Jumat, 09 Desember 2022

Sistem teknologi budidaya kreatif

 

Seiring berkembangnya kebutuhan industri budidaya ikan atau udang yang dituntut ramah lingkungan, beragam teknologi yang dapat digunakan untuk meminimalisir limbah budidaya mulai bermunculan. Banyak upaya yang dapat dilakukan oleh pembudidaya ikan atau udang untuk meminimalisir limbah sisa pakan atau mengolahnya.
  1. Teknologi Sistem Resirkulasi
Sistem ini memanfaatkan proses nitrifikasi dari bakteri. Dengan sistem ini limbah dari sisa pakan maupun hasil metabolisme berupa Amoniun dikonversi menjadi komponen yang lebih dapat ditoleransi oleh ikan yaitu nitrat.  Selanjutnya nitrat dapat digunakan untuk bahan pupuk.
Sistem tersebut sudah dikembangkan untuk pembesaran ikan lele di STP Jakarta. Tidak hanya meminimalisir limbah namun mampu meningkatkan produksi lele mencapai 400 kg/m3 air atau sekitar 4 kali lipat dari hasil rata-rata yang biasa dicapai.
Menurut Jangkaru (2004) sistem resirkulasi adalah suatu metode pemeliharaan ikan dalam wadah terkontrol dalam menggunakan kembali air bekas setelah proses penyaringan secara fisik dan biologi. Lesmana (2004) menyatakan bahwa sirkulasi (perputaran) air dalam pemeliharaan ikan sangat berfungsi untuk membantu keseimbangan biologis dalam air, menjaga kestabilan suhu, mambantu distribusi oksigen serta manjaga akumulasi atau mengumpulkan hasil metabolit beracun sehingga kadar atau daya racun dapat ditekan.
Keuntungan dari sistem resirkulasi adalah efektif dalam pemanfaatan air dan lebih ramah lingkungan, karena kondisi air yang digunakan dapat terkontrol dengan baik sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah mahalnya biaya yang harus dikeluarkan karena kondisi yang teratur agar dapat berjalan dengan baik (Lasordo, 1998). Sirkulasi (perputaran) air dalam pemeliharaan ikan akan memberikan beberapa keuntungan antara lain :
  1. membantu menjaga keseimbangan biologi air.
  2. mencegah berkumpulnya ikan atau pakan pada suatu tempat.
  3. membantu distribusi oksigen kesegala arah.
  4. menjaga hasil metabolit mengumpul sehingga kadar atau daya racun dapat ditekan.
  5. keuntungan lain menggunakan sistem resirkulasi yaitu mampu mengurangi kontiniutas penyiponan pada wadah yang tujuannya membersihkan sisa pakan dan sisa metabolisme ikan (Silitonga, 2006).
Menurut Spotte dalam Stickney (1993) suksesnya sistem resirkulasi terutama bergantung kepada efektivitas sistem dalam menangani atau mengolah limbah budidaya terutama berupa limbah metabolik. Suatu unit sistem resirkulasi yang umum biasanya terdiri atas beberapa bagian yaitu satu atau lebih wadah untuk pemeliharaan ikan, tempat untuk pengendapan, filter biologis, sistem aerasi dan setidaknya satu pompa air untuk mengalirkan air kedalam sistem atau wadah pemeliharaan.

  1. Teknologi Busmetik atau Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik
Model budidaya ini diterapkan dengan memperkecil petakan tambaknya dari ukuran biasanya (1/5  hingga 1/4 dari ukuran tampak pada umumnya). Dengan memperkecil petakan, maka pengontrolan lebih mudah dan efisiensi penggunaan pakan menjadi lebih maksimal.
Teknologi ini sudah diselaraskan dengan penanaman vegetasi mangrove yang sangat berguna untuk mendukung tambak itu sendiri. Air dari tambak tidak dibuang ke perairan bebas namun diarahkan ke vegetasi mangrove, yang kemudian dimanfaatkan untuk budidaya bandeng atau kepiting.
Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Kampus Serang berhasil membuat teknologi terbaru dalam budidaya udang yang dinamakan Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik (Busmetik).
Kepala Bagian Administrasi Pelatihan Perikanan Lapangan STP Serang, Sinung Rahardjo, menjelaskan, teknologi tersebut dinamakan Busmetik karena menggunakan plastik sebagai wadah di tambak udang. Sehingga menurutnya, modal yang dikeluarkan pun tidak terlalu besar.
Ia memaparkan, modal yang harus dikeluarkan untuk Busmetik tidak besar, hanya sekitar Rp 15 juta hingga Rp 17 juta per siklus. Karena menurutnya, membuat Busmetik tidak memerlukan lahan yang begitu besar, hanya sekitar 600 meter persegi hingga 1.000 meter persegi paling besar.
“Kalau seperti ini jadi mudah dilakukan oleh masyarakat luas, jadi bukan hanya orang-orang yang banyak uang saja yang mampu membuat tambak udang tapi masyarakat kecil juga bisa mengaplikasikannya,” paparnya saat ditemui dalam media visit di STP Serang, Jumat (27/3).
“Ini kan karena petambak di Indonesia kebanyakan the small capital, jadi modalnya terbatas sehingga tidak mungkin dia upayakan lahan yang besar karena akan besar juga modalnya. Makanya kita upayakan dengan membuat tambak-tambak yang kecil,” tambahnya.
Pemilihan udang dalam program Busmetik dilakukan karena saat ini komoditi udang sudah memiliki pasar yang bagus. Bahkan menurutnya, komoditi udang dari Indonesia sudah banyak dieskpor ke luar negeri.
“Udang ini punya permintaan yang stabil, sepanjang tahun pasti ada saja permintaannya, tidak pernah lepas dan pasarnya sudah tersedia. Apalagi untuk ekspor, apalagi dengan pertumbuhan di China dan terbukanya pasar Eropa jadi prospek yang sangat bagus,” ceritanya.
Program yang sudah dilakukan sejak tahun 2010 ini dapat menghasilkan udang setiap satu kali panen (per 110 hari)sebanyak 2,5 ton hingga 3 ton per tambak berukuran 1.000 meter persegi. Sedangkan STP Serang memiliki 4.000 meter persegi untuk tambak udang tersebut.
“Satu petak tambak per 110 hari menghasilkan 2,5 ton hingga 3 ton, jadi totalnya dikalikan empat petak tambak jadi total 12 ton per 4.000 meter persegi,” jelasnya.
Lebih lanjut Sinung mengungkapkan bahwa udang yang dihasilkan dari Busmetik mempunyai ukuran yang besar-besar. Ia mengatakan, satu kilogramnya menghasilkan 45 ekor udang di dalamnya dengan harga jual Rp 61.000 per kilogram.
“Tapi kalau pakai sistem biasa, palingan satu kali siklus kurang lebih 110 hari dapat udangnya tidak begitu besar, paling 60 ekor untuk satu kilogramnya,” paparnya.

  1. Teknologi Probiotik
Teknologi ini  diyakini mampu membantu meminimalisir limbah (terutama pada budidaya udang). Bakteri dari genus Bacillus, banyak membantu dalam proses perbaikan mutu air tambak karena mampu menkonversi bahan organik menjadi komponen terurai lainnya yang lebih ramah.
Probiotik ini merupakan salah satu upaya budidaya yang berkelanjutan dan ramah lingkungan karena probiotik bertugas mengurai  H2S, amoniak, nitrit, dan nitrat yang terdapat pada limbah.
Ada dua cara penggunaan probiotik yang bisa dimanfaatkan petani Lele untuk mendongkrak hasil kolamnya. Pertama, probiotik untuk menggemburkan dasar kolam sekaligus memelihara kualitas air. Probiotik ini cukup diguyurkan ke air kolam pada pagi hari setiap dua minggu sekali supaya air selalu sehat, tidak blooming dan penuh dengan plankton sebagai pakan alami.
Yang kedua, probiotik untuk memacu pertumbuhan ikan sendiri sekaligus membentengi dari kemungkinan terkena penyakit atau stres. Probiotik itu harus dicampurkan ke pakan, pakan pelet ataupun daun-daunan .
Rangsang Nafsu Makan
Pakar dari Jurusan Perikanan UGM Ir Gandung Hardaningsih menguraikan, dari berbagai riset, probiotik memang terbukti bagus untuk pemeliharaan air kolam dan pemacu pertumbuhan ikan.
Karena ada introduksi mikroba positif maka kolam menjadi lebih sehat dan ikan juga lebih kuat terhadap stres dan penyakit. Yang pasti, pertumbuhan ikan bisa sangat pesat karena probiotik juga merangsang nafsu makan.
’’Saya kira probiotik akan menjadi andalan para petani ikan di masa depan karena manfaatnya sangat besar pada pertumbuhan ikan sehingga cukup berarti dengan keuntungan yang didapat,’’ tandasnya.
Probiotik ibarat benteng pertahanan diri, sebaiknya diberikan sejak dini. Begitu bibit mau masuk kolam, tiga hari sebelumnya air kolam harus diguyur probiotik lebih dahulu agar kondisi air cepat matang dan tumbuh banyak plankton. Selanjutnya, pemberian probiotik untuk pemeliharaan air cukup dua minggu sekali atau ketika kondisi air menurun kualitasnya.
’’Jadi semacam imunisasi, jika diberikan lebih awal akan lebih bagus efeknya. Jangan menunggu kondisi kolam jelek dan ikan stres atau terserang penyakit. Pemberian secara teratur akan menghasilkan ikan lebih bagus,’’ imbuh Himawan.
Pemberian probiotik sangat membantu pertumbuhan ikan. Saat melihat di kolamnya banyak Lele stres dan mengambang bahkan beberapa mati, dia secepatnya mengguyurkan sebotol probiotik  segenggam gula pasir ke kolam. Keesokan harinya air kembali hijau jernih dan semua Lele sehat kembali.
Waktu budidaya akan lebih singkat 10 – 15 hari, ketimbang budidaya lele intensif tanpa probiotik: sekitar 60 – 70 hari. Cara memanfaatkan probiotik relatif mudah. dengan memberikan setengah gelas per hari probiotik cair untuk 1.500 lele yang dipelihara di kolam terpal berukuran 3 m x 4 m .
Memberikan probiotik melalui pakan. Mula-mula ia merendam pelet apung selama 10 – 20 detik dalam larutan probiotik. Setelah ditiriskan beberapa saat, ia memberikannya kepada lele. Dengan tambahan probiotik seperti itu, pertumbuhan lele lebih cepat. Selain itu pemberian probiotik membuat konversi pakan atau FCR turun menjadi sekitar 0,8 dari biasanya FCR 1,1. Artinya untuk menghasilkan 1 kg daging ia hanya perlu 0,8 kg pakan.  Tak hanya itu tingkat kelulusan hidup (SR) meningkat hingga 95%.
Sejatinya probiotik adalah larutan berisi mikroba hidup yang menguntungkan bagi inang –  dalam hal ini ikan budidaya. Mikroba itu antara lain bakteri asam laktat seperti Lactobacillus, Carnobacterium, beberapa kelompok Bacillus, dan Pseudomonas. Seabrek keunggulan memang terdapat pada probiotik. Pada budidaya akuakultur, pemberian probiotik menekan perkembangan bakteri patogen di lingkungan perairan yang menurunkan produktivitas. Hasil riset di Thailand dan Jepang sejak 10 tahun silam membuktikan hal itu. Pemakaian probiotik pada budidaya nila Tilapia nilotica menurunkan angka kematian ikan sebesar 5,2%. Hal itu diimbangi pula dengan peningkatan bobot tubuh sebesar 46,3% dari sebelumnya 9,6% pada budidaya intensif. Jadi wajar bila Agnes dan Heru Catur  memanen lebih cepat.
  1. Teknologi Bioflok
Teknologi yang menerapkan keseimbangan unsur organik dalam air ini ini sudah banyak diterapkan, baik pada ikan air tawar maupun pada udang di tambak. Teknologi ini dapat menekan konversi pakan ikan atau udang sehingga akan mengurangi buangan ke lingkungan.
Bioflok, sesuai namanya yang merupakan gabungan dari kata “bios” (kehidupan) dan “flock” (gumpalan), adalah kumpulan dari berbagai organisme seperti bakteri, mikroalga, protozoa, ragi dan sebagainya, yang tergabung dalam gumpalan.
Jika pakan herbal yang sebelumnya disebutkan menambahkan tanam-tanaman, budidaya menggunakan sistem bioflok ini menambahkan organisme hidup (probiotik) yang berperan tidak hanya sebagai pakan tambahan alami bagi ikan tetapi juga menjaga kualitas air sehingga ikan lebih sehat.

menginisiasi tumbuhnya organisme tersebut, biasanya pada kolam ditambahkan kultur bakteri jenis Bacillus sp (B. subtilis, B. licheniformis, B. megaterium, B. polymyxa) atau ragi (jenis Saccharomyces), dan molase/tetes tebu sebagai nutrisi bagi bakteri. Mikroba ini kemudian akan berkembangbiak dan karena media perairan budidaya sistem bioflok sudah dikondisikan, maka tumbuh pula protozoa, mikroalga, ragi dan bakteri-bakteri menguntungkan lainnya.
PRINSIP BIOFLOK
Berdasarkan riset bioflok pada lele yang dilakukan DJPB KKP, keuntungan penerapan sistem bioflok ini antara lain:
  • Sedikit pergantian air, karena flok harus terjaga agar tetap menjadi gumpalan.
  • Efisien pakan (FCR bisa mencapai 0,7)
  • Pada tebar bisa lebih tinggi (mencapai 3000 ekor/m3)
  • Produktivitas tinggi
Hal-hal yang patut diperhatikan pada sistem bioflok ini antara lain pentingnya aerasi untuk mengaduk bahan organik agar terurai dengan baik. Selain itu juga aerasi berfungsi untuk menambah oksigen dan menjaga kadar pH. Selain itu, manajemen pemberian pakan juga perlu diperhatikan. Setelah beih ditebar ke dalam kolam, sebaiknya beih dipuasakan selama 2 hari untuk proses adaptasi dengan lingkungan. Ada pula masanya ikan tidak diberi pakan pelet untuk memanfaatkan flok yang tersedia. Periodenya adalah sehari dalam seminggu dimulai pada minggu kedua setelelah penebaran.

  1. Teknologi Akuaponik
Teknologi ini juga mulai banyak dikembangkan, karena dinilai mampu meminimalisir limbah hasil budidaya. Unsur hara (biasanya didominasi unsur Nitrogen) akan diserap oleh tanaman melalui akarnya. Jenis tanaman yang digunakan diantaranya adalah tanaman air seperti kangkung.
Budidaya lele dengan sistem RAS (Resirculating Aquaculture System) aquaponic terbukti hemat lahan dan air dengan produksi ganda berupa ikan dan sayuran. Secara teknis aquaponik mampu meningkatkan produksi pembudidaya ikan.  Hal ini dapat terjadi karena teknologi aquaponik merupakan gabungan teknologi aquakultur dengan teknologi hidroponik (bercocok tanam tanpa tanah) untuk mengoptimalkan fungsi air dan ruang sebagai media pemeliharaan.
Sistem RAS aquaponik lele memang belum banyak yang menerapkannya. Sistem ini memadukan metode budidaya ikan lele dengan memanfaatkan nutrisi yang diperoleh dari air kolam lele untuk disalurkan menjadi media tanam bagi tanaman. Sistem RAS aquaponik lele ini sebenarnya yang paling sering diterapkan pada model-model aquaponik, hal ini karena ikan lele menghasilkan kotoran dan sisa-sisa makanan yang jumlahnya lebih banyak, sehingga bisa dimanfaatkan untuk nutrisi bagi tanaman.
RAS aquaponik adalah salah satu sistim perikanan dan pertanian modern penggabungan dari pemeliharaan ikan dan pemeliharaan tumbuhan yang cara kerjanya adalah dengan memanfaatkan kotoran ikan dan sisa pakan ikan sebagai nutrisi tumbuhan. Dengan cara ini di nilai lebih memberikan keuntungan yang lebih banyak yaitu jika di nilai dari segi efektif dan beberapa keuntungan lainnya.
Prinsip dasar RAS aquaponik adalah sisa pakan dan kotoran ikan yang memperburuk kualitas air dan menyebabkan kematian pada ikan, akan dimanfaatkan sebagai pupuk bagi tanaman.  Pemanfaatan tersebut  melalui sistem resirkulasi air kolam yang disalurkan ke media tanaman, yang secara mutualistis juga menyaring air tersebut sehingga saat kembali ke kolam menjadi “bersih” dari amonia dan mempunyai kondisi yang lebih layak untuk budidaya ikan.
Selain itu, penurunan amoniak akan mengurangi bau busuk yang ditimbulkan akibat padat tebar. “Beberapa keuntungan lain yang diperoleh dari budidaya lele system RAS aquaponik adalah: pH air stabil berada di sekitar 7, air tidak berbau, selama masa budidaya air tak perlu diganti, meningkatkan produksi ikan serta akan diperoleh sayuran organik.
Penerapan RAS Aquaponik Lele
Berikut adalah hal-hal yang perlu dipersiapkan dan diperhatikan dalam penerapan RAS aquaponic lele:
  1. Kolam atau fish tank sebagai tempat tumbuh kembang ikan. Kolam ini bisa bentuk bulat atau kotak.
  2. Filter air. Sebelum air kolam di sirkulasi menuju ke tanaman perlu adanya filter sebagai tempat proses nitrifikasi dan mineralisasi. Di dalam sistem RAS Aquaponik lele ada 3 jenis filter yg di gunakan :
    • Filter Mekanis, yaitu filter penampung kotoran padat
    • Filter Biologis, yaitu tempat tumbuhnya bakteri pengurai atau apterment bakteri
    • Filter Mineralisasi, yaitu rincian dari bahan organik ke unsur-unsur individu dilakukan oleh bakteri heterotrof dalam kondisi anaerobik.
  3. Sump tank (bak penampung air yg sudah difilterisasi).
  4. Sistem penanaman dengan system hidroponik bercocok tanam tanpa ada beberapa sistem penanamannya seperti Growbed pasang surut, DFT (deep flowing technique), Rakit apung dan Vertical grow. System penanaman ini bisa menjadi filter ke 4 (empat)
  5. Air yang keluar dari sistem output dari saluran aquaponik akan kembali masuk ke kolam ikan lele dan memberikan percikan oksigen sehingga dapat meningkatkan kadar oksigen dalam kolam

Langkah selanjutnya dalam perawatan ikan lele dan saluran RAS aquaponik agar selalu terjaga dengan sehat adalah bagaimana kita mampu secara konsisten untuk dapat memberikan pakan ikan berkualitas untuk ikan lele. Gunakan pelet sebagai pakan ikan. Akan lebih bagus lagi pellet ikan di fermentasi dulu selama tiga (3) hari dengan probiotik. Bisa juga mengunakan tanaman seperti kangkung, azolla dan duck week. Tetapi hal yang perlu di perhatikan adalah memberikan pakan ikan dengan kadar protein tinggi dapat mempercepat pertumbuhan ikan lele.
  1. Teknologi Yumina (sayur dan ikan) dan Bumina (buah dan ikan)
Teknologi ini dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan kelautan dan Perikanan. Prinsip dasar dari teknologi tersebut hampir sama dengan teknologi akuaponik. Teknologi ini bahkan sudah diadopsi oleh FAO sebagai teknologi rekomended untuk dikembangkan.

Yumina adalah teknik pemeliharaan tanaman sayur dengan ikan, sedangkan bumina adalah teknik pemeliharaan tanaman buah dengan ikan. Jadi, yumina-bumina adalah teknik budidaya yang menghasilkan ikan, sayur, dan buah dalam 1 unit pemeliharaan. Tentu saja ini menjadi solusi untuk melipatgandakan fungsi lahan. Sistem pemeliharaannya yang mudah menjadi daya tarik tersendiri bagi para petani kota, bahkan bisa diaplikasikan oleh ibu rumah tangga sebagai kegiatan sampingan
di rumah. Dari buku ini, Anda bisa mendapatkan beberapa keuntungan, di antaranya sebagai berikut.
1. Pengenalan teknik yumina-bumina.
2. Panen ikan, sayur, dan buah.
3. Berbagai sistem budidaya yumina-bumina.
4. Tutorial perakitan sistem yumina-bumina.
5. Analisis usaha yang membuat Anda yakin bahwa budidaya yumina-bumina lebih menguntungkan.
  1. Teknologi 90% Satiation Feeding
Teknologi ini dikembangkan oleh ASA (American Soybean Association). Teknologi tersebut diambil dari negeri Tiongkok. Logikanya adalah ikan tidak diberikan pakan kenyang setiap hari, namun hanya pada level 90 % saja. Sehingga tidak ada makanan yang tersisa karena tidak dimakan, kemudian metabolisme ikan lebih baik. Teknologi ini pernah dicoba di Indonesia sekitar 2004 – 2006 pada ikan yang dipelihara di kolam arus deras dan karamba jaring apung (mas dan nila).
Pemberian pakan sekenyangnya (satiation) dikisaran 90% Pada sistem pemberian pakan seknyangnya adalah suatu usaha para pembudidaya ikan untuk melakukan pemberian pakan pada ikan yang dibudidayakan dalam jumlah yang maksimal. Hal ini dapat dilakukan pada ikan budidaya yang benar-benar sudah diketahui daya tampung lambungnya secara maksimal dalam setiap pemberian pakan, sehingga pakan ikan yang diberikan semuanya dikonsumsi oleh ikan. Tetapi dalam kenyataannya sangat sulit bagi para pembudidaya untuk menerapkan sistem pemberian pakan ini karena untuk menghindari pakan yang terbuang itu sangat sulit. Oleh
karena itu dalam pemberian pakan secara maksimal akan mudah diterapkan jika ikan yang dibudidayakan sudah terbiasa dengan jumlah pemberian pakan tersebut setiap hari berdasarkan pengalaman di lapangan.
  1. Teknologi Pakan Terapung
Dengan menggunakan pakan ikan terapung, maka dapat lebih mudah mengontrol jumlah pakan yang diberikan kepada ikan. Hal ini karena pakannya terapung sehingga dapat dilihat dengan mata. Namun teknologi ini hanya untuk ikan-ikan yang makan di permukaan saja, tidak cocok untuk tipe demersal seperti udang. Namun hal ini juga harus mempertimbangkan kebiasaan makan dari jenis ikan yang dibudidayakan.

Sejatinya proses pembuatan pakan terapung (flaoting), butuh pemasakan bertekanan tinggi agar terjadi rongga udara didalam pakan. Rongga udara itu, pakan dapat terapung di air. Proses pemasakan itu membuat bahan yang terkandung didalamnya lebih matang. Pakan terapung juga memudahkan pembudidaya memberikan pakan. Sehingga menghindari pakan tersebut terbuang percuma. Pakan yang terbuang menyebabkan kualitas air menurun dan memicu kehadiran penyakit yang dapat membuat ikan lele/ikan dibudidayakan mati. Perlu dicermati juga saat pemberian pakan, hentikan ketika 80-90% ikan tidak berkumpul untuk berebut pakan.
Kelebihan pakan terapung
  1. Pemasakan sempurna, sehingga zat antinutrisi terdegradasi
  2. Nilai FCR lebih baik karena pakan yang dimasak sempurna, mengoptimalkan pencernaan pada tubuh ikan
  3. Pakan tersebar sempurna, sehingga ukuran ikan saat panen lebih seragam, pemberian pakan juga dapat terkontrol, karena sifat terapungnya pakan itu memudahkan pembudidaya melihat dan menghentikan pemberian pakan, sehingga koefisiensi pemberiaan pakan dan pengurangan libah sisa pakan.
  1. Teknologi Protein Sparring
Teknologi ini menggantikan sumber energi utama untuk pakan dengan menggunakan karbohidrat bukan dari protein. Gagasan tersebut muncul karena adanya imbauan untuk menekan pengggunaan tepung ikan sebagai bahan baku utama untuk pabrik pakan.
Protein sparing (asam amino hemat) adalah proses dimana tubuh memperoleh energi dari sumber selain protein. Sumber seperti itu bisa termasuk jaringan lemak, lemak makanan dan karbohidrat. Hemat protein melestarikan jaringan otot tubuh ikan hal ini juga berhubungan langsung dengan daging ikan budidaya. Keseimbangan antara protein yang dapat dicerna (DP) dan energi yang dapat dicerna (DE) dalam makanan merupakan faktor kunci. Penurunan rasio DP / DE diet menghasilkan peningkatan konservasi protein. Asam amino tidak dikategulasi untuk energi, dan dilestarikan dalam tubuh dengan rasio yang lebih besar.
Jumlah protein yang digunakan dalam tubuh dipengaruhi oleh persentase yang dapat dicerna oleh tubuh, dan jumlah total protein yang diumpankan ke tubuh. Pemanfaatan dan konservasi asam amino protein dalam tubuh. Menggunakan sumber energi alternatif mengurangi jumlah asam amino yang akan dimetabolisme untuk energi. Peningkatan protein dalam makanan tidak menyebabkan efisiensi protein yang lebih besar, lebih banyak protein akan hilang, namun sejumlah protein yang lebih banyak akan dilestarikan di dalam tubuh melalui volume tipis, selangkah lebih maju dari metabolisasi asam amino untuk energi.
  1. Teknologi Bioremediasi
Teknologi ini digunakan untuk memperbaiki kualitas suatu lingkungan dengan menggunakan mikroorganisme. Prinsipnya, ada banyak jenis dan jumlah mikroba di alam yang masing-masing memiliki kemampuan adaptasi dan fungsi yang spesifik yang dapat kita manfaatkan untuk pemulihan lingkungan.
Seiring dengan semakin bertambahnya pencemaran yang terjadi di biosfer, maka kebutuhan untuk mengaplikasikan teknologi bioremidiasi juga semakin bertambah. Teknologi Bioremidiasi merupakan teknologi yang banyak digunakan dalam mengatasi permasalahan pencemaran yang terjadi di lingkungan, terutama di lingkungan litosfer dan hidrosfer. Bioremidiasi adalah aplikasi dari proses biologis untuk memulihkan suatu tempat yang tercemar dengan menggunakan mikroorganisme. Teknologi ini memiliki banyak keuntungan , namun yang paling utama adalah sustainable. Selain itu, teknologi ini juga memiliki kelemahan yaitu time-consuming jika teknologi ini digunakan untuk mengeliminasi pencemar yang non-biodegradable.
  
Akuakultur saat ini menjadi kegiatan ekonomi yang penting dan saat ini menghadapi kendala yang penting yang mampu menimbulkan kerugian ekonomis yang besar, permasalahan itu adalah penyakit yang disebabkan bakteri pathogen. Di awal perkembangan akuakultur upaya yang dilakukan adalah menggunakan antibiotik sebagai upaya kemoterapi untuk menghilangkan penyakit. Hal ini dipraktekkan secara intensif di awal-awal perkembangan akuakultur bahkan penggunaannya berlebihan. Peningkatan penggunaan antibiotik pada akuakultur malah diikuti oleh bertambahnya penyakit patogenik dan seringkali hal ini sekarang dikaitkan dengan meningkatnya resistensi bakteri patogen terhadap bahan kimia (antibiotik). Kekhawatiran pun muncul dari aplikasi antibiotik pada ikan konsumsi terhadap manusia. Dari berbagai sumber ilmiah disimpulkan bahwa penggunaan antibiotik (seperti Quinolone, Tetracycline dll.) menyebabkan mutasi kromosom pathogen atau akuisisi plasmid.Berbagai solusi diupayakan antara lain vaksinasi, teknologi budidaya yang lebih baik, code of practices, best management practices dan lain sebagainya, tentunya membawa dampak positif pada perkembangan akuakultur. Penggunaan probiotik yang bekerja melalui mekanisme tertentu untuk melawan pathogen, saat ini dipandang sebagai langkah alternatif. Beberapa tahun terakhir probiotik yang sudah biasa digunakan pada manusia dan binatang mulai diaplikasikan kepada bidang akuakultur (Gatesoupe, 1999; Gomez-Gil et al., 2000; Verschuere et al., 2000; Irianto and Austin, 2002; Bache`re, 2003).
Teknologi bioremidiasi secara sederhana merupakan usaha untuk mengoptimalkan kemampuan alami mikroorganisme untuk mendegradasi/mendaur ulang dengan memberikan reaktan anorganik esensial dan meminimumkan tekanan abiotik (Portier, 1991). Teknologi ini sangat berguna dan dapat digunakan pada berbagai tahapan perlakuan. Terdapat tiga prinsip dalam teknologi bioremidiasi, yaitu pelepasan langsung mikroba kelingkungan terkontaminasi, peningkatan kemampuan mikrobaindigenous (asli), dan penggunaan mikroba dalam reaktor khusus (Portier, 1991).
Percampuran kultur bakteri ini dilakukan dengan perbandingan bakteri heterotrofik, bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi, serta bakteri fotosintetik anoksigenik sebesar 3 : 2 : 1.
Pemanfaatan mikrobiologi dalam akuakultur
1. Bakteri denitrifikasi dan nitrifikasi untuk mengendalikan nitrogen, amoniak, nitrat, dan nitrit yang ada di tambak.
2. Bakteri fotosintetik anoksigenik untuk mengatur hidrogen sulfida (H2S) dan sebagai pakan tambahan karena banyak mengandung karotenoid.
3. Bakteri heteroptrofik untuk mengontrol karbon dan senyawa organik dari sisa pakan.
4. Bakteri fermentasi untuk menghilangkan senyawa organik dengan cepat karena punya sifat proteolitik.
– Bakteri nitrifikasi
Dari 13 isolat, berhasil diseleksi empat isolat yang potensial menghilangkan senyawa amoniak.
Masa inkubasi: 3-5 hari.
– Bakteri denitrifikasi
Dari 14 sampel sedimen tambak PT Indokor-Serang, Teluk Naga-Tangerang, dan Moramo-Kendari, telah diisolasi 15 isolat bakteri. Hasil seleksi, tiga isolat potensial menghilangkan senyawa nitrit dan nitrat. Masa inkubasi: 3-5 hari.
– Bakteri fotosintetik anoksigenik
Dari 10 isolat, hanya satu yang bagus untuk menghilangkan H2S dan satu lagi potensial menjadi sumber karotenoid pakan tambahan. Masa inkubasi: 5-7 hari.
– Bakteri Heterotrofik
Dari lima isolat bakteri heterotrofik, yang potensial hanya satu. Masa inkubasi: 2-3 hari.


1 komentar: