Ikan gabus (Channa striata Bloch) merupakan salah satu jenis komoditas perairan tawar yang hidup di perairan sungai utama, sungai mati, danau, rawa banjiran, yang merupakan rawa hutan,rawang dan lebung atau cekungan di daerah rawa (Utomo et al, 1992), dan tersebar di Indonesia, seperti Sungai Musi Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Papua, Jawa Timur dan maupun dibeberapa daerah lainnya di Indonesia.
Daerah
rawa banjiran merupakan salah satu tipe ekosistem yng produktif bagi perikanan
air tawar (welcomme, 1985). Pada perairan rawa banjiran tinggi air (volume air)
sangat bervariasi sepanjang tahun, karena dipengaruhi oleh musim hujan. Pada
saat musim kemarau volume air kecil hanya tinggal di sungai utama,
cekungan-cekungan tanah (lebung) dan danau. Pada saat musim penghujan air
meluap menutupi permukaan tanah dapat mencapai 3-4 meter. Keadaan ini akan
mempengaruhi sifat biologi dan ekologi pada daerah tersebut. Pada musim
kemarauikan tinggal di cekungan-cekungan tanah (lebung), danau dan sungai
utama, sedangkan pada saat air banjir ikan menyebar keseluruh penjuru perairan.
Fungsi vegetasi di perairan rawa pada saat air besar sebagai tempat mencari
makanan bagi ikan dan sebagai tempat asuhan serta sebagai tempat untuk
melekatkan telur bagi ikan-ikan yang sedang memijah, puncak musim pemijahan
umumnya terjadi pada awal musim penghujan (Utomo et al, 1992; MRG, 1994).
BIOLOGI IKAN GABUS
2.1. Morfologi
Berdasarkan Kottelat et al. (1993),
Syafei,et al. (1995); ICLARM (2002), ikan gabus (gambar dibawah ini) di
kelompok ke dalam ordo Pleuronecti formes dan famili Channidae mempunyai
ciri-ciri seluruh tubuh dan kepala ditutupi sisik sikloid dan stenoid. Bentuk
badan hampir undar di bagian depan dan piph tegak ke arah belakang sehingga
disebut ikan berkepala ular (snakedhead). Ikan ini mampu menghirup udara dari
sungai atmosfer karena memiliki organ napas tambahan pada bagian atas
insangnya. Hal ini juga yang memuat ikan tersebut mampu bergerak dalam jarak
jauh pada musim kemarau untuk mencari sumber air.
2.2. Distribusi
Berdasarkan FAO (2002) dan Allington
(2002), ikan gabus mempunyai distribusi yang luas dari China hingga India dan
Srilangka, kemudian India Timur dan Philipina, juga Nepal, Burma, Pakistan,
Banglades, Singapura, Malaysia dan dan Jawa). Indonesia (Sumatera, Kalimantan).
2.3. Ukuran dan Habitat
Menurut Allington (2002), di alam panjang
ikan gabus dapat mencapai 1 meter dengan ukuran rata-rata mencapai antara 60-75
cm. Panjang larva sekitar 3,5 mm, pasacalarva setelah 4 minggu dengan panjang
antara 10-20 mm, setelah 6 minggu ikan mempunyai ukuran 4-5 cm.
Ikan gabus merupakan jenis ikan air tawar
yang dapat hidup di sungai, danau, kolam, bendungan, rawa, banjiran, sawah
bahkan parit dan air payau (Syafei et al, 1995; Anonim, 2002). Menurut Le fish
Corner (1999); Allington (2002), bahwa ikan gabus sangat toleran terhadap
kondisi anaerobik, karena mereka mempunyai sistim pernapasan tambahan pada
bagian atas insangnya. Berdasarkan Syafei et al. (1995) yang melakukan
penelitian perairan umum Jambi, ikan gabus hidup dengan kondisi perairan yang
mempunyai : pH 6,2-7,8 dan temperatur 26,5-31,5 0C.
2.4. Penangkapan
Berdasarkan Prasetyo et al. (1993), alat
tangkap yang dipergunakan oleh nelayan di perairan umum sangat beraneka ragam,
cara pengoperasiannya ada yang pasif dan ada yang aktif. Ditambahkan oleh Utomo
dan Arifin (1991), di DAS musi, penangkapan ikan di daerah rawa atau lebak
lebung kebanyakan menggunakan alat tangkap yang bersifat pasif, sedangkan di
sungai adalah alat tangkap yang bersifat aktif. Menurut Nasution dan Rupawan
(1997), alat tangkap yang tergolong pasif adalah empang (barrier and trap),
corong (Filtering device), bingkai bila (bamboo pot trap), dan rawai (hooks and
line). Alat tangkap yang bersifat aktif adalah jala (cast net), jaring (gillnet)
dan langgian (scoop net).
Beberapa jenis alat tangkap yang biasa
digunakan untuk menangkap ikan gabus oleh nelayan di daerah rawa banjiran
berdasarkan Samuel et al.(1997), Nasution dan Rupawan (1997) adalah jala,
penggilar kawat, bengkirai bilah, tajur, rawai dan empang.
2.5. Makanan
Ikan gabus merupakan ikan karnivora dengan
makanan utamanya adalah udang, katak, cacing, serangga dan semua jenis ikan.
Menurut Allington (2002), pada masa larva ikan gabus memakan zooplankton dan
pada ukuran fingeling, makanannya berupa seraangga, udang dan ikan kecil.
Sementara itu menurut Anonim (2002), pada fase pascalarva ikan gabus memakan
makanan yang mempunyai kuantitas yang lebih besar seperti Daphnia dan Cyclops,
sedangkan ikan dewasa akan memakan udang, serangga, katak, cacing dan ikan.
Pada penelitian Sinaga et al. (2002) di sungai Banjiran Jawa Tenga, diketahui
makanan ikan gabus dengan kisaran panjang total antara 5,78-13,4 cm adalah
serangga air, potongan hewan air, udang dan detritus. Sementara itu berdasarkan penelitian Buchar (1998) di danau
Sabuah Kalimantan Tengah, makanan ikan gabus adalah potongan hewan air, siput
air, rotifera dan Rhizopoda.
2.6. Hubungan Panjang dengan Bobot
Pola pertumbuhan padaikan terdiri atas
pertumbuhan isometrik, yaitu pertambahan bobot seimbang dengan pertambahan
panjang, dan pola pertumbuhan allometrik yaitu pertambahan bobot tidak seimbang
dengan pertambhan panjang. Berdasarkan hasil penelitian Kartamihardja (1994),
ikan gabus yang diperoleh sebanyak 241 ekor dengan panjang total berkisar
antara 15,2 – 62,8 cm dan bobot berkisar antara 45 – 1950 gr. Hubungan panjang dan bobot ikan tersebut
mengikuti persamaan W=0,0213L2,743. pola pertumbuhan ikan gabus di waduk
kedungombo bersifat allometrik (b¹3).
2.7. Faktor Kondisi
Hile (1936) dalam weatherley (1972),
melakukan penelitian pada populasi ikan cisco (Leucichthys artedi) di beberapa
danau di Amerika Utara, hasilnya menunjukan bahwa perbedaan populai akan
berpengaruh terhadap kondisi ikan tersebut.
Sedangkan hasil penelitian Allen (1951) dalam Weatherley (1972) padaikan
Trout di sungai Harokiwi menyatakan bahwa faktor kondisi ikan juga di pengaruhi
oleh musim, yaitu pada musim panas kondisi ikan Trout lebih baik di bandingkan
pada musim lain. Di tambahkan juga oleh Weathersley (1972), yang melakukan penelitian
di Tasmania, bahwa kondisi ikan Tench dewasa dengan ukuran 20 – 30 cm juga di
pengaruhi proses pemijahan selain faktor musim.
2.8. Pertumbuhan
Dengan pertumbuhan ikan gabus pada beberapa
jenis perairan yang di nyatakan dalam persamaan Von Beartalanffy adalah sebagai
berikut : padaa perairan waduk kedungombo jawa tengah yaitu Lt = 66,93 {l-e-1,1(t-to)}
dan di danau Tondano Sulawesi Utara yaitu Lt = 45,7 {l - -1,1(t-to) }.
Pertumbuhan ikan gabus di danau Tondano
lebih rendah di bandingkan pertumbuhan ikan gabus di waduk kedungombo, keadaan
tersebut dapat di lihat dari nilai Loo ikan gabus di waduk kedungombo yang
lebih besar yaitu 66,93 cm di bandingkan di danau Tondano yaitu 47,7 cm
(Kartamihardja, 1994 ; 2000).
2.9. Reproduksi
Ikan gabus membuat sarang di sekitar
tumbuhan air atau pingiran perairan yang dangkal. Sarang ikan gabus membentuk
busa di antara tanaman air di periran yang berarus lemah (Syfei et al.,1995;
Alington, 2000). Berdasarkan Anonim
(2002), di Srilangka ikan gabus di alam memijah beberapa kali dalam setahun,
sedangkan di Philipina ikan gabus dapat memijah setiap bulan. Ditambahkan oleh
Allington (2002), ikan gabus dapat memijah pada umur 9 bulan dengan panjang
total sekitar 21 cm. Musim pemijahan ikan gabus di Thailand antara bulan mei
sampai oktober, dengan puncaknya pada bulan juli sampai september. Sementara
itu berdasarkan duong nhut Long et al.I (2002), yang melakukan penelitian
terhadap ikan gabus di delta Mekong, diperoleh ikan gabus yang matang kelamin
lebih dahulu adalah ikan gabus betina. Berdasarkan penelitian Kartamihardja
(1994), di waduk kedungombo Jawa Tengah ikan gabus betina mulai matang kelamin
pada ukuran panjang total 16,5 cm.
Umumnya telur-telur yang telah dibuahi akan
menetas dalam waktu 24 jam (pada kondisi alami) sedangkan pada kondisi
laboratorium atau budidaya telur akan menetas setelah 48 jam Anonim, 2002).
Umumnya induk jantan akan menjaga sarang dan telur selama periode inkubasi
paling lama 3 hari. Benih ikan akan bergerombol dan salah satu dari induknya
akan menjaga mereka sepanjang waktu (Syafei et al, 1985; Allington, 2002).
2.10. Tingkat Kematangan Gonad
Ukuran ikan pada saat pertama kali matang
gonad tidak selalu sama (Effendie, 1979). Menurut Blay dan Egeson (1980),
perbedaan ukuran ini terjadi akibat perbedaan kondisi ekologis perairan.
Menurut Utomo et al, (1992); Chen (1976),
dalam Sinaga et al. (2000), ikan gabus dan jenis ikan rawa lainnya melakukan
pemijahan di awal atau pertengahan musim hujan. Berdasarkan Kartamihardja
(1994), yang melakukan penelitian di waduk Kedungombo Jawa Tengah di peroleh
indeks kematangan gonad ikan gabus betina meningkat mulai dari 1,16% pada
tingkat kematangan I sampai mencapai 4,15% pada tingkat kematangan V yang
kemudian menurun tajam pada tingkat kematangan VI, yang menunjukkan penurunan
berat gonad karena terjadinya pelepasan telur pada saat memijah.
2.11. Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur matang dalam
ovari yang akan dikeluarkan pada waktu memijah (Hunter et al, 1992).
Pertumbuhan bobot dan panjang ikan cendrung meningkat fekunditas secara linier.
Sebagai ikan mas (Cyprinus carpio) dengan panjang 15 cm mempunyai fekunditas 13512 butir, dan
panjang 60 cm mempunyai fekunditas 2945000 butir (Bardach et al., 1972).
Menurut Kartamihardja (1994), yang
melakukan penelitian biologi reproduksi populasi ikan gabus di Waduk Kedongombo
Jawa Tengah, diperoleh kesimpulan bahwa ikan gabus di daerah tersebut memijah
dengan perbandingan kelamin jantan dan betina 1 : 1. Fekunditas ikan gabus yang
dihitung dari 24 individu dengan kisaran panjang total antara 18,5-50,5 cm,
kisaran bobot antara 60-1020 g dan kisaran bobot gonad antara 2,70-16,02 g
berkisar antara 2585-12880 butir. Fekunditas tersebut lebih besar dari
rata-rata fekunditas ikan gabus yang terdapat di rawa-rawa Pekanbaru Riau yang
berkisar antara 1190-11307 butir telur.
Hal ini karena ukuran ikan yang diteliti di rawa-rawa Pekanbaru lebih
kecil yaitu antara 165-360 mm dengan bobot antara 35-375 g dan bobot gonad
antara 0,82-7,84 g.
2.12. Diameter Telur
Pengukuran diameter telur pada gonad yang
sudah matang berguna untuk menduga frekuensi pemijahan, yaitu dengan modus
penyebarannya. Telur-telur ikan gabus yang telah dibuahi mengapung pada busa,
diameter telur tersebut sekitar 1,5 mm (Anonim, 2002). Sedangkan berdasarkan
Duong Nhut Long et al., (2002) ukuran telur ikan gabus rata-rata pada TKG IV
adalah antara 0,10-1,6 mm.
TEKNIK BUDIDAYA
3.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Dalam pembuatan kolam pemeliharaan ikan
gabus sebaiknya ukurannya tidak terlalu luas. Hal ini untuk memudahkan
pengontrolan dan pengawasan. Bentuk dan ukuran kolam pemeliharaan bervariasi,
tergantung dari selera pemilik dan lokasinya. Tetapi sebaiknya bagian dasar dan
dinding kolam dibuat permanen.
Pada minggu ke I samapi ke VI air harus
dalam keadaan jernih, kolam bebas dari pencemaran meupun fitoplankton. Ikan
gabus pada umur 7 – 9 minggu kejernihan airnya harus dipertahankan. Pada minggu
ke 10 air dalam batas-batas tertentu masih diperbolehkan. Kekeruhan menunjukan
kadar bahan padat yang melayang dalam air (plankton). Alat untuk mengukur
kekeruhan air disebut secchi disk.
Prakiraan kekeruhan air berdasarkan usia
ikan gabus (minggu) sesuai dengan angka secchi :
Usia 10 – 15 minggu, angka secchi = 30 - 50
Usia 16 – 19 minggu, angka secchi = 30 – 40
Usia 20 – 24 minggu, angka secchi = 30
3.2. Penyiapan Bibit
1). Menyiapkan Bibit
Pemilihan Induk
Syarat induk yang baik
Induk harus sipa untuk memijah
Perawatan induk ikan gabus
Pemijahan
3.3. Pemeliharaan dan Pembesaran
1). Pemupukan
Sebelum digunakan, kolam terlebiha dahulu
dipupuk. Pemupukan bermaksud untuk
menumbuhkan plankton yang menjadi pakan alami bagi benih ikan gabus.
Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang
(kotoran ayam). Dengan dosis 500 – 700 gram/m2. dapat pula ditambah dengan Urea
15 gram/m2, TSP 20 gram/m2, dan Amonium Nitrat 15 gram/m2. selanjutnya
dibiarkan selama 3 hari.
Kolam diisi kembali dengan air segar.
Mula-mula 30-50 cm dan dibiarkan selamaz 1 minggu sampai warna pada air kolam
berubah menjadi kecoklatan atau kehijauan yang menunjukkan jasad-jasad renik
yang tumbuh sebagai makanan alami benih ikan gabus.
Secara bertahap ketinggian air ditambah,
sebelum benih gabus ditebar.
2). Pemberian Pakan
Makanan alami yang berupa zooplankton,
larva, cacing-cacing dan serangga air. Makanan berupa fitoplankton adalah
Gomponema spp (golongan Diatome), anabaena spp (Golongan Cyanophyta), Navicula
spp (golongan Diatome). Ikan gabus juga menykai pakan busuk yang berprotein
serta kotorang yang berasal dari kakus.
Makanan tambahan dapat diberikan sisa-sia
makanan keluarga, daun kubis, tulang ikan, tulang ayam yang dihancurkan, usus
ayam, dan bangkai. Campuran dedak dan ikan rucah (9 : 1) atau campuran bekatul,
jagung, dan bekicot (2 : 1 : 1).
Pakan buatan (pellet) dapat diberikan
dengan komposisi (% berat) : tepung ikan = 27; bungkil kacang kedelai 20; tepung
terigu 10,50; bungkil kacang tanah 18; tepung kacang hijau 9; tepung darah 5;
dedak 9; vitamin 1; mineral 0,5. cara pemberian pakan pellet mulai dikenalkan
pada benih ikan gabus pada umur 6 minggu dan diberikan 10 – 15 menit sebelum
pemberian makanan yang berbentuk tepung. Pada minggu ke 7 dan seterusnya sudah
dapat diberikan pakan berpa pellet. Hindarhan pemberian pakan pada saat terik
matahari, karena suhu suhu tinggi dapat mengurangi nfsu makan ikan gabus.
PENYAKIT
4.1. Jenis Penyakit
Penyakit yang sering menyerang ikan gabus
adalah parasit yang disebabkan oleh organisme tingkat rendah seperti virus,
bakteri, jamur, dan protozoa. Namun, jenis penyakit yang dibahas dalam buku ini
adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Jenis penyakit dan penyebabnya
NO
|
NAMA PENYAKIT
|
PENYEBAB
|
1.
|
Bintik Putih
(White Spot)
|
Penyebabnya adalah jamur Ichthiopthirius
multifiliis. Penularan penyakit ini dapat melalui air dan kontak langsung
antar ikan.
|
Tabel 2. Penyakit dan gejala serangan
NO
|
NAMA PENYAKIT
|
GEJALA SERANGAN
|
1.
|
Bintik Putih
(White Spot)
|
Timbul bintik-bintik putih pada bagian
ekor, kepala, dan punggung.
Gerakan lemah.
Nafsu makan berkurang.
|
4.2. Pengobatan
Penyakit yang menyerang ikan gabus dapat
diobati dengan menggunakan bahan kimia dan bahan alami. Secara rinci dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3. Pengobatan dengan menggunakan
bahan kimia
NO
|
NAMA PENYAKIT
|
PENGOBATAN DENGAN BAHAN KIMIA
|
1.
|
Bintik putih
(White Spot)
|
Menggunakan Formalin untuk menghilangkan
lendir dengan dosis 0,1 ppm atau 0,1 mg (0,1 ml) / liter air.
2.Menggunakan Malachite Green (MG) untuk
membunuh Ichtthyoptirius multifulis dengan dosis 0,1 ppm atau 0,1 mg (0,1 ml)
/ liter air.
|
Tabel 4. Pengobatan dengan bahan alami
NO
|
NAMA PENYAKIT
|
PENGOBATAN DENGAN BAHAN ALAMI
|
1.
|
Bintik putih
(White Spot)
|
1. Daun Sambiloto
- Dosis 10 lembar/10 liter air.
- Rendam selama 20 jam.
2. Mahkota Dewa
Dosis 10 iris/2 liter air, direbus sampai sisa air sebanyak 1 liter dan
dibiarkan sampai dingin.
Rendam selama 8 jam sampai ikan benar-benar sembuh.
|
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2002. Budidaya Ikan Air Tawar. Deputi
Manegeristik Bidang Pendayagunaan dan Kemasyarakatan IPTEK. Jakarta.
Djuanda, Tatang. 1981. Dunia Ikan. Armico.
Bandung.
Sentis Y. dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri
Kesehatan Ikan “Ikan Gabus Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan
Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.
Siswoyo, Pujo. 2004. Tumbuhan Berkhasiat
Obat. Absolut. Yogyakarta.
Skripsi hasil penelitian Mahasiswa IPB tahun
2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar