DESKRIPSI TEKNOLOGI
Biji picung (Pangium edule Reinw.) telah lama digunakan sebagai pengawet
ikan oleh nelayan di daerah Banten, Jawa Barat, Sulawesi Utara, serta
daerah lain yang sulit mendapatkan pasokan es. Dalam pemanfaatannya,
nelayan biasa mencampurkan picung yang telah dicacah yang dicampur
dengan garam, kemudian melumurkannya ke seluruh permukaan dan bagian
rongga perut ikan. Dalam praktek, penggunaan picung ini dapat
mengawetkan ikan selama beberapa hari.
Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa penggunaan 3 – 4 %
picung yang dicampur dengan 2 – 3 % garam, dapat mempertahankan
kesegaran ikan hingga 4 hari pada suhu ruang. Selain itu, secara in
vitro ekstrak picung terbukti mampu mengambat pertumbuhan baik bakteri
Gram positif maupun Gram negatif seperti Staphylococcus aureus,
Pseudomonas fluorescens, Salmonella thypimurium, Enterobacter aerogenes
dan Micrococcus lactis.
Hasil penelitian di laboratorium dan penggunaan secara tradisional di
lapangan menunjukkan bahwa potensi pemanfaatan biji picung untuk
menghambat proses ikan sangat terbuka luas. Meskipun demikian, masih
terdapat beberapa kendala teknis dalam penggunaannya di lapangan. Di
antaranya adalah waktu panen picung yang hanya sekali dalam setahun
sehingga ketersediaannya terbatas pada musim tertentu; proses
penyiapannya kurang praktis karena biji picung harus dipisahkan dulu
dari cangkangnya lalu dicacah setiap akan digunakan. Selain itu, biji
yang telah dipisahkan dari cangkangnya mudah berubah warna menjadi
kecoklatan. Pencoklatan yang diakibatkan oleh aktivitas enzim fenol
oksidasi di dalam biji picung ini menyebabkan penurunan daya pengawetan
biji picung terhadap ikan segar, selain tentu saja akan mempengaruhi
warna ikan yang diawetkan.
Oleh karena itu, diperlukan suatu teknologi yang dapat menjamin
ketersediaan biji picung sepanjang tahun dalam bentuk yang praktis,
mudah digunakan sekaligus memiliki daya pengawetan ikan yang tinggi.
Pengawetan biji picung dengan cara pengeringan telah dicoba dilakukan,
namun hasilnya tidak memuaskan karena biji picung menjadi coklat dan
daya pengawetan terhadap ikan pun sangat berkurang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembekuan biji picung dapat menghambat kerja enzim
yang berperan dalam proses oksidasi biji picung yang menyebabkan biji
picung berwarna coklat. Kemampuan biji picung untuk mengawetkan ikan
masih dapat dipertahankan meskipun disimpan dalam kondisi beku.
Penggunaan biji picung beku pada ikan nila dapat memperpanjang daya
simpan ikan hingga 3-4 kali lebih lama jika dibandingkan dengan ikan
nila tanpa pengawetan. Ikan yang disimpan pada suhu ruang tanpa
pengawetan hanya bisa bertahan selama 8-12 jam saja. Selain itu biji
picung beku mempunyai daya anti bakteri khususnya E. coli dan S. aureus.
PENGERTIAN
Picung (Pangium edule Reinw) adalah tumbuhan yang tergolong
Spermatophyta. Biji buah picung dalam bentuk terfermentasi dikenal
sebagai keluwak adalah tanaman liar yang banyak ditemui di hutan pada
ketinggian hingga 1.000m. Biji picung banyak mengandung asam sianida dan
tanin, yang diyakini berfungsi sebagai bahan pengawet. Asam sianida
bersifat antimikroba, tetapi dalam jumlah banyak dapat menyebabkan
keracunan pada manusia. Meskipun demikian, penggunaan biji picung
sebagai pengawet ikan tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan
konsumen karena asam sianida diketahui mudah menguap dalam suhu ruang.
RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS
Persyaratan Teknis
Selama proses pengupasan dan pencincangan biji picung harus diusahakan
agar proses pencoklatan dihindarkan dengan selalu menggunakan suhu
rendah, mengurangi cahaya, dan bekerja cepat. Selama disimpan, biji
picung beku diusahakan tetap dalam keadaan beku. Kemudian pada tahap
pelelehan dan aplikasi, biji picung beku sebaiknya tidak terpapar
langsung dengan sinar matahari. Konsentrasi biji picung beku yang
digunakan untuk pengawetan ikan harus tidak melebihi konsentrasi yang
dianjurkan.
Rincian teknologi
Teknologi penyiapan biji picung beku:
1. Penyiapan biji picung cincang (sebaiknya dilakukan pada ruang tertutup bersuhu rendah) :
Buah picung dikupas kulitnya dan diambil bijinya
Biji picung dibersihkan lalu dibuka dengan memecahkan kulitnya
Bagian dalam biji picung dicungkil, dikumpulkan dan dicincang
2. Pengemasan biji picung cacah
Biji picung cincang dikemas dalam kantong plastik berukuran ± 1 kg
3. Pembekuan: biji picung dalam kemasan plastik dibekukan pada suhu -10o
s/d - 18°C selama beberapa jam, selanjutnya disimpan dalam keadaan beku
4. Aplikasi pada ikan
Biji picung beku dilelehkan pada suhu ruang sebelum digunakan
Konsentrasi yang disarankan sebanyak 4% dari bobot ikan segar,
penggunaannya dapat dikombinasikan dengan garam sebanyak 1-2% dari bobot
ikan
Biji picung dilumurkan ke seluruh permukaan ikan dan dimasukkan ke
rongga perut ikan yang telah disiangi isi perutnya. Perlu diperhatikan
bahwa sejak pemanenan, biji picung harus dilindungi dari cahaya
matahari, udara (oksigen) dan suhu tinggi. Proses produksi biji picung
beku ini sebaiknya dilakukan secara bertahap, tanpa menunggu bahan baku
terkumpul dalam jumlah banyak. Karena biji picung yang tidak segera
dibekukan akan menjadi coklat dan daya awetnya menurun. Pada saat
pendistribusian, biji picung beku harus dijaga dalam kondisi beku dan
tidak terpapar sinar matahari.
KEUNGGULAN TEKNOLOGI
Biji picung beku sangat praktis karena tidak perlu memecahkan,
mencungkil dan mencincang biji picung setiap akan mengawetkan ikan,
Dalam keadaan beku dapat tersedia dengan daya pengawetan yang sama sepanjang tahun tanpa terkendala musim,
Biji picung beku memang tidak lebih unggul dibandingkan pengawetan
dengan suhu rendah/es yang hingga saat ini masih tidak tergantikan.
Akan tetapi teknologi ini memberikan solusi untuk daerah-daerah di mana
refrigerasi/es tidak tersedia, seperti di daerah terpencil, yang
masyarakatnya lebih banyak mengenal ikan asin daripada ikan segar.
Teknologi ini dapat mencegah penyalah-gunaan bahan pengawet berbahaya seperti formalin untuk mengawetkan ikan.
Mudah diterapkan dalam sistem usaha kelautan dan perikanan secara
berkelanjutan seseuai dengan daerah pengembangan (ekologi, sosial
budaya, ekonomi, teknis, infrastruktur, fiksal, hukum dan kelembagaan)
Teknologi pengawetan biji picung dapat mendorong berkembangnya
industri bahan pengawet alami yaitu biji picung beku, yang aman dan
mudah digunakan di pusat-pusat penjualan ikan segar yang terpencil atau
yang tidak terjangkau oleh pasokan es. Teknologi pembekuan ini dapat
dintroduksikan kepada UKM atau koperasi nelayan yang berada di wilayah
terpencil.
Industri biji picung beku bahkan dapat mendorong pembudidayaan pohon
picung, terutama di lahan kering atau lahan terlantar, sehingga produksi
dapat ditingkatkan, karena saat ini ketersediaan biji picung masih
terbatas karena masih mengandalkan tanaman yang ada di hutan/kebun dan
tidak tersebar merata di seluruh Indonesia.
WAKTU DAN LOKASI REKOMENDASI
Aplikasi biji picung beku untuk pengawet ikan masih dilakukan pada skala
laboratorium, karena belum ada investor yang tertarik untuk membuat
biji picung beku.
Teknologi ini layak diterapkan di tempat pendaratan ikan yang terpencil
dan susah mendapatkan pasokan es sebagai pengawet. Sasaran pengguna
teknologi (pembuat biji picung beku dan pengguna biji picung beku dalam
pengawetan ikan) adalah UKM atau koperasi nelayan terutama yang memiliki
fasilitas mesin penyimpan dingin (beku.)
KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF
Tanaman picung mengandung asam sianida yang cukup besar jumlahnya baik
pada batang, daun dan buahnya. Namun demikian, asam sianida bersifat
mudah menguap bahkan pada suhu kamar sehingga akan hilang pada saat ikan
dimasak, sehingga tidak beresiko terhadap kesehatan dan keselamatan
konsumen.
KELAYAKAN FINANSIAL
Biaya pengawetan ikan menggunakan es memerlukan biaya sekitar 1000-3000
rupiah/kg ikan (tergantung lama penyimpanan), bila es ditambahkan terus
menerus dapat mengawetkan ikan hingga 10-12 hari. Pengawetan dengan biji
picung beku memerlukan sekitar 500 rupiah/kg ikan dengan daya awet 2-3
hari. Tanpa pengawetan, ikan akan busuk dalam waktu 8 jam. Biaya
pengangkutan biji picung beku ke pusat pendaratan ikan jauh lebih mudah,
lebih praktis dan lebih murah dibandingkan dengan pengangkutan es, atau
pengangkutan biji picung segar yang masih bercangkang.
T I N G K AT K O M P O N E N D A L A M NEGERI
Bahan baku yang diperlukan, yaitu buah picung (Pangium edule Reinw.)
merupakan tanaman asli Indonesia, banyak tersebar di hutan daerah
dataran tinggi di beberapa wilayah Indonesia.
Sumber:
Heruwati E. S., Rachmawati N., dan Hermana I., 2013. Pengawetan Ikan
Menggunakan Biji Picung Beku. Buku Rekomendasi Teknologi Kelautan dan
Perikanan 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan
– Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar