A.
Taksonomi
Ikan
baung diklasifikasikan ke dalam Phylum Chordata, Kelas Pisces, Sub-kelas
Teleostei, Ordo Ostariophysi, Sub-ordo Siluroidea, Famili Bagridae, Genus Macrones,
dan Spesies Macrones nemurus CV. (Saanin, 1968). Menurut Imaki et
al. (1978), ikan baung dimasukkan dalam Genus Mystus dengan spesies Mystus
nemurus CV.
Sinonim
Mystus nemurus adalah Bagrus nemurus CV., Bagrus hoevenii Blkr., Bagrus
sieboldi Bikr., Hemibagrus nemurus Bikr., Macrones nemurus Gunther.,
Macrones bleekeri Volza., Macrones howony Popla., dan Macrones
borga Popla (Weber and de Beaufort, 1965).
Di
daerah Karawang, ikan baung dikenal dengan nama ikan tagih atau senggal,
sedangkan di Jakarta dan Malaysia dikenal sebagai ikan bawon, senggal, singgah,
dan singah (Sunda/Jawa Barat); tageh (Jawa); boon (Serawak); niken, siken,
tiken, tiken-bato, baungputih, dan kendinya (Kalimantan Tengah); baong
(Sumatra) (Weber and de Beaufort, 1965; Djajadiredja et al., 1977).
B.
Morfologi
Ikan baung mempunyai bentuk tubuh
panjang, licin, dan tidak bersisik, kepalanya kasar dan depres dengan tiga
pasang sungut di sekeliling mulut
dan sepasang di lubang pemafasan;
sedangkan panjang sungut rahang atas hampir mencapai sirip dubur. Pada sirip
dada dan sirip punggung, masing-masing terdapat duri patil. Ikan baung
mempunyai sirip lemak (adipose fin) di belakang sirip punggung yang kira-kira
sama dengan sirip dubur. Sirip ekor berpinggiran tegak dan ujung ekor bagian
atas memanjang menyerupai bentuk sungut. Bagian atas kepala dan badan berwama
coklat kehitam-hitaman sampai pertengahan sisi badan dan memutih ke arah bagian
bawah (Gambar 1).
C.
Distribusi
Distribusi ekologis
ikan baung, selain di perairan tawar, sungai, dan danau, juga terdapat di perairan
payau muara sungai dan pada umumnya ditemukan di daerah banjir. Ikan baung
berhasil hidup dalam kolam yang dasarnya berupa pasir dan batuan (Madsuly,
1977). Di Jawa Barat, ikan baung banyak ditemukan di sungai Cidurian dan
Jasinga Bogor yang airnya cukup dangkal (45 cm) dengan kecerahan 100 %. Ikan
baung suka menggerombol di dasar perairan dan membuat sarang berupa lubang di
dasar perairan yang lunak dengan aliran air yang tenang. Ikan baung menyukai
tempat-tempat yang tersembunyi dan tidak aktif keluar sarang sebelum hari
petang. Setelah hari gelap, ikan baung akan keluar dengan cepat untuk mencari
mangsa, tetapi tetap berada di sekitar sarang dan segera akan masuk ke sarang
bila ada gangguan.
Distribusi geografis
ikan baung, selain di perairan Indonesia, juga terdapat di Hindia Timur,
Malaya, Indocina, dan Thailand.
D.
Pola Pertumbuhan
Pola pertumbuhan ikan
baung adalah allometrik (b > 3). Pertambahan berat lebih cepat daripada
pertambahan panjang badan. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, pertumbuhan
ikan baung jantan berpola isometrik (b = 3), di mana pertambahan berat
sebanding dengan pertambahan panjang badan.
Ukuran ikan baung
berhubungan dengan agresivitasnya dalam mencari makan dan kematangan gonad.
Karena harga b di atas 3, maka pertumbuhan berat ikan baung cendemng lebih
cepat daripada pertumbuhan panjang badan. Dengan demikian, faktor makanan
memegang peranan yang sangat penting. Jika ikan baung semakin banyak mendapat
makanan, maka pertumbuhan beratnya semakin tinggi. Karena itu, ikan baung
berukuran besar cenderung lebih agresif mencari makan sehingga pertumbuhannya
berpola allometrik.
Faktor lain yang
mempengaruhi pertumbuhan ikan baung adalah kematangan gonad. Ikan baung betina
memiliki pola pertumbuhan allometrik. Hampir 77 % ikan baung betina mengandung
telur sehingga berat telur tersebut mempengaruhi pola pertumbuhannya. Hal ini
juga menyebabkan pola pertumbuhan ikan baung (jantan dan betina) berpola
allometrik. Pada waktu musim memijah, pola pertumbuhan ikan baung betina bisa
berbeda dengan ikan baung jantan.
E.
Tingkat Kematangan Gonad
Ikan baung jantan dan
betina memiliki perkembangan gonad mulai ketika beratnya mencapai 90 g atau
panjang badan total lebih dari 200 mm. Matang gonad ikan baung betina
diperkirakan pada berat lebih dari 100 g. Pada umur berapa ikan baung mencapai
ukuran tersebut belum dapat dipastikan.
Berdasarkan laporan Madsuly (1977) yang
memelihara ikan baung di kolam, ukuran 90 g dapat dicapai selama 4 - 6 bulan.
Perbandingan antara gonad yang belum matang (TKG I) dan gonad yang matang (TKG
IV) diperlihatkan pada Gambar 2.
Bila kita
membandingkan beberapa jenis ikan lain yang umum dipelihara di Indonesia, maka
ukuran matang gonad (size at maturity) ikan baung termasuk cepat. Ikan
lele (Glorias batrachus) mencapai matang gonad setelah berukuran 100 g
atau lebih (Suyanto, 1982). Ikan mas mencapai matang gonad pada ukuran 60 - 150
g. Ikan patin (Pangasius sp.) mencapai matang gonad pada ukuran besar
atau di atas 1.000 g (Bardach et ai, 1972). Demikian juga, jenis baung
asli Amerika (Channel catfish: Ictalurus sp.) baru mencapai matang gonad
pada ukuran 340 g.
Ikan Mystus (Osteobagrus)
aor mulai matang gonad pada ukuran panjang 840 mm dan semua ikan betina telah matang
gonad pada ukuran 940 mm. Ikan baung yang hidup di danau Sipin dan danau Kenali
mulai matang gonad pada ukuran panjang 205 mm dengan bobot 675 g. Untuk ikan
baung betina dan ikan baung jantan mulai matang gonad pada ukuran panjang 215
mm dengan bobot 68,5 g. Djajadiredja et al. (1977) mengemukakan bahwa ikan
baung matang gonad pada ukuran panjang ± 320 mm.
Di danau Sipin dan
Kenali, ikan baung betina dengan tingkat kematangan gonad IV (matang)
didapatkan pada bulan Oktober-Maret, sedangkan untuk ikan baung jantan dengan
TKG IV hanya terdapat pada bulan Oktober-Desember. Bersamaan dengan tidak
terdapatnya ikan baung jantan dan berkurangnya ikan baung betina yang matang
gonad setelah bulan Desember, maka anak-anak ikan baung baru didapatkan pada
bulan Januari. Ikan baung di Waduk Juanda dengan TKG IV ditemukan dalam bulan
Oktober-Maret, sehingga anaknya baru didapatkan pada bulan Januari-Maret dengan
ukuran panjang total 3,5 - 9,5 cm dan bobot 0,33 - 6,46 g.
Berdasarkan laporan
Alawi et al. (1990), ikan baung di perairan sungai Kampar (Riau) memijah pada
sekitar bulan Oktober sampai bulan Desember. Hal ini merupakan fenomena umum
karena pada saat itu biasanya musim hujan dan sebagian besar ikan di perairan
umum memijah pada awal atau sepanjang musim hujan. Hal ini terjadi karena ikan
yang akan memijah umumnya mencari kawasan yang aman dan banyak makanan. Kawasan
seperti ini didapatkan pada kawasan rerumputan yang digenangi air pada saat
musim hujan tiba. Demikaian juga jenis ikan baung dan jenis ikan catfish (dari
Famili Siluridae, Clariidae, Pangasidae, Bagridae, Aridae, Ictaluridae) mencari
tempat perlindungan dan membuat sarang bila melakukan pemijahan (Bardach et
al., 1972).
F. Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Indeks Kematangan Gonad (IKG) bertambah
besar bila TKG meningkat. Diperkirakan bahwa ikan baung sudah dapat
mengeluarkan telur dengan nilai IKG antara 6 sampai 12. Nilai ini agak lebih
rendah dibandingkan dengan yang dikemukakan oleh Effendie (1979), yakni nilai
IKG 19 ke atas ikan baru matang gonad. Karena ikan yang hidup di perairan
tropis pada umumnya memijah sepanjang tahun, maka nilai IKG sering ditemukan
lebih rendah pada saat ikan tersebut matang gonad. Hal ini sejalan dengan
pendapat Nikolsky, dalam Effendie (1979), bahwa ikan yang hidup di daerah
tropis pada umumnya dapat memijah sepanjang tahun dengan tipe pemijahan partial
(tidak mengeluarkan telur seluruhnya pada saat pemijahan) sehingga IKG kecil.
IKG ikan baung yang dipelihara di sungai dan di kolam dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Indeks Kematangan Gonad Ikan
Baung yang Dipelihara di Sungai dan di Kolam dengan Pemberian Pakan yang
Berbeda
Pakan
|
Kolam
I kg (%)
|
Sungai
I kg (%)
|
Pellet + Vit E (10 mg/100 g pakan)
Pellet + kerang (1 : 1)
Pellet + Teri (1 : 1)
Kerang + teri (1 : 1)
|
3,24 – 5,04
5,32 – 7,12
3,13 – 4,93
4,21 – 6,01
|
3,39 – 4,07
5,17 – 5,85
4,57 – 5,25
11,15 – 11,83
|
Sumber : Tang et al.
(2000).
G. Fekunditas (Jumlah Telur)
Fekunditas ikan baung berada pada rentangan
1.365 - 160.235 butir. Seperti yang dikatakan oleh Snyder (1983) bahwa
fekunditas dipengaruhi oleh ukuran ikan (panjang dan berat) dan umur. Ikan yang
berukuran besar cenderung memiliki fekunditas lebih besar daripada ikan yang
berukuran kecil. Fekunditas yang terbesar adalah 160.235 butir yang terdapat
pada ikan baung yang memiliki berat tubuh 2.752 g dan berat gonad 224 g.
Fekunditas juga dapat dipengaruhi oleh
fekunditas telur (Woynarovich and Horvarth, 1980). Pada umumnya, ikan yang
berdiameter telur 0,8 - 1,1 mempunyai fekunditas 100.000 - 300.000 butir/kg
berat ikan. Ikan baung mempunyai fekunditas lebih kecil daripada jumlah
tersebut, yakni sekitar 60.000 butir/kg berat tubuh. Jika dibandingkan dengan
fekunditas ikan channel catfish, fekunditas ikan baung jauh lebih besar.
Fekunditas ikan catfish (baung putih asli Amerika) adalah sekitar 7.000
butir/kg berat tubuh (Busch, 1985).
H.
Jenis Kelamin
Jenis kelamin ikan
baung dapat diketahui dengan dua cara, yaitu dengan membelah perut dan memeriksa
gonadnya dan dengan mengamati ciri-ciri morfologis. Gonad ikan baung betina dan
ikan baung jantan terletak di rongga
perut bagian dorsal intestin. Gonad
ikan baung barn dapat diperiksa setelah ikan baung tersebut berukuran 90 g atau
kira-kira panjangnya 20 cm. Oleh karena itu, ikan baung yang lebih kecil dari
ukuran tersebut dapat dibedakan dengan mengamati lobang genital (genital pore)
(Gambar 3).
Pada ikan baung
jantan, lobang genital agak memanjang dan terdapat bagian yang meruncing ke
arah caudal. Alat ini merupakan alat bantu untuk mentransfer sperma. Sedangkan
pada ikan betina, lobang genitalnya berbentuk bulat. Lobang genital ini akan
berwama kemerah-merahanjika ikan baung betina tersebut telah mengandung telur
pada TKG V. Kromosom berjumlah 23 pasang yang terdiri atas 2 pasang kromosom
metasentrik, 6 pasang kromosom akrosentrik, dan 15 pasang kromosom telosentrik.
I.
Pakan dan Kebiasaan Makan
Ikan
pada umumnya mempunyai kemampuan beradaptasi tinggi terhadap makanan dan
pemanfaatan makanan yang tersedia di suatu perairan. Dengan mengetahui
kebiasaan makan ikan, maka kita dapat mengetahui hubungan ekologi organisme
dalam suatu perairan, misalnya bentuk-bentuk pemangsaan persaingan makanan dan
rantai makanan.
Beberapa
penelitian menunjukan bahwa ikan baung termasukjenis ikan karnivora dengan
susunan makanan yang terdiri atas ikan, insekta, udang, annelida, nematoda,
detritus, sisa-sisa tumbuhan, atau organik lainnya. Susunan makanan ikan baung
dewasa berbeda dengan susunan makanan ikan baung anakan. Makanan utama ikan
baung dewasa terdiri atas ikan dan insekta, sedangkan makanan utama anakan ikan
baung hanya berupa insekta. Tetapi, Djajadiredja et al. (1977) mengemukakan
bahwa ikan baung termasuk jenis ikan omnivora dengan makanan terdiri atas anak
ikan, udang, remis, insekta, moluska, dan rumput. Makanan utama ikan baung yang
hidup di Waduk Juanda terdiri atas udang dan makanan pelengkapnya berupa ikan
dan serangga air, sehingga digolongkan dalam jenis ikan kamivora. Berdasarkan
hasil penelitian Alawi et al. (1990), terdapat 4 kategori organisme yang
ditemui dalam lambung ikan baung, yaitu insekta air, ikan, udang, dan detritus.
Detritus ditemukan 41,4 %, insekta 36,4 %, ikan 31,3 %, dan udang terdapat 5,1
% dari jumlah sampel ikan baung.
Jika
dirinci berdasarkan famili dari organisme yang dijumpai, maka akan terlihat
bahwa famili Gyrinidae menempati urutan yang teratas. Gyrinidae adalah insekta
air sejenis kumbang yang hidup di perairan tenang atau mengalir, suka berenang
di permukaan dan menyelam ke dasar perairan terutama yang banyak akar kayu dan
atau rerumputan sehingga dapat bersembunyi dan mencari makan (Menit and
Cumming, 1978). Jika dilihat di perairan Sungai Kampar (Riau), banyak sekali
dijumpai rerumputan dan pohon kayu di sepanjang pinggir sungai yang merupakan
habitat yang baik bagi insekta air.
Famili
kedua setelah Gyrinidae yang banyak terdapat dalam isi lambung ikan
baung adalah Cyprinidae, yaitu jenis ikan cyprinid yang sangat
disukai oleh ikan baung, yaitu ikan motan (Thimchthys sp.), kapiek (Puntius
sp.), dan ikan pawas (Osteochilus sp.). Ketiga jenis ikan ini banyak
terdapat di perairan Sungai Kampar, terutama jenis ikan motan yang suka hidup
di perairan yang agak tenang (Alawi et al., 1988). Di tempat-tempat tersebut
juga banyak dijumpai ikan baung.
Di
samping kedua jenis organisme yang dominan terdapat juga organisme lain,
seperti udang (Macrobranchium sp.), ikan selais (Cryptopterus sp.),
lipas air (Salidae), dan cacing air (Chironomidae). Detritus yang
ditemukan dalam isi lambung ikan baung pada umumnya terdiri atas potongan
dedaunan, akar kayu, hancuran ikan, dan kumbang yang tidak diidentifikasi.
Dari
komposisi organisme yang dijumpai dalam isi lambung ikan baung ternyata bahwa
ikan ini tergolong jenis ikan pemakan segala (omnivora) dengan kecenderungan
pada jenis insekta air dan ikan atau mengarah ke pemakan daging (karnivora),
Hal ini dapat dilihat dari besamya mulut yang merupakan ciri dari sub-ordo Siluroidea.
Jenis ikan dari sub-ordo Siluroidea pada umumnya adalah ikan yang bersifat
pemangsa (karnivora), seperti dari famili Pangasidae (ikan patin), Siluridae
(ikan selais), dan Clariidae. (ikan lele) (Bardach et al., 1972).
Terima kasih info ini sangat bermanfaat
BalasHapusTerima kasih untuk informasinya!
BalasHapus