yakni kepiting, (Scyla serata ), ketam bulum (sesarma SP)
·
. Ular.
Ular yang antara lain adalah: ular kadut
(cereberns rhynchops).
· . Bangsa
burung.
Bangsa burung antar lain adalah: Burung
blekok (Ardeola rallloides speciosa ), cagak (Ardea cinerea
rectirostris), Pecuk gagakan (Phalocrocoray corbo simensis), Pucuk ulo (Anhinga
rufa melanogaster).
b. Golongan Hama Penyaing (Kompetitor)
Golongan
hama penyaing merupakan hama yang dapat menyaingi udang dalam hidupnya,
baik mengenai makanan maupun tersedianya oksigen di dalam tambak. Yang
termasuk golongan ini adalah : Ikan liar yaitu Mujair (Tilapia
mossambica), Belanak (Bugil Spp), Pernet (Aplocheilus javanicus),
Rekret (Ambassis gynocephalus), dan Siput yaitu Trisipan (Cerithidea
alata), Cerithidea djariensis dan Cerithidea autodorata, Larva
nyamuk Cyronomas longilobus, jenis udang yaitu udang kecil kecil Cardina
dentaculata, jenis ketam yaitu seasorina SP.
c. Golongan
Hama Pengganggu
Hama jenis ini merupakan hama yang suka merusak lingkungan tambak yaitu merusak
pematang tanah dasar dan pintu air, yang termasuk golongan ini adalah:
¯
Bangsa udang yang suka membuat lubang – lubang di
pematang sehingga dapat mengakibatkan bocoran.
¯
Udang tanah (Thallasina anomala), udang kecil -
kecil (Cardina dentaculata), ini juga suka membuat lubang – lubang
di pematang.
¯
Hewan – hewan pengerek kayu pintu air seperti remis
pengerek (Teredo navalis) dll.
¯
Tritip (Belanus SP), dan tiram (Crossostrea Sp)
yang suka menempel pada bangunan – bangunan pintu air.
Cara penanggulangannya dan upaya
pemberantasan hama tambak dikenal dengan dua cara yaitu:
A. Cara Mekanis
B. Cara Kimiawi.
a.1. Pemberantasan Secara Mekanis
Pemberantasan
cara mekanis yaitu cara pemberantasan yang dilakukan pada saat pengeringan
rehabilitasi tambak, dengan cara mencari, menangakap, dan mematikannya, namun
untuk tambak yang sukar dikeringakan maka alterantif lain adalah dengan cara
kimiawi.
b.2. Pemberantasan Secara Kimiawi
Pemberantasan
secara kimiawi yaitu suatu cara pemberantasan yang umum dilakukan yaitu dengan
bantuan racun nabati dan pestisida yang dianjurkan.
Penggunaan racun
nabati untuk pemberantasan hama tambak biasanya berupa perasan (ekstrak),
sebagai contoh adalah rotenon (C23H22 O6) dan
saponim, yang merupakan pestisida yang
bersifat
selektif yang pada dosis tertentu bahan tersebut mematikan ikan tetapi tidak
mematikan udang yang dibudidyakan.
Rotenone
yang terdapat di dalam akar tuba (Dierrisellipica) di anggap yang paling
efektif untuk memeberantas benih ikan buas. dan ikan buas yang memangsa udang
daya racunnya lebih sempurna apabila salinitas (kadar garam) air tambak
rendah, sehingga diperlukan dosis yang lebih rendah.
Cara penggunaan untuk diolah sendiri adalah
:
v
Akar tuba yang kering yang telah di timbang sesuai dengan
kebutuhan dipotong kecil-kecil, direndam dalam air selama sehari semalam.
v
Kemudian ditumbuk apabila sudah hancur kemudian direndam
dalam air dan diperas sampai air perasan menjadi putih.
v
Kemudian saring ampasnya, dan diambil air yang berwarna
putih seperti susu dan berbau tajam (ekstrak) yang kemudian langsung
dapatlangsung digunakan.
Cara Pemberantasannya
Ø
Setelah selesai tahap reklamasi, maka tambak diisi dengan
air dengan ketinggian 30-40 cm.
Ø
Dipercikan secara merata ke seluruh air dengan dosis 10
kg/Ha.
Ø
Aplikasi yang tepat adalah pada waktu pagi hari
Ø
Pengaruh akar tuba akan hilang setelah 2-5 hari.
Ø
Setelah satu minggu sudah siap untuk ditaburi benur
Saponim yang terdapat dalam bungkil biji teh (Camellia cinensis) sangat
efektif untuk memberantas ikan buas siput dan ketam, ampas yang terdapat di
dalam biji teh setelah diekstrsaksi mengandung 10-13%.
Cara penggunaan untuk pengolahan
sendiri adalah:
·
Biji teh dikeringkan kemudian ditumbuk sampai halus ,
·
Kemudianj direndam dalam air dan diperas-peras agar
saponimnya melarut (ekstrak).
·
Larutan saponim sudah bisa digunakan untuk pemberantasan
hama tambak.
10
|
Saponim yang terdapat dalam bentuk
bungkil biji teh dosis pemakaiannya adalah 15-18 kg per hektar., dengan
kedalaman air 10-15 cm. sedangkan dalam bentuk tepung biji teh dosis pemakainnya
adalah 150 kg – 180 kg perhektar dengan kedalaman air rata - rata 30 cm.
Pemakaian pestisida yang sudah bi asa digunakan pada tambak udang adalah
CHEMFISH 5 EC dan Brestan 60 WP. Pestisida CHEMIFISH 5 EC
(emulsi fiableconcentrate) merupakan pestisida dengan bahan aktif rotenonen (C23H22O6)
= 5 % yang berasal dari akar tuba (Derris elliptica). Efektif unutk
membasmi ikan buas dan ikan liar.
Cara penggunaannya adalah:
§
Tambak diisi dengan air dengan ketinggian kurang lebih 10
cm.
§
Kemudian CHEMIFISH 5 EC yang sudah diencerkan
dengan air dengan perbandingan 1:10 liter air, disemprotkan dengan sprayer
secara merata di atas permukaan air.
§
Dosis yang dianjurkan adalah 3 liter CHEMIFISH 5 EC
perhektar.
Pestisida BRESTAN 60
WP (wettable powder) adalah jenis pestisida organotion yang dalam
lingkungan perairan akan terhidrolisis manjadi fentin hidroksida. Yang sangat
efektif untuk membasmi hewan moluska, trispan dan siput.Dosis yang
diperkenankan sebelum penebaran benur adalah 0,5 - 2,5 ppm dan sangat beracun
pada salinitas yang tinggi (28-40 promil) dan suhu tinggi. Konsentrasi lethal (LC
50) BRESTAN 60 WP adalah 0,96 ppm sedangkan untuk konsentarasi yang
lebih aman adalah 0,36 ppm.
Jazakallah kheir atas tulisannya
BalasHapus