Perikanan adalah kegiatan manusia yang
berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan.
Sumberdaya hayati perairan tidak dibatasi secara tegas dan pada umumnya
mencakup ikan, amfibi dan berbagai avertebrata penghuni perairan dan wilayah
yang berdekatan, serta lingkungannya. Di Indonesia menurut UU RI no. 9/1985 dan
UU RI no. 31/2004, kegiatan yang termasuk dalam perikanan dimulai dari
praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan
dalam suatu sistem bisnis perikanan. Dengan demikian perikanan dapat dianggap
merupakan usaha agribisnis.
Sumberdaya Perikanan
Dunia telah mengakui bahwa indonesia
adalah negara kepulauan terbesar di dunia dimana terdiri dari 17.508 pulau
dengan garis pantai sekitar 81.000 km. Indonesia memiliki luas wilayah lautan
sekitar 5,8 juta km2 atau sekitar 70% dari luas total teritorial Indonesia.
Dengan potensi fisik ini, tentunya kita harus berbangga atas potensi ini, serta
mampu mengelolanya dengan baik. Sayangnya, dengan potensi yang cukup besar ini,
kita (bangsa indonesia) belum mampu menunjukan kerdiriannya sebagai bangsa
bahari. Indikasinya sangat jelas, sampai hari ini masyarakat kita yang
berprofesi sebagai nelayan masih hidup di bawah garis kemiskinan. Harusnya
dengan potensi kekayaan bahari tersebut, sudah mampu membuat bangsa ini
sejahtera. Ini merupakan bukti kegagalan pemerintah kita dalam penegelolaan
sektor kelautan dan perikanan. Sekaligus mengindikasikan perhatian pemerintah
terhadap sektor ini masih dipandang sebelah mata.
Laut kita memiliki karakteristik yang
sangat spesifik Dikatakan spesifik, karena memiliki keaneragaman biota laut
(ikan dan vegetasi laut) dan potensi lainnya seperti kandungan bahan mineral.
Dalam definisi undang-undang no 31 tahun 2004 tentang perikanan, dikatakan
bahwa ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebahagian hidupnya
berada dalam lingkungan perairan. Sumber daya perikanan, merupakan hasil
kekayaan laut yang memiliki potensi besar untuk menambah devisa negara. Menurut
Rohmin Dahuri, bahwa potensi pembangunan pesisir dan lautan kita terbagi dalam
tiga kelompok yaitu: (1) sumber daya dapat pulih (renewable recorces), (2)
sumberdaya tak dapat pulih (non-renewable recorces) dalam hal ini mineral dan
bahan tambang, (3) jasa-jasa lingkungan (Environmental service). Sayangnya
ketiga potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu akan
menarik kiranya bila kita membeberkan ketiga kelompok potensi kelautan kita.
Sumberdaya dapat pulih terdiri dari
ikan dan vegetasi lainnya. Namun yang menjadi primadona kita selama ini adalah
pada sebatas ikan konsumsi seperti ikan pelagis, ikan demersal, ikan karang,
udang dan cumi-cumi. Sedangkan untuk vegetasinya adalah terumbu karang, padang
lamun, rumput laut, dan hutan mangrove. Sumber daya perikanan laut sebagai
sumber daya yang dapat pulih sering kita salah tafsirkan sebagai sumber daya yang
dapat eksploitasi secara terus menerus tanpa batas. Dalam data Ditjen
Perikanan, (1995), Potensi sumber daya perikanan laut di Indonesia terdiri dari
sumberdaya perikanan pelagis besar dengan potensi produksi sebesar 451.830
ton/tahun dan pelagis kecil sebesar 2.423.000 ton/tahun sedangkan sumberdaya
perikanan demersal memiliki potensi produksi sebesar 3.163.630 ton/tahun, udang
sebesar 100.728 ton/tahun, ikan karang dengan potensi produksi sebesar 80.082
ton/tahun dan cumi-cumi sebesar 328.968 ton/tahun. Dengan demikian potensi
lestari sumber daya perikanan laut dengan tingkat pemanfaatan baru sekitar 48%.
Sementara itu potensi vegetasi biota
laut juga sangat besar. Salah satunya adalah terumbu karang. Dimana terumbu
karang ini memilki fungsi yang sangat startegis bagi kelangsungan hidup
ekosistem laut yakni fungsi ekologis yaitu sebagai penyedia nutrien bagi biota
perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan berbagai
biota. Terumbu karang juga menghasilkan produk yang memiliki nilai ekonomis
penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang dan
kerang mutiara Data Ditjen Perikanan tahun 1991 menunjukan, potensi lestari
sumberdaya ikan pada terumbu karang di perairan indonesia diperkirakan sebesar
80.802 ton/km2/tahun, dengan luas total terumbu karang 50.000 km2. Vegetasi
lainnya adalah rumput laut. Rumput laut memiliki potensi lahan untuk budidaya
sekitar 26.700 ha dengan kemampuan potensi produksi sebesar 482.400 ton/tahun
(Ditjen Perikanan, 1991).
Disamping potensi sumber daya dapat
pulih (renewable recources), wilayah pesisir dan laut kita juga memiliki
potensi sumber daya tak terbaharukan (non-renewable recources). Potensi ini
meliputi mineral dan bahan tambang diantaranya berupa minyak, gas, batu bara,
emas, timah, nikel, bauksit dan juga granit, kapur dan pasir. Potensi lain yang
tidak kalah pentingnya lagi adalah kawasan pesisir dan laut kita sangat
potensial untuk pengelolaan jasa lingkungan (environmental service). Yang
dimaksud dengan jasa lingkungan adalah pemanfaatan kawasan pesisir dan lautan
sebagai sarana rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi,
sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, kawasan perlindungan dan
sistem penunjang kehidupan serta fungsi ekologis lainnya.
Potensi lain yang juga belum tergarap
adalah pemanfaatan wilayah pesisir dan laut sebagai penghasil daya energi,
belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal wilayah pesisir dan lautan merupakan
salah satu sumber energi alternatif yang sangat ramah lingkungan. Sumber energi
yang dapat dimanfaatkan antara lain berupa : arus pasang surut, gelombang,
perbedaan salinitas, angin, dan pemanfaatan perbedaan suhu air laut di lapisan
permukaan dan lapisan dalam perairan atau yang kita kenal dengan OTEC (Ocean Thermal
Energy Convertion).
Gambaran potensi wilayah laut dan
pesisir kita tersebut hanyalah sebahagian kecil yang dimanfaat secara optimal.
Tentunya masih banyak potensi lain yang dapat dikembangkan guna kemakmuran
rakyat. Namun sangat disayangkan potensi sumber daya pesisir dan lautan belum
bisa mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat khususnya nelayan. Hal yang
terjadi justru sebaliknya ditengah kebanggaan kita sebagai bangsa bahari justru
nelayan kitalah yang paling termarjinalkan. Suatu fenomena yang kontras. Rohmin
Dahuri pernah mengatakan seandainya saja potensi wilayah pesisir dan laut
dikelola secara baik maka hasilnya akan baik. Namun model pengelolaan wilayah
pesisir dan laut selama ini sangat berorientasi pada aspek eksploitasi. Hal ini
terlihat jelas selama pemerintahan orde baru kegiatan pengelolaan wilayah
pesisir dan laut hanya sebatas untuk pemenuhan pundi uang bagi negara.
Sementara pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan belum sepenuhnya
dilakukan. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan
bisa jadi suatu saat nanti akan menjadi penyedia primer bahan pangan. Tidak
berlebihan kiranya mengingat jumlah penduduk yang meningkat tiap tahunnya serta
semakin kurangnya lahan pertanian akibat adanya aktivitas pembangunan perumahan
dan jalan. Dengan demikian mau tidak mau, suka tidak suka potensi sumberdaya
wilayah pesisir dan lautan akan menjadi kiblat ekonomi Indonesia masa depan.
Jika potensi kekayaan ini dibiarkan merana tidak dikelola dengan baik maka
indonesia sebagai negara bahari bisa jadi hanya tinggal nama (Abidin, 2006).
Konservasi Sumberdaya
Ikan
Pengertian konservasi, khususnya
konservasi sumberdaya ikan telah dipahami sebagai upaya perlindungan,
pelestarian dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan
genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya
ikan. Nyata bahwa konservasi bukan hanya upaya perlindungan semata, namun juga
secara seimbang melestarikan dan memanfaatkan berkelanjutan sumberdaya yang
ujung-ujungnya tentu saja untuk kesejahteraan masyarakat. Upaya Konservasi
sumberdaya ikan dilakukan pada level ekosistem, jenis dan genetik.
Penetapan Kawasan konservasi perairan
merupakan salah satu upaya konservasi ekosistem yang dapat dilakukan terhadap
semua tipe ekosistem, yaitu terhadap satu atau beberapa tipe ekosistem penting
untuk dikonservasi berdasarkan kriteria ekologis, sosial budaya dan ekonomis.
Kawasan Konservasi Perairan didefinisikan sebagai kawasan perairan yang
dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber
daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.
Kata kunci pengelolaan kawasan
konservasi perairan adalah dikelola dengan sistem zonasi dengan tujuan untuk
perikanan yang berkelanjutan. Paling tidak ada 4 (empat) pembagian zona yang
dapat dikembangkan di dalam KKP, yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan,
zona pemanfaatan dan zona lainnya. Melalui pengaturan zonasi serta perkembangan
desentralisasi dalam pengelolaan kawasan konservasi, ini merupakan pemenuhan
hak-hak bagi masyarakat khususnya nelayan. Kekhawatiran akan mengurangi akses
nelayan yang disinyalir banyak pihak dirasakan sangat tidak mungkin. Justru
hak-hak tradisional masyarakat sangat diakui dalam pengelolaan kawasan
konservasi. Masyarakat diberikan ruang pemanfaatan untuk perikanan di dalam
kawasan konservasi (zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan maupun zona
lainnya), misalnya untuk budidaya dan penangkapan ramah lingkungan maupun
pariwisata bahari dan lain sebagainya. Pola-pola seperti ini dalam konteks
pemahaman konservasi terdahulu (sentralistis) hal ini belum banyak dilakukan.
Konservasi saat ini telah menjadi
tuntutan dan kebutuhan yang musti dipenuhi sebagai harmonisasi atas kebutuhan
ekonomi masyarakat dan keinginan untuk terus melestarikan sumberdaya yang ada
bagi masa depan. Data direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut (KTNL)
menyebutkan bahwa sampai bulan Mei 2009 tercatat seluas 13,5 juta hektar kawasan
konservasi perairan laut di Indonesia. Jumlah ini melampaui target kawasan
konservasi, sebagai komitmen pemerintah indonesia yang disampaikan yaitu 10
juta hektar kawasan konservasi pada tahun 2010. Dari jumlah luasan tersebut DKP
menginisiasi dan memfasilitasi + 8,1 juta hektar, sedangkan inisiasi Dephut +
5,4 juta hektar. Luasan 8,1 juta hektar tersebut terdiri dari sebuah taman
nasional perairan laut sawu seluas 3,5 juta hektar dan 35 lokasi kawasan
konservasi laut daerah (KKLD) yang luasnya mencapai 4,6 juta hektar. Pada
dasarnya Luasan kawasan konservasi itu sendiri bukan merupakan target utama,
Target ke depan adalah melakukan pengelolaan kawasan konservasi tersebut secara
efektif mendukung pengelolaan perikanan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan
masyarakat.
Kawasan konservasi perairan (KKP) laut
secara individu maupun jaringan merupakan alat utama dalam melindungi
keanekaragaman hayati perairan laut. Namun, kesepakatan tentang seberapa besar
habitat yang harus dilindungi keanekaragaman hayati lautnya dalam menjamin
konektivitas ekologi belum ada kata putus. Di Indonesia diharapkan sedikitnya
10 persen dari luasan KKP dijadikan zona inti untuk perlindungan mutlak habitat
sumberdaya ikan. Lebih lanjut dengan pengelolaan yang konsisten selama beberapa
tahun diharapkan mampu menyokong hasil tangkapan ikan di luar kawasan
konservasi meningkat 40 persen.
informasi ini sangat bermanfaat bagi saya
BalasHapus