Senin, 30 September 2019


Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seiring dengan bertambahnya penduduk dan pesatnya perkembangan industri terhadap kebutuhan garam, hal ini ada beberapa  permasalahan pokok yang perlu diselesaikan secara bersama oleh instansi yang terkait dengan produksi garam nasional, adapun permasalahan tersebut diantaranya adalah tentang teknologi dan teknis produksi.
Bila ditinjau dari masalah teknologi
Petani garam dalam proses pembuatan garam  menggunakan cara yang sangat sederhana yaitu menguapkan air laut didalam petak pegaraman dengan tenaga sinar matahari tanpa sentuhan teknologi apapun, sehingga walaupun bahan baku melimpah namun salinitas dan polutan yang terlarut sangat beragam, disamping itu areal pegaraman terpencar-pencar dan kepemilikan lahan oleh rakyat sempit, adapun hal – hal yang lain adalah sebagai berikut :
a. Areal sarana
Luas areal pada pegaraman rakyat yang dimiliki secara perorangan sangat kecil yaitu berkisar antara 0,5 sampai dengan 5 hektar per unit dengan penataan petak peminihan dengan petak kristalisasi yang tidak memenuhi persyaratan dimana petak peminihan lebih sangat luas dibandingkan dengan petak kristalisasi
b. Proses
Secara umum dalam proses produksi garam rakyat adalah total kristalisasi , dimana air tua yang berada dimeja peminihahan bila dianggap mencukupi kepekatanya langsung dialirkan kemeja – meja kristalisasi, tanpa pengontrolan kepekatan larutan air garam yang memenuhi syarat. Selain hal tersebut juga didalam pemadatan atau pengolahan meja kristalisasi  kurang bagus atau kurang padat sehingga pada saat pemanenan kemungkinan permukaan meja tanahnya akan ikut terbawa sehingga warna kristal garam akan menjadi keruh atau coklat.
c. Produktifitas :
Produktifitas rata – rata petani garam berkisar 60 ton sampai 80 ton  per hektar permusim dikarenakan petakan – petakan proses produksi garam masih belum tertata secara benar atau  tetap sama secara turun temurun tanpa sentuhan teknologi apapun
d. Mutu garam
Garam yang dihasilkan dalam  bentuk kristal yang kecil dan rapuh hal ini dikarenakan pada proses pelepasan air tua yang belum saatnya serta waktu pemanenan yang terlalu pendek yakni berkisar 3 s.d 5 hari
Masalah Teknologi Produksi
a. Teknis Produksi
Peralatan dan cara produksi masih sederhana, saluran air bahan baku tidak tertata sehingga pasokan air sebagai bahan baku tidak kontinyu, Kemampuan petani garam didalam mengolah lahan garam untuk peningkatan produksi  terpusat di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, sedangkan SDM di Indonesia Timur kualitasnya masih harus ditingkatkan.
b. Iklim
Musim kemarau di pulau jawa relative pendek yaitu berkisar 4 s.d. 5 bulan pertahun dengan kelembaban yang tinggi, sehingga produktivitas garam pertahun rendah, sedangkan untuk Indonesia timur musim kemarau hingga 7 s.d. 8 bulan
c. Produktivitas Lahan
Produktivitas lahan garam rakyat rata – rata masih rendah yaitu sekitar 60 s.d 80 ton/ha/musim
d. Kualitas Produk
Kualitas produk tidak seragam dengan kandungan zat pencemar yang tinggi. Sehingga untuk peningkatan kualitas atau pemurnian kristal garam melalui pencucian menyebabkan naiknya biaya, oleh Karena itu garam rakyat cenderung dijual dengan kualitas seadanya. Sebagai perbandingan garam konsumsi produksi PT. Garam mengandung NaCl 95 % – 97 %, sedangkan garam rakyat mengandung NaCl lebih kecil dari 95%.
e. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana garam rakyat belum tertata dan kurang memadai. Tata letak pegaraman rakyat umumnya tidak teratur dan terpencar-pencar, sarana jalan yang menghubungkan petak/lahan dengan jalan raya sebagai sarana transportasi hampir dikatakan tidak ada atau tidak memadai. Hal ini menyebabkan biaya angkut ke tepi jalan raya (transportasi ke atas truk pengangkut) menjadi tinggi sehingga pendapatan pembudidaya garam pada umumnya menjadi lebih kecil karena dipotong biaya transport yang cukup besar.
Berdasarkan masalah yang ada saat ini maka untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam rakyat perlu ada sentuhan teknologi bagi pembudidaya garam rakyat. Adapun untuk peningkatan produksi perlu penataan lahan yang ada yaitu merobah lahan dari tradisional menjadi semi intensif , karena pada lahan tradisional umumnya terdiri dari : kolam penampung air muda, kolam peminihan, meja kristalisasi sedangkan kolam penampung air tua hanya ada disekitar meja kristalisasi yang berbentu parit. Pada lahan semi intensif terdiri dari kolam penampung air muda, kolam peminihan, kolam ulir , kolam penampung air tua dan meja kristalisasi. Dari perbedaan tersebut pada lahan semi intensif akan cepat didapat air tua yaitu dengan penambahan kolam ulir, dan untuk meningkatkan produksi garam diperluasnya meja kristalisasi hal ini tidak perlu dikawatirkan kekurangan air tua karena stok air tua sudah tersedia di kolam penampung air tua.
Sedangkan untuk meningkatkan mutu garam rakyat yang perlu dilaksanakan oleh pembudidaya garam adalah pengontrolan air tua yang akan dilepas kemeja kristalisasi dimana air tua yang akan dilepas harus mempunyai kepekatan 25° Be agar didapat kristal garam yang baik yaitu kristal garam tersebut tidak mudah rapuh dengan waktu pemanenan minimal 10 hari.
Selain hal tersebut yang perlu mendapat perhatian adalah kondisi meja kristalisasi, karena pada umumnya pembudidaya garam rakyat selama musim kemarau ingin memanen garamnya secara terus menerus, tidak lagi memperhatikan kondisi lapisaan atas meja kristalisasi, padahal dengan pemanenan yang terus menerus menyebabkan tanah lapisan atas meja kristalisasi akan rusak, sehingga akan didapat kristal garam yang warnanya keruh atau kecoklatan.  Untuk mencegah hal tersebut maka pada pembudidaya garam rakyat dalam proses pembuatan garamnya disarankan dengan TEKNOLOGI GEO MEMBRANE 
Lahan Garam dengan Teknologi Geo Membrane
Berdasarkan dari masalah teknologi dan produksi terhadap garam rakyat maka saat ini Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan ( BPPP ) Tegal dalam upaya meningkatkan hasil produksi dan kualitas garam rakyat maka dalam pob. la pelatihan yang diterapkan pada pembudidaya garam rakyat mengembangkan metode teknologi geo membrane dimana dalam metode tersebut akan didapat garam yang berkualitas sesuai standart SNI dan produksi garam yang dihasilkan akan mengalami peningkatan
Tahapan teknologi geo membrane
1. Lahan yang mau digunakan harus di rubah tata letaknya yaitu dari lahan tradisional menjadi semi intensif perubahan tata letak ini dimaksudkan untuk meningkatkan hasil produksi, dimana pada lahan semi intensif terdiri dari beberapa petakan 
a. Kolam penampung air muda
b. buah kolam peminihan
c. Kolam ulir
d. Kolam penampung air tua
e. Meja kristalisasi
Dari perubahan lahan tersebut akan dapat meningkatan produksi yang sangat nyata yaitu mencapai 40% hingga 60% hal ini disebabkan dari perbandingan luas lahan dimana 35 % luas lahan digunakan untuk kolam penampung air tua, kolam peminihan, kolam ulir dan kolam penampung air tua, sedangkan 65 % digunakan untuk meja kristal, selain produksi meningkat keuntungan yang lain dari sistim semi intensif ini adalah masa produksi yang lebih cepat dimana dalam waktu 14 hari akan cepat didapat air tua sedangkan pada lahan tradisional untuk mendapatkan air tua sampai 30 hari.
b. Melapisi meja kristalisasi dengan terpal plastik
Untuk meningkatkan mutu garam rakyat yang saat ini menjadi tuntutan pasar maka petani garam harus mau menambah sarana yang ada. Karena saat ini produksi garam rakyat dinilai kurang memenuhi syarat SNI, yakni nilai NaCl yang rendah, warna buram kecoklatan dan rapuh. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan yang ada maka saat ini dikembangkan teknologi geo membrane. Didalam teknologi geo membrane seluruh meja kristalisasi dilapisi terpal plastik hal ini untuk menjamin terhadap kebersihan produksi garam.

Dengan teknologi geo membrane pembudidaya garam rakyat selama musim garam dapat memanen garamnya secara terus menerus, tidak perlu khawatir lagi terhadap kwalitas garam yang dihasilkan karena kristal – kristal garam tersebut tidak bersentuhan dengan tanah, sehingga akan didapat kristal garam yang putih, bersih dan berbobot. Selain pada meja kristalisasi yang dilapisi dengan terpal plastik juga pada saluran pemasukan air tua dari kolam penampung air tua ke meja kristalisasi perlu dilapisi terpal plastik, hal ini dimaksudkan untuk mencegah lumpur tanah yang ada pada saluran pemasukan jangan sampai terbawa masuk ke meja kristalisasi, pada saat  membagi masuknya air tua ke meja –meja kristalisasi.

c. Terpal Plastik yang di gunakan
Terpal plastik yang digunakan untuk geo membrane bisa menggunakan  nomor A 12 atau plastik HDPE dengan ketebalan 500 mikron, karena plastic ini mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, dimana dalam penggunaanya mampu bertahan sampai empat musim garam dengan perawatan yang baik. Di dalam perawatan plastic ini, apabila tidak musim garam harus di lepas dari meja kristalisasi kemudian dicuci dan digulung kembali terus disimpan dalam bak air, jangan disimpan pada tempat yang kering, karena kemungkinan akan dirusak oleh tikus.
d. Cara Pemasangan geo membrane
*      Ukur luasan plastik geo membrane yang akan di gunakan
*      Buat galengan pada meja kristalisasi sesuai dengan luasan plastik geo membrane
*      Guluk atau padatkan meja kristalisasi agar permukaan meja kristalisasi rata.
*      Bentangkan plastik geo membran pada meja kristalisasi hingga menutupi seluruh permukaan galengan.
*      Kuatkan pada tepi plastik geo membrane dengan cara memberi pasak kayu pada bagian tepi plastik geo membrane.

Sumber: Drajat, 2014. Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran di download pada laman http://www.puslat.kkp.go.id/web/frontend/artikel.php?p=view&id=ARID000028

DAFTAR PUSTAKA
Aris Kabul, 2011. Ramsol,Dirjen KP3K Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia    Jakarta.
Buku Panduan Pembuatan Garam Bermutu 2002. Badan Riset Kelautan dan Perikanan.Pusat Riset Wilayah Laut dan  Sumberdaya  Nonhayati. Proyek Riset Kelautan dan Perikanan .
Pemberdayaan Garam Rakyat.2003. Direktorat Jendral Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran Departemen Kelautan dan Perikanan
Buku Panduan Diklat Teknis Pemberdayaan Garam Rakyat 2010. Balai Diklat Perikanan Tegal.


MEMAHAMI PRINSIP-PRINSIP DAN METODE BUDIDAYA RUMPUT LAUT (part 1)




Rumput laut dikenal pertama kali oleh bangsa Cina kira - kira tahun 2700 SM. Pada saat itu rumput laut banyak digunakan untuk sayuran dan obat - obatan. Pada tahun 65 SM, bangsa Romawi memanfaatkannya sebagai bahan baku kosmetik. Namun dengan perkembangan waktu, pengetahuan tentang rumput lautpun semakin berkembang. Spanyol, Perancis, dan Inggris menjadikan rumput laut sebagai bahan baku pembuatan gelas.

Kapan pemanfaatan rumput laut di Indonesia tidak diketahui. Hanya pada waktu bangsa Portugis datang ke Indonesia sekitar tahun 1292, rumput laut telah dimanfaatkan sebagai sayuran. Baru pada masa sebelum perang dunia ke - 2, tercatat bahwa Indonesia telah mengekspor rumput laut ke Amerika Serikat, Denmark, dan Perancis.

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 81.000 km adalah mempunyai potensi yang besar untuk pengembangan budidaya laut. Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan, dan mempunyai prospek pasar yang baik serta dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat pantai. Rumput laut merupakan salah satu komoditas perdagangan internasional. Komoditas ini telah di ekspor lebih dari 30 negara.

Perairan Indonesia sebagai daerah tropika memiliki sumberdaya rumput laut yang cukup besar baik sebagai sumberdaya plasma nutfah dengan kurang lebih 555 jenis rumput laut di perairan Indonesia (ekspedisi Laut Siboga 1899-1900 oleh Van Bosse). Jenis yang banyak terdapat di perairan Indonesia adalah Gracilaria, Gelidium, Eucheuma, Hypnea, Sargasum dan Turbinaria. Dari beberapa jenis rumput laut telah mampu dikembangkan ratusan jenis produk yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, antara lain pada industri pangan dan non pangan. Sebagian besar rumput laut dari Indonesia masih di ekspor dalam bentuk kering dan baru sebagian kecil diolah dalam bentuk bahan setengah jadi dan bahan jadi. Negara lain selain Indonesia sebagai pengahasil rumput laut adalah Jepang, Amerika Serikat, Kanada, daratan Eropa, Filipina, Thailand, Malaysia, India ,Chili dan Madagaskar. Perkembangan ekspor selama lima tahun terakhir, menunjukan peningkatan perolehan devisa Indonesia dari rumput laut sebesar 43,04% per tahun yaitu dari US$ 5,935 juta tahun 1998 meningkat menjadi US$ 15,785 juta pada tahun 2002. Perolehan devisa dari negara Spanyol, China dan USA dalam dua tahun terakhir ini memperlihatperkembangan yang menggembirakan yaitu meningkat masing-masing sebesar 122,2% pertahunnya untuk Spanyol, 533,25% untuk China dan 184,68% untuk USA. Perolehan devisa ekspor rumput laut Indonesia selama tahun 2002 mencapai US$ 15,785 juta terutama berasal dari negara China senilai US$ 2,553 juta (16,17%), Spanyol senilai US$ 2,351 juta (14,90%) dan Denmark senilai US$ 2,132 juta (13,51%).

Jenis alga merah yang mempunyai nilai ekonomis adalah Eucheuma sp, Gracilaria sp, Gelidium sp, Sargassum sp dan Turbinaria sp. Dari jenis tersebut yang telah dibudidayakan adalah jenis Eucheuma sp dan Gracilaria sp. Eucheuma sp dibudidayakan di perairan pantai/laut, sedangkan Gracilaria sp dapat dibudidayakan di tambak.

Dalam budidaya rumput laut Euchema sp. yang telah dikembangkan di Indonesia terdapat beberapa teknik yaitu Metoda Lepas Dasar, Metoda Rakit Apung, Metoda Jalur (kombinasi), Metoda Rawai (Longline) dan metode keranjang. Sedangkan budidaya rumput laut Gracilaria sp. terdapat dua metode yaitu Metode Tebar dan Metode Lapas Dasar.


1. JENIS RUMPUT LAUT POTENSIAL

Rumput laut dibagi dalam empat kelas yaitu : Chlorophyceae (ganggang hijau), Rhodophyceae (ganggang merah), Cyanophyceae (ganggang biru), Phaeophyceae (ganggang coklat).

Jenis rumput laut potensial yang dimaksud disini adalah jenis rumput laut yang sudah dikenal digunakan diberbagai industri sebagai sumber karagin, agar-agar dan alginat. Karaginofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagin, agarofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida agar-agar keduanya merupakan rumput laut merah (Rhodophyceae). Alginofit adalah rumput laut cokelat (Phaeophyceae) yang mengandung bahan utama polisakarida alginat.


1.1. Karagenofit 
Rumput laut yang mengandung karaginan adalah dari marga Eucheuma. Karaginan ada tiga macam, yaitu iota karaginan dikenal dengan tipe spinosum, kappa karaginan dikenal dengan tipe cottonii dan lambda karaginan. Jenis rumput laut yang potensial adalah E. cottonii dan E. Spinosum merupakan rumput laut yang secara luas diperdagangkan, baik untuk keperluan bahan baku industri di dalam negeri maupun untuk ekspor. Sedangkan E. edule dan Hypnea hanya sedikit sekali diperdagangkan dan tidak dikembangkan dalam usaha budidaya. Hypnea biasanya dimanfaatkan oleh industri agar. Sebaliknya E.cottonii dan E. Spinosum dibudidayakan oleh masyarakat pantai. Dari kedua jenis tersebut E. Cottonii yang paling banyak dibudidayakan karena permintaan pasarnya sangat besar. Jenis lainnya Chondrus spp., Gigartina spp., dan Iridaea tidak ada di Indonesia, mereka merupakan rumput laut sub-tropis.

Rumput laut Eucheuma di Indonesia umumnya tumbuh di perairan yang mempunyai rataan terumbu karang melekat pada substrat karang mati atau kulit kerang ataupun batu gamping di daerah intertidal dan subtidal. Tumbuh tersebar hampir diseluruh perairan Indonesia. Wilayah potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut Eucheuma terletak perairan pantai Nangro Aceh Darusalam (Sabang); Sumatera Barat (Pesisir Selatan, Mentawai); Riau (Kepulauan Riau, Batam); Sumatra Selatan; Bangka Belitung, Banten (dekat Ujung Kulon, Teluk Banten/P.Panjang); DKI Jakarta (Kepulauan Seribu); Jawa Timur (Karimun Jawa, Situbondo dan Banyuwangi Selatan, Madura); Bali (Nusa Dua/Kutuh Gunung Payung, Nusa Penida, Nusa Lembongan); Nusa Tenggara Barat (Lombok Barat dan Lombok Selatan, pantai Utara Sumbawa Besar, Bima, dan Sumba); Nusa Tenggara Timur ( Maumere, Larantuka, Kupang, P. Roti selatan ); Sulawesi Utara; Gorontalo; Sulawesi Tengah; Sulawesi Tanggara; Sulawesi Selatan; Kalimantan Barat; Kalimantan Selatan (pulau Laut); Kalimantan Timur; Maluku (P. Seram, P. Osi, Halmahera, Aru/Kai).

1.2. Agarofit

Agarofite adalah jenis rumput laut penghasil agar seperti Gracilaria spp. dan Gelidium spp/Gelidiella yang diperdagangkan untuk keperluan industri di dalam negeri maupun untuk diekspor. Agar-agar merupakan polisakarida yang semakin meningkat nilainya bila dapat ditingkatkan menjad agarose. Agar-agar dapat membentuk jeli seperti karaginan tetapi kandungan sulfatnya masih ada, bila sudah bebas dari kandungan sulfat menjadi agarose.

Kualitas agar-agar yang ekstraksi dari Gelidium/Gelidiella lebih tinggi dibanding dari Gracilaria. Dalam industri agar-agar bahan dari Gelidium mutunya dapat ditingkatkan menjadi agarose, sedangkan dari Gracilaria masih belum dapat. Agar-agar dari Gracilaria sudah dapat ditingkatkan menjadi agarose, tetapi masih dalam skala laboratorium.

Jenis yang dikembangkan secara luas adalah Gracilaria spp. Di Indonesia umumnya yang dibudidayakan di tambak adalah jenis Gracilaria verrucosa. Jenis ini mempunyai Thallus berwarna merah ungu dan kadang-kadang berwarna kelabu kehijauan dengan percabangan alternate atau dichotomy, perulangan lateral berbentuk silindris, meruncing di ujung dan mencapai tinggi 1-3 cm serta berdiameter antara 0,5 - 2,0 mm. Gracilaria yang banyak dibudidayakan adalah G. verucosa dan G. gigas , jenis ini berkembang di perairan Sulawesi Selatan ( Jeneponto, Takalar, Sinjai, Bulukumba, Wajo, Paloppo, Bone, Maros ); Pantai utara P. Jawa (Serang, Tangerang, Bekasi, Karawang, Brebes, Pemalang, Tuban dan Lamongan); Lombok Barat. Gracilaria selain dipanen dari hasil budidaya juga dipanen dari alam. Panen dari alam kualitasnya kurang baik karena tercampur dengan jenis lain.

1.3. Alginofit 
Alginofite adalah jenis rumput laut penghasil alginat seperti Sargasssum spp., Turbinaria spp., Laminaria spp., Ascophyllum spp., dan Macrocystis spp. Sargassum dan Turbinaria banyak dijumpai di perairan laut Indonesia, sedangkan Laminaria, Ascophyllum dan Macrocystis sedikit dijumpai di Indonesia, karena jenis tersebut hidup di daerah sub-tropis.
Sargassum dan Turbinaria belum diusahakan budidaya karena sangat sulit disamping rendemen alginate dari ke dua jenis tersebut sangat kecil dibandingkan Laminaria yang sudah dibudidayakan di Jepang dan China, dan permintaan sargassum masih sangat terbatas. Penyebaran Sargassum di alam sangat luas terutama di daerah rataan terumbu karang di semua wilayah perairan pantai.

2. BUDIDAYA EUCHEUMA

Faktor – faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya rumput laut : pemilihan lokasi yang memenuhi persyaratan budidaya, penyediaan bibit yang baik dan cara pembibitan, metoda budidaya dan perawatan, panen, dan penyimpanan.

2.1. Pemilihan Lokasi Budidaya

Faktor utama menunjang keberhasilan budidaya rumput laut adalah pemilihan lokasi yang tepat. Pertumbuhan rumput laut sangat ditentukan oleh kondisi ekologi setempat. Penentuan suatu lokasi harus disesuaikan dengan metode budidaya yang akan digunakan. Penentuan lokasi yang salah berakibat fatal bagi usaha budidaya rumput laut, karena laut yang dinamis tidak dapat diprediksi. Dalam pemilihan lokasi untuk budidaya rumput laut, perlu dipertimbangkan faktor resiko, kemudahan (aksesibilitas) dan faktor ekologis. Faktor tersebut saling berkaitan dan saling mendukung. Untuk memperoleh lokasi tang baik untuk budidaya, pemilihan perlu dilakukan di beberapa lokasi.


2.1.1. Faktor Resiko
a. Masalah Keterlindungan; Untuk menghindari kerusakan secara fisik sarana budidaya maupun rumput laut dari pengaruh angin dan gelombang yang besar, maka diperlukan lokasi yang terlindung. Lokasi yang terlindung biasanya didapatkan di perairan teluk atau perairan terbuka tetapi terlindung oleh adanya penghalang atau pulau di depannya.

b. Masalah Keamanan; Masalah pencurian dan perbuatan sabotase mungkin dapat dialami, sehingga upaya pendekatan kepada beberapa pemilik usaha lain atau menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitar, perlu dilakukan.

c. Masalah Konflik Kepentingan.; Beberapa kegiatan perikanan (kegiatan penangkapan ikan, pengumpul ikan hias) dan kegiatan lain (pariwisata, perhubungan laut, industri, taman nasional laut) dapat berpengaruh terhadap aktivitas usaha rumput laut dan dapat mengganggu beberapa sarana rakit.

2.1.2. Faktor Kemudahan
Pemilik usaha budidaya rumput laut cenderung memilih lokasi yang berdekatan dengan tempat tinggal, sehingga kegiatan monitoring dan penjagaan keamanan dapat dilakukan dengan mudah. Kemudian lokasi diharapkan berdekatan dengan sarana jalan, karena akan mempermudah dalam pengangkutan bahan, sarana budidaya, bibit, dan hasil panen. Hal tersebut akan mengurangi biaya pengangkutan.

2.1.3. Faktor Ekologis
Parameter ekologis yang perlu diperhatikan antara lain : arus, kondisi dasar perairan, kedalaman, salinitas, kecerahan, pencemaran, dan ketersediaan bibit dan tenaga kerja yang terampil.

a. Arus; Rumput laut merupakan organisma yang memperoleh makanan melalui aliran air yang melewatinya. Gerakan air yang cukup akan menghindari terkumpulnya kotoran pada thallus, membantu pengudaraan, dan mencegah adanya fluktuasi yang besar terhadap salinitas maupun suhu air. Suhu yang baik untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 20 – 28o. Arus dapat disebabkan oleh arus pasang surut. Besarnya kecepatan arus yang baik antara : 20 – 40 cm/detik. Indikator suatu lokasi yang memiliki arus yang baik biasanya ditumbuhi karang lunak dan padang lamun yang bersih dari kotoran dan miring ke satu arah.

b. Kondisi Dasar Perairan; Perairan yang mempunyai dasar pecahan-pecahan karang dan pasir kasar, dipandang baik untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii. Kondisi dasar perairan yang demikian merupakan petunjuk adanya gerakan air yang baik, sedangkan bila dasar perairan yang terdiri dari karang yang keras, menunjukkan dasar itu terkena gelombang yang besar dan bila dasar perairan terdiri dari lumpur, menunjukkan gerakan air yang kurang.

c. Kedalaman Air; Kedalaman perairan yang baik untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii adalah 30 – 60 cm pada waktu surut terendah untuk (lokasi yang ber arus kencang) metoda lepas dasar, dan 2 - 15 m untuk metoda rakit apung, metode rawai (long-line) dan sistem jalur. Kondisi ini untuk menghindari rumput laut mengalami kekeringan dan mengoptimalkan perolehan sinar matahari.

d. Salinitas; Eucheuma cotonii (sinonim: Kappaphycus alvarezii) adalah alga laut yang bersifat stenohaline, relatif tidak tahan terhadap perbedaan salinitas yang tinggi. Salinitas yang baik berkisar antara 28 - 35 ppt dengan nilai optimum adalah 33 ppt. Untuk memperoleh perairan dengan salinitas demikian perlu dihindari lokasi yang berdekatan dengan muara sungai.

e. Kecerahan; Rumput laut memerlukan cahaya matahari sebagai sumber energi guna pembentukan bahan organik yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangannya yang normal. Kecerahan perairan yang ideal lebih dari 1 (satu) m. Air yang keruh biasanya mengandung lumpur yang dapat menghalangi tembusnya cahaya matahari di dalam air, sehingga kotoran dapat menutupi permukaan thallus, yang akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya

f. Pencemaran; Lokasi yang telah tercemar oleh limbah rumah tangga, industri, maupun limbah kapal laut harus dihindari.

g. Ketersediaan Bibit; Lokasi yang terdapat stock alami rumput laut yang akan dibudidaya, merupakan petunjuk lokasi tersebut cocok untuk usaha rumput laut. Apabila tidak terdapat sumber bibit dapat memperolehnya dari lokasi lain. Pada lokasi dimana Eucheuma cottonii bisa tumbuh, biasanya terdapat pula jenis lain seperti Gracilaria dan Sargassum.

h. Tenaga Kerja; Dalam memilih tenaga kerja yang akan ditempatkan di lapangan sebaiknya dipilih yang bertempat tinggal berdekatan dengan lokasi budidaya, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan sekaligus menghemat biaya transportasi.

Sumber:
http//supmladong.kkp.go.id/
SUPM Ladong, 2012. Modul “Budidaya Rumput Laut”. Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Ladong, Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Aceh.

Minggu, 29 September 2019

PENYAKIT OADA IKAN MAS KOKI





Pakan yang rentan membawa bibit penyakit adalah bahan pakan alami atau pakan hidup, seperti cacing sutera, larva nyamuk, atau kutu air. Dapat juga berasal dan pakan olahan seperti cacing super beku (frozen blood worm). Tidak dapat dipungkiri semua jenis pakan alami tersebut diambil dan perairan yang kotor.
Pakan lain yang juga umum dikonsumsi maskoki, terutama induknya, yaitu larva nyamuk (Mosquito lurvacide) yang populer disebut cuk atau ughet-ughet (Jawa). Larva berukuran 10-25 mm ini hidup berkelompok di air tergenang ber-pH rendah antara 6-6,5. Larva nyamuk yang baru diambil tidak dapat langsung dikonsumsi maskoki karena ada juga sejenis ulat yang tidal layak dikonsumsi maskoki.
Cara membersihkan ulat tersebut dengan memasukkan larva nyamuk ke dalam baskom yang sudah terisi air 1/2 bagian. Kemudian, larutkan 1 tetes Tetra AquaSafe/liter air. Setelah dibiarkan 1 jam, ulat berwarna kelabu akan keluar dari wadah dan ulat berwarna hitam berkumpul di dasar wadah. Selanjutnya, sifon dengan selang kecil ulat yang di dasar wadah dan buang ulat yang di permukaan air. Setelah bersih, larutkan Tetra Medica Contra Spot, Rot Stop, atau Dactylo Shower dengan dosis 1 tetes/liter air. Larva siap dikonsumsi induk maskoki setelah dibiarkan 3 jam.
Maskoki gatal karena terserang cendawan berwarna putih kapas yang lazim disebut whitespot. Gejala awalnya, maskoki berenang seperti tersentak-sentak, sirip terkulai dan tubuh dibentur-benturkan ke dinding akuarium.
Bila diperhatikan, pada bagian tubuhnya terdapat butiran kecil seperti serbuk yang semula garam. Sekitar 2-3 hari kemudian, tubuh dan sirip maskoki dipenuhi bintik putih. Penyebab penyakit ini adalah parasit Icthtiopthirius multjfihiis. Parasit golongan Ciliata ini hidup di air ber-pH rendah dan kotor. Penyebab penyakit ini terbawa ke dalam akuarium bersama pakan segar, seperti larva nyamuk atau kutu air. Sporanya melekat di tubuh larva atau mengapung di air bersama kutu air.
Ikan yang telah sakit diobati dengan cara teteskan obat antibiotik cair, seperti Tetra Medica Fungi Stop, Dactylo Shower, atau Blitz Icth yang mengandung tetrametil paramino trifenil atau Rid-all yang mengandung dimetil amino trifenil metanol dengan takaran 1 tetes/ liter air. Biarkan obat ini berada dalam akuarium selama 2 hari. Selanjutnya, air disifon dan diganti dengan air yang baru. Perhatikan hasil dan pengobatan selama 2 hari. Bila jamur masih banyak melekat, larutkan kembali obat antibiotik dengan dosis yang sama. Selama dalam perawatan, maskoki harus tetap diberi pakan. Akan tetapi, bila tidak disentuh, pakan segera diangkat agar air tidak tercemar. Bila belum parah, dalam waktu 1 minggu ikan sudah sembuh dari penyakit tersebut.
Melihat gejala dan kondisi fisiknya, dapat dipastikan maskoki sudah terserang penyakit velvet. Gejala awal penyakit ini mirip dengan penyakit white spot. Tahap selanjutnya, lendir di bagian tubuh terlepas, warna maskoki menjadi pudar, kesulitan bernapas, dan maskoki pun menemui kematian. Penyebab penyakit ini adalah parasit Qodiniumpillularis dan famii Dinoflageflate. Ukuran tubuhnya sangat kecil, 50-70 mikron. Hidup dan perkembangbiakkannya di air keruh. Bibit penyakit terbawa oleh cacing sutera, cacing super, larva nyamuk, atau kutu air. Maskoki yang telah sakit dapat diobati dengan cara sebagai berikut : Teteskan obat antibakterial cair seperti SuperInternal,Tetra Medica Contraspot,atauRot Stop yang mengandung formaldehyde dengan dosis 1 tetes/2 liter air.
Biarkan maskoki terendam selama 1-2 har, kemudian air dikuras habis. Bila terlihat parasit masih melekat maka pengobatan dapat diulangi. Penyakit velvet ini juga dapat diberantas dengan Furazan Gold atan tetrasilclin yang dijual bebas di apotek atau toko obat. Dosis Furazan Gold dan tetrasiklin yang digunakan 1 butir kapsul dilarutkan dalam air 1 sendok makan. Selanjutnya, 3 tetes larutan tetrasiklin tersebut dicampurkan dalam 1 liter air. Furazan Gold 1 sendok teh dilarutkan dalam air 1/2 cangkir air. Selanjutnya, 2 tetes larutan yang berwarna kuning digunakan untuk 1 liter air. Biarkan maskoki terendam selama 1 jam. Kemudian, air diganti dengan air baru. Bila penyakit belum telanjur parah, dalam waktu 2 hari maskoki sudah sembuh.
Benda yang melekat di sirip atau tubuh maskoki itu adalah Argullusinclicus, kutu air parasit golongan udang renik, famili Copepoda. Tubuhnya berbentuk bulat seperti kura-kura berwarna hijau muda transparan. Kutu air parasit ini mengisap darah maskoki. Maskoki yang terserang menjadi liar dan kehilangan nafsu makan. Pada akhirnya, maskoki dapat mengalami kematian. Kutu terbawa ke dalam kolam atau akuariurn bersama larva nyamuk atau kutu air. Sering pula, kutu terbawa masuk oleh maskoki yang baru dibeli. Cara mengatasi kutu Argullus ini dengan menangkap ikannya dan membuang kutu satu per satu menggunakan pinset. Kutu yang sudab terlepas dan tubuh ikan segera dihancurkan. Ikan yang sudah dibersihkan dari kutu dimasukkan ke dalam wadah lain yang telah ditetesi Blitz Icth atau Tetra Medica Fungistop dengan dosis 1 tetes/2 liter air untuk mencegah masuknya bibit penyakit lain ke dalam wadah. Selain itu, dapat juga digunakan bubuk Abate berbahan aktif phenylene phosphorothioate 1% yang dilarutkan dalam kolam atau akuarium dengan takaran 2 bungkus Abate per 100 liter air. Dalam waktu 1 jam, kutu air yang melekat di tubuh maskoki terlepas semua dan mati karena kesulitan bernapas. Pernapasan maskoki tidak terganggu karena Abate hanya efektif membunuh insekta yang bernapas dengan trakea. Agar maskoki tidak stres, larutkan Tetra AquaSafe dengan takaran 1 tetes/5 liter air.
Dapat dipastikan insang maskoki terserang cacing golongan Trematoda yang bernama Dactylogyrus sp. Cacing ini terbawa dalam pakan segar, seperti cacing sutera, cacing suf atau jentik nyamuk yang kurang higienis. Mengobati serangan cacing Trematoda ini cukup sulit. Sering kali pada saat pengobatan, maskoki sudah menemui kematian. Pencegahan terhadap serangan cacing ini hanya dengan mennyucihamakan pakan sebelum diberikan maskoki. Pengobatan dapat dicoba dengan cara merendam maskoki yang sakit ke dalam larutan PK dosis 1/2 gram/ 5 liter air. Lakukan perendaman selama 5 menit, kemudian pindahkan maskoki ke dalam wadah yang sudah berisi air bersih.
Setelah 2 menit, masukkan kembali maskoki ke dalam larutan PK. Lakukan pengobatan ini sampai terlihat maskoki sudah dapat bernapas secara normal. Ada beberapa jenis maskoki, seperti bubble eyes dan red cap oranda, pada saat pengobatan menjadi stres berat, lendirnya terlepas, dan warnanya menjadi pudar. Untuk mengatasi kondisi tersebut, siapkan wadah berdiameter 30 cm, isi dengan air bersih 1/2 bagian dan larutkan cairan antistres, seperti Tetra AquaSafe sebanyak 20 tetes. Biarkan maskoki berada di dalam air tersebut selama menit sebelum direndam kembali ke dalam larutan PK. Akuarium tempat asal maskoki dibersihkan dan airnya diganti dengan air baru yang sudah diendapkan. Sebelum maskoki dimasukkan kembali ke dalam akuarium, larutkan Tetra Black Water untuk mengikat logam berat dan menurunkan kadar klorin dengan takaran 1 tetes / liter air. Kemudian, masukkan cairan antistres Tetra AquaSafe dosis 1 tetes/3 liter air. Sebagai perlindungan terhadap serangan penyakit, larutkan Dactylo Shower atau Rot Stop dengan takaran 1 tetes/5 liter air.

Sumber :
Nurleli, 2011. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Ikan Maskoki. Materi Penyuluhan Kelautan dan Perikanan Nomor: 012/TAK/BPSDMKP/2011. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.

PUSTAKA:
Adijaya, S.Dian, “Agar Kemolekannya Dinikmati Lebih Lama”, Trubus, Agustus 2003.
_____________, “Merah Putih Corak Ranchu”, Trubus, Juli 2003
_____________, “Strain Terbaru dari Tirai Bambu”, Trubus, Agustus 2003.
Hisomudin, dkk., “Permasalahan Maskoki dan Solusinya”, Penebar Swadaya, 2003
Suyanto, S.Rachmatun, “Parasit Ikan dan Cara Pemberantasannya” (Jakarta : Pusat Penerbitan Yayasan Sosial Tani Membangun, 1981).