Senin, 26 September 2022

ARTEMIA


  Artemia adalah pakan hidup alami yang digunakan pada usaha pembenihan udang dan ikan. Penggunaan artemia mulai galak digunakan karena artemia dikenal memiliki kandungan gizi yang baik bagi pertumbuhan udang dan ikan.
Menurut beberapa ahli, artemia dewasa memiliki kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan dengan artemia yang baru menetas. Maka dari itu, sebelum memberikan artemia sebagai pakan, ada baiknya anda melakukan pendewasaan artemia atau kultur artemia.
Klasifikasi dan Morfologi Artemia
Artemia merupakan zooplankton yang diklasifikasikan ke dalam filum Arthropoda dan kelas Crustacea. Secara lengkap sistemarika artemia dapat dijelaskan sebagai berikut.
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Subkelas : Branchiophoda
Ordo : Anostraca
Famili : Artemiidae
Genus : Artemia
Spesies : Artemia salina linn.
Morfologi
Artemia sp. yang ditetaskan pada salinitas 15-35 ppt akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Larva artemia yang baru menetas dikenal dengan nauplius. Nauplius dalam pertumbuhannya mengalami 15 kali perubahan bentuk, masing-masing perubahan merupakan satu tingkatan yang disebut instar (Pitoyo, 2004) . Pertama kali menetas larva artemia disebut Instar I. Nauplius stadia I (Instar I) ukuran 400 mikron, lebar 170 mikron dan berat 15 mikrongram, berwarna orange kecoklatan. Setelah 24 jam menetas, naupli akan berubah menjadi Instar II, Gnatobasen sudah berbulu, bermulut, terdapat saluran pencernakan dan dubur. Tingkatan selanjutnya pada kanan dan kiri mata nauplius terbentuk sepasang mata majemuk. Bagian samping badannya mulai tumbuh tunas-tunas kaki setelah instar XV kakinya sudah lengkap sebanyak 11 pasang. Nauplius menjadi artemia dewasa (Proses instar I-XV) antara 1-3 minggu (Mukti, 2004).
Telur artemia yang kering atau kista berbentuk bulat cekung, berwarna coklat, berdiameter 200–300 mikron dan di dalamnya terdapat embrio yang tidak aktif. Nauplius artemia mempunyai tiga pasang anggota badan yakni antenna I yang berfungsi sebagai alat sensor, antena II berfungsi sebagai alat gerak atau penyaring pakan dan rahang bawah belum sempurna. Di bagian kepala antara ke dua antenna terdapat bintik merah (ocellus) yang berfungsi sebagai mata nauplius. Artemia dewasa berukuran 1–2 cm dengan sepasang mata majemuk dan 11 pasang thoracopoda. Setiap thoracopoda mempunyai eksopodit, endopodit dan epipodit yang masing-masing berfungsi sebagai alat pengumpul pakan, alat berenang dan alat pernapasan. Pada yang jantan, antenna II berkembang menjadi alat penjepit dan pada bagian belakang perut terdapat sepasang penis. Pada yang betina, antenna menjadi alat sensor dan pada kedua sisi saluran pencernaan terdapat sepasang ovari. Telur-telur yang telah masak dipindahkan dari ovari ke dalam sebuah kantong telur atau uterus (Sumeru, 1984).
Pada tiap tahapan perubahan instar nauplius mengalami moulting, artemia dewasa memiliki panjang 8-10 mm ditandai dengan terlihat jelas tangkai mata pada kedua sisi bagian kepala, antena berfungsi untuk sensori. Pada jenis jantan antena berubah menjadi alat penjepit (muscular grasper), sepasang penis terdapat pada bagian belakang tubuh, pada jenis betina antena mengalami penyusutan.

Ekologi
Artemia sp. secara umum tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25-30 °C. Kista artemia kering tahan terhadap suhu -273 hingga 100 °C. Artemia dapat ditemui di danau dengan kadar garam tinggi, disebut dengan brain shrimp. Kultur biomasa artemia yang baik pada kadar garam 30-50 ppt. Untuk artemia yang mampu menghasilkan kista membutuhkan kadar garam diatas 100 ppt (Kurniastuty dan Isnansetyo, 1995).
Reproduksi
Chumaidi et al., (1990) menyatakan bahwa perkembangbiakan artemia ada dua cara yakni partenhogenesis dan biseksual. Pada artemia yang termasuk jenis parthenogenesis populasinya terdiri dari betina semua yang dapat membentuk telur dan embrio berkembang dari telur yang tidak dibuahi. Sedangkan pada artemia jenis biseksual, populasinya terdiri dari jantan dan betina yang berkembang melalui perkawinan dan embrio berkembang dari telur yang dibuahi.
Penetasan cystae Artemia
Sutaman (1993) mengatakan bahwa penetasan cystae artemia dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu penetasan langsung dan penetasan dengan cara dekapsulasi. Cara dekapsulasi dilakukan dengan mengupas bagian luar kista menggunakan larutan hipoklorit tanpa mempengaruhi kelangsungan hidup embrio. Cara dekapsulasi merupakan cara yang tidak umum digunakan pada panti-panti benih namun untuk meningkatkan daya tetas dan meneghilangkan penyakit yang dibawa oleh cytae artemia cara dekapsulasi lebih baik digunakan (Pramudjo dan Sofiati, 2004).
Subaidah dan Mulyadi (2004) memberikan penjelasan langkah-langkah penetasan dengan cara dekapsulasi, sebagai berikut:
  1. Cystae artemia dihidrasi dengan menggunakan air tawar selama 1-2 jam;
  2. Cystae disaring menggunakan plankton net 120 mikronm dan dicuci bersih;
  3. Cystae dicampur dengan larutan kaporit/klorin dengan dosis 1,5 ml per 1 gram cystae, kemudian diaduk hingga warna menjadi merah bata;
  4. Cystae segera disaring menggunakan plankton net 120 mikronm dan dibilas menggunakan air tawar sampai bau klorin hilang, barulah siap untuk ditetaskan;
  5. Cystae akan menetas setelah 18-24 jam pemanenan dilakukan dengan cara mematikan aerasi untuk memisahkan cytae yang tidah menetas dengan naupli artemia.
Pramudjo dan Sofiati (2004) cystae hasil dekapsulasi dapat segera digunakan (ditetaskan) atau disimpan dalam suhu 0°C–(-4°C) dan digunakan sesuai kebutuhan. Dalam kaitannya dengan proses penetasan Chumaidi et al. (1990) mengatakan kista setelah dimasukan ke dalam air laut (5-70 ppt) akan mengalami hidrasi berbentuk bulat dan di dalamnya terjadi metabolisme embrio yang aktif sekitar 24 jam kemudian cangkang kista pecah dan muncul embrio yang masih dibungkus dengan selaput dan pada saat ini panen segera akan dilakukan.
Pengayaan Artemia
Pengayaan (enrichment) artemia dengan menggunakan beberapa jenis pengkaya misalnya scout emultion, selco atau vitamin C dan B kompleks powder dilakukan selama 2 jam (Suriawan,2004). Selanjutnya diperjelas oleh Subyakto dan Cahyaningsih (2003) bahwa pengayaan pakan alami menggunakan minyak ikan, minyak cumi-cumi, vitamin ataupun produk komersial lainnya membutuhkan waktu 2-4 jam untuk mendapatkan hasil yang baik. Artemia yang akan dilakukan pengayaan adalah yang baru menetas (nauplius) (Mukti, 2004). BBAP Situbondo (2004) mencatat bahwa pemberian tambahan vitamin C dengan cara pengayaan dengan dosis 0,1-0,5 ppm pada media pengayaan artemia dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva kerapu. Syaprizal (2006) juga memperoleh hasil dengan pengayaan vitamin C sebanyak 2 mg/l ke artemia dapat meningkatkan kelulusan hidup benur udang windu dan diperoleh kemungkinan adanya kelulusan hidup lebih tinggi dengan penambahan dosis vitamin C.
Dekapsulasi Artemia
Dekapsulasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan lapisan terluar dari kista artemia yang keras (korion). Proses ini dilakukan untuk mempermudah bayi artemia untuk keluar dari sarangnya. Dan kalaupun tidak berhasil menetas kista yang telah didekapsulisasi masih bisa diberikan kepada ikan/burayak dengan aman karena korionnya sudah hilang sehingga akan dapat dicerna dengan mudah. Disamping itu proses ini juga sekaligus merupakan proses disinfeksi terhadap kontaminan seperti bakteri, jamur dll. Berikut merupakan keuntugan dekapsulasi artemia tidak perlu adanya pemisahan nauplius dari cangkang karena chorion cyst sudah dihilangkan, kandungan energi lebih tinggi karena tidak dipakai untuk proses penetasan, cyst telah disucihamakan melalui larutan hipokhlorit dapat langsung digunakan untuk makanan larva.

1 komentar: