Jumat, 17 September 2021

KEONG SAWAH SEBAGAI PAKAN BUATAN ALTERNATIF PADA IKAN


KEONG SAWAH SEBAGAI PAKAN BUATAN ALTERNATIF PADA IKAN




Indonesia sebenarnya memiliki berbagai sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan atau pelet. Contoh sumber daya alam yang dapat digunakan sebagai bahan baku pakan adalah keong sawah. Bahan baku tersebut mudah diperoleh atau pun dibudidayakan dan bukan bahan kebutuhan pokok manusia. Kandungan nutrisi yaitu protein dari keong sawah hampir setara dengan kandungan protein tepung ikan impor. Sayangnya masih sedikit usaha untuk mengolah dan membuat pakan sekala rumahan menggunakan bahan baku ini khususnya di Indonesia. Adanya upaya mengkonversi bahan baku pelet dari tepung ikan impor ke bahan baku keong sawah yang harganya lebih murah dengan kualitas yang hampir sama sehingga harga jual pakan menjadi lebih murah dan dapat dijangkau oleh pelaku budidaya. Pelaku budidaya membutuhkan pakan yang memiliki kandungan nutrisi yang memadai dan harga yang murah.
Hal ini menunjukkan kebutuhan akan pakan ikan terus meningkat seiring dengan berkembangnya usaha-usaha perikanan budidaya secara intensif. Selama ini jenis pakan yang digunakan oleh pembudidaya adalah pakan ikan olahan dari pabrik, namun pada umumnya daya beli masyarakat tidak dapat menjangkau karena harga pakan buatan pabrik mahal dan terus mengalami kenaikan harga. Harga pakan yang mahal disebabkan oleh bahan baku pakan pabrik menggunakan tepung ikan impor yang memiliki kualitas tinggi. Sedangkan tepung ikan lokal memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan tepung ikan impor. Tepung ikan lokal memiliki kualitas yang lebih rendah karena bahan baku tepung ikan lokal adalah sisa ikan yang tidak habis terjual atau ikan dengan kualitas yang rendah. Hal ini menyebabkan industri pakan atau pelet lebih banyak menggunakan tepung ikan impor dibanding tepung ikan lokal meskipun menyebabkan harga pakan menjadi mahal.
Pakan buatan berbahan baku keong sawah sangat bagus untuk dilaksanakan dan dikembangkan di Indonesia. Seiring dengan berkembangnya sistem budidaya ikan secara intensif akan semakin besar kebutuhan terhadap pakan ikan buatan. Dan apabila usaha budidaya ikan secara intensif telah menjadi “trademark” usaha perikanan, kiranya akan membuka peluang usaha produksi masal pakan ikan buatan sekala rumahan sebagai kebutuhan alternatif. Pakan buatan yang sering disebut pelet menurut Zonneveld (1991) adalah pakan kering dengan kadar air di bawah 10% dan kandungan nutrisinya lengkap sesuai kebutuhan dari jenis ikan yang dibudidayakan.
Pemilihan bahan baku keong sawah sebagai pengganti tepung ikan impor karena memiliki nilai gizi yang lengkap dan hampir sama kandungan proteinnya dengan tepung ikan impor, mudah dicerna, tidak mengandung racun, mudah diperoleh, bukan kebutuhan pokok manusia, bahan baku bisa dibudidayakan, sehingga potensial untuk perkembangan proses produksi pakan ke depan. Indonesia sebagai lokasi produksi pakan dan menyediakan bahan baku yang melimpah merupakan daerah persawahan sehingga keong sawah tersedia cukup banyak, selain itu keong belum dimanfaatkan oleh penduduk karena keong merupakan hama bagi para petani.
Bellamiya javanica diklasifikasikan sebagai kingdom animalia atas dasar taksonomi atau penggolongan makhluk hidup. Keong sawah tergolong kelas Gastropoda (dalam bahasa latin, gaster = perut, podos = kaki), adalah kelompok hewan yang menggunakan perut sebagai alat gerak atau kakinya. Hewan ini memiliki ciri khas berkaki lebar dan pipih pada bagian ventrel tubuhnya. Keong sawah bergerak lambat menggunakan kakinya dan memiliki sepasang tentakel panjang dan sepasang tentakel pendek. Pada ujung tentakel panjang terdapat mata yang berfungsi untuk mengetahui gelap dan terang. Sedangkan pada tentakel pendek berfungsi sebagai alat peraba dan pembau. Karena keong sawah ini tergolong gastropoda akuatik maka ia bernapas dengan insang. Insangnya berupa kulit yang berlapis-lapis sangat tipis didalam tubuhnya.
Klasifikasi (Keong Sawah) ini adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Familia : Filopaludinam
Genus : Bellamiya
Spesies : Bellamiya Javanica (Van Benthem Jutting, 1956, 1059 & 1963)
Berdasarkan penggolongan tersebut, hewan ini memiliki ciri:
  1. Tubuh tersusun atas rangka atau cangkang yang terbuat dari bahan zat kitin dalam tubuhnya.
  2. Cangkang pada spesies Bellamiya javanica (keong sawah) berbentuk spiral asimetris.
  3. Bentuk kakinya khas yaitu telapak kaki yang datar yang terdapat berbagai kelenjar yang dapat menghasilkan lendir yang dapat berfungsi untuk merayap pada substrat (tempat menempel).
  4. Alat geraknya menggunakan perut sesuai dengan kelasnya yaitu gastropoda (gaster = perut, podos = kaki). Perut digunakan kaki sebagai alat bantu pergerakannya.

  1. Kaki
Kaki merupakan perpanjangan/penjuluran dari bagian Ventral tubuh yang berotot Kaki ini pada tutut/keong sawah menyatu dengan perut, berfungsi untuk bergerak. Bergeraknya dengan cara merangkak secara perlahan.
  1. Massa Viseral
Massa viseral ialah bagian tubuh yang lunak. Masa viseral ini merupakan bagian tubuh yang terdapat didalam cangkang dan tidak tampak dari luar. Di dalam massa viseral terdapat organ-organ seperti organ pencernaan, ekskresi, dan reproduksi. Massa viseral dilindungi oleh mantel.
  1. Mantel
Mantel adalah jaringan tebal yang melindungi massa viseral. Mantel membentuk suatu rongga yang disebut rongga mantel. Di dalam rongga mantel berisi cairan. Cairan tersebut adalah tempat lubang insang, lubang ekskresi dan anus.
4. Cangkang
Merupakan rangka tubuh terluar yang berfungsi untuk melindungi diri dari predator atau serangan musuh. Selain itu, cangkang digunakan tutut/keong sawah (Bellamiya Javanica) sebagai rumah atau tempat masa peristirahaatan disaat pergntian musim. Karena pada saat musim kemarau, tutut/keong sawah akan mengalami kekeringan dihabitatnya. Oleh karena itu ia harus mengubur dirinya dalam-dalam dilumpur yang pekat dengan menggunakan cangkang agar tetap bertahan hidup.
  1. Penutup (Overculum)
Penutup ini digunakan tutut untuk menutup dirinya didalam angkang saat merasakan ada musuh yang akan menyerang. Kalau diibaratkan seperti rumah, penutup (Overculum) adalah pintunya.
  1. Kepala
Kepala tutut/keong sawah (Bellamiya Javanica) hampir tidak pernah terlihat tampak, karena terhalang oleh cangkang. Namun sekali-kali ketika ia menempel pada substrat (bidang yang ditempeli), maka ia akan menampakkan kepalanya dengan menjulurkan dua pasang tentakel. Satu pasang berupa mata untuk membedakan gelap dan terang, satu pasang berupa alat penerima sinyal dari bahaya serangan musuh.
Harga jual pakan buatan rumahan dengan bahan baku keong sawah tidak mahal namun tetap memberi keuntungan. Harga pakan dengan bahan baku keong sawah menjadi lebih murah karena dalam pembuatan pakan menggunakan prinsip pemanfaatan sumber daya alam yang terdapat di sekitar tempat produksi dan yang tidak dikonsumsi secara langsung oleh manusia atau pemanfaatan bahan baku yang memiliki nilai nutrisi dan nilai ekonomi dari pada bahan pangan hewani yang akan dihasilkan sehingga biaya produksi dapat ditekan serendah mungkin dan harga jual dapat disesuaikan dengan isi kantong pelaku budidaya atau petani.

Rabu, 15 September 2021

Keramba Jaring Apung (KJA)






Keramba Jaring Apung (KJA) dapat dibuat dalam berbagai ukuran desain dan bahan tergantung pada kemudahan penanganan daya tahan bahan baku harga dan faktor lainnya. Jaring atau wadah untuk pemeliharaan ikan tawar dibuat dari bahan polietilen. Bentuk dan ukuran bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh jenis ikan yang dibudidayakan, ukuran ikan, kedalaman perairan, serta faktor kemudahan dalam pengelolaan. Konstruksi wadah jaring terapung terdiri dari beberapa bagian, antara lain :
  1. Kerangka Keramba Jaring Apung
Kerangka (bingkai) jaring terapung dapat dibuat dari bahan kayu, bambu atau besi yang dilapisi bahan anti karat (cat besi). Memilih bahan untuk kerangka, sebaiknya disesuai-kan dengan ketersediaan bahan di lokasi budidaya dan nilai ekonomis dari bahan tersebut. Kayu atau bambu secara ekonomis memang lebih murah dibandingkan dengan besi anti karat, tetapi jika dilihat dari masa pakai dengan menggunakan kayu atau bambu jangka waktu (usia teknisnya) hanya 1,52 tahun. Sesudah 1,52 tahun masa pakai, kerangka yang terbuat dari kayu atau bambu ini sudah tidak layak pakai dan harus direnofasi kembali. Jika akan memakai besi anti karat sebagai kerangka jaring pada umumnya usia ekonomis/angka waktu pemakaiannya relatif lebih lama, yaitu antara 45 tahun. Pada umumnya petani ikan di jaring terapung menggunakan bambu sebagai bahan utama pembuatan kerangka, karena selain harganya relatif murah juga ketersediaannya di lokasi budidaya sangat banyak. Bambu yang digunakan untuk kerangka sebaiknya mempunyai garis tengah 57 cm di bagian pangkalnya, dan bagian ujungnya berukuran antara 35 cm. Jenis bambu yang digunakan adalah bambu tali. Ada juga jenis bambu gombong yang mempunyai diameter 12 -15 cm tetapi jenis bambu ini kurang baik digunakan untuk kerangka karena cepat lapuk. Ukuran kerangka jaring terapung berkisar antara 5×5 meter sampai 10×10 meter. Petani ikan jaring terapung di perairan cirata pada umumnya menggunakan kerangka dari bambu dengan ukuran 7×7 meter. Kerangka dari jaring apung umumnya dibuat tidak hanya satu petak/kantong tetapi satu unit. Satu unit jaring terapung terdiri dari empat buah petak/kantong.
  1. Pelampung Keramba Jaring Apung

Pelampung berfungsi untuk mengapungkan kerangka/jaring terapung bahan yang digunakan sebagai pelampung berupa drum (besi atau plastik) yang berkapasitas 200 liter, busa plastik (stryrofoam) atau fiberglass. Jenis pelampung yang akan digunakan biasanya dilihat berdasarkan lama pemakaian. Jika akan menggunakan pelampung dari drum maka drum harus terlebih dahulu dicat dengan menggunakan cat yang mengandung bahan anti karat. Jumlah pelampung yang akan digunakan disesuaikan dengan besarnya kerangka jaring apung yang akan dibuat. Jaring terapung berukuran 7×7 meter, dalam satu unit jaring terapung membutuhkan pelampung antara 3335 buah.
  1. Pengikat Keramba Jaring Apung
Tali pengikat sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat seperti tambang plastik, kawat ukuran 5 mm, besi beton ukuran 8 mm atau 10 mm. Tali pengikat ini digunakan untuk mengikat kerangka jaring terapung, pelampung atau jaring.
  1. Jangkar keramba jaring apung
Jangkar berfungsi sebagai penahan jaring terapung agar rakit jaring terapung tidak hanyut terbawa oleh arus air dan angin yang kencang. Jangkar terbuat dari bahan batu, semen atau besi. Pemberat diberi tali pemberat/tali jangkar yang terbuat dari tambang plastik yang berdiameter sekitar 10 mm15 mm. Jumlah pemberat untuk satu unit jaring terapung empat petak/kantong adalah sebanyak 4 buah. Pemberat diikatkan pada masing-masing sudut dari kerangka jaring terapung. Berat jangkar berkisar antara 5075 kg.
  1. Jaring Keramba Jaring Apung
Jaring yang digunakan untuk budidaya ikan di perairan umum biasanya terbuat dari bahan polyethylene atau disebut jaring trawl. Ukuran mata jaring yang digunakan tergantung dari besarnya ikan yang akan dibudidayakan. Kantong jaring terapung ini mempunyai ukuran bervariasi disesuaikan dengan jenis ikan yang dibudidayakan, untuk ikan air laut ukuran kantong jaring yang biasa digunakan berukuran mulai 2x2x2 m sampai 5x5x5 m. Sedangkan untuk jenis ikan air tawar berkisar antara 3x3x3 m sampai 7x7x2,5 m. Untuk mengurangi resiko kebocoran akibat gigitan binatang lain biasanya kantong jaring terapung dipasang rangkap (doubel) yaitu kantong jaring luar dan kantong jaring dalam. Ukuran jaring bagian luar biasanya mempunyai mata jaring (mesh size) yang lebih besar. Salah satu contohnya adalah sebagai berikut :
  1. Jaring polyethylene no. 380 D/9 dengan ukuran mata jaring (mesh size) sebesar 2 inch (5,08 cm) yang dipergunakan sebagai kantong jaring luar.
  2. Jaring polyethylene no. 280 D/12 dengan ukuran mata jaring 1 inch (2,5 cm) atau 1,5 inch (3,81 cm) dipergunakan sebagai kantong jaring dalam.

Jaring yang mempunyai ukuran mata jaring lebih kecil dari 1 inch biasanya digunakan untuk memelihara ikan yang berukuran lebih kecil. Di perairan umum khususnya dalam budidaya ikan di jaring terapung ukuran jaring yang digunakan adalah ukuran ¾-1 inch. Kantong jaring yang digunakan untuk memelihara ikan dapat diperoleh dengan membeli jaring utuh. Dalam hal ini biasanya jaring trawl dijual dipasaran berupa lembaran atau gulungan. Langkah awal yang harus dilakukan untuk membuat kantong jaring adalah membuat desain/rancangan kantong jaring yang akan dipergunakan. Ukuran kantong jaring yang akan dipergunakan berkisar antara 2×2 m sampai dengan 10×10 m. Setelah ukuran kantong jaring yang akan dipergunakan, misalnya akan dibuat kantong jaring dengan ukuran 7x7x2 m, langkah selanjutnya adalah memotong jaring. Untuk memotong jaring harus dilakukan dengan benar berdasarkan pada ukuran mata jaring dan tingkat perenggangannya saat terpasang di perairan. Menurut hasil penelitian, jaring dalam keadaan terpasang atau sudah berupa kantong jaring akan mengalami perenggangan atau mata jaring dalam keadaan tertarik/terbuka (Hang In Ratio).
Nilai Hang In Ratio dalam membuat kantong jaring terapung adalah 30%. Adapun perhitungan yang digunakan untuk memotong jaring ada dua cara, yaitu : (1) menggunakan rumus tertentu dan (2) melakukan perhitungan cara di lapangan. Rumus berdasarkan Hang In Ratio adalah sebagai berikut :
Keterangan :
S : Hang In Ratio
L : Panjang jaring sebelum Hang In atau dalam keadaan tertarik
i : Panjang tali ris
D : dalam kantong jaring (jumlah mata jaring dikalikan ukuran mata jaring dalam keadaan tertarik)
d : dalam kantong jaring sesudah Hang In
Contoh penggunaan rumus dalam menghitung jaring yang akan dipotong dengan ukuran 7x7x2 m adalah sebagai berikut :
Misalnya, kantong jaring yang akan dibuat 7x7x2 m dengan ukuran mata jaring (mesh size) 2 inch (5,08 cm). Diketahui Hang In Ratio (S) adalah 30% = 0,3, Panjang tali ris (i) = 4×7 m = 28 m.  Maka untuk mencari panjang jaring sebelum Hang In adalah :
Jadi panjang tiap sisi adalah 40 m : 4 = 10 m Jumlah mata jaring 10 m = 1000 cm : 5,08 cm = 197,04 mata jaring dibulatkan 197 mata jaring. Diketahui dalam jaring sesudah Hang In (d) adalah 2 m, maka dalam kantong jaring sebelum dipotong (D) adalah :
Jadi jumlah mata jaring 2,8 m = 280 cm : 5,08 cm = 55,1 mata jaring dibulatkan menjadi 55 mata jaring.
Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh ukuran lembaran jaring yang akan dipotong untuk kantong jaring berukuran 7x7x2 m adalah 197x197x55 mata jaring.
Sedangkan para petani ikan dilapangan biasanya menghitung jaring yang akan digunakan untuk membuat kantong jaring menggunakan perhitungan sebagai berikut :
Misalnya kantong jaring yang akan dibuat berukuran 7x7x2 m dengan ukuran mata jaring (mesh size) 2 inch (5,08 cm). Berdasarkan hasil penelitian panjang jaring akan berkurang sebesar 30% dari semula. Maka secara praktis dilapangan diperhitungkan jumlah mata jaring dalam setiap meter adalah :
Jadi dalam satu meter jaring yang berukuran 1 inch terdapat 56 mata jaring, sehingga jika akan membuat jaring dengan ukuran 7x7x2 m, jumlah mata jaringnya adalah 392x392x112 mata jaring. Sedangkan ukuran mata jaring yang akan digunakan adalah 2 inch maka jumlah mata jaring yang akan dipotong adalah 196x196x56. Angka-angka ini diperoleh dari hasil perkalian antara ukuran kantong jaring dengan jumlah mata jaring. Berdasarkan hasil kedua perhitungan tersebut memperoleh nilai yang tidak jauh berbeda. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memindahkan pola yang telah dibuat langsung kejaring.
  1. Pemberat keramba jaring apung
Pemberat yang digunakan biasanya terbuat dari batu atau timah yang masing-masing beratnya antara 25 kg. Fungsi pemberat ini agar jaring tetap simetris dan pemberat ini diletakkan pada setiap sudut kantong jaring terapung.
  1. Tali/tambang keramba jaring apung
Tali/tambang yang digunakan biasanya disesuaikan dengan kondisi perairan pada perairan tawar adalah tali plastik yang mempunyai diameter 510 mm, sedangkan pada perairan laut tali/tambang yang digunakan terbuat dari nilon atau tambang yang kuat terhadap salinitas.Tali/tambang ini dipergunakan sebagai penahan jaring pada bagian atas dan bawah. Tali tambang ini mempunyai istilah lain yang disebut dengan tali ris. Panjang tali ris adalah sekeliling dari kantong jaring terapung. Misalnya, kantong jaring terapung berukuran 7x7x2m maka tali risnya adalah 7×4 =28 m. Dengan dikalikan empat karena kantong sisi jaring terapung adalah empat sisi. Khusus untuk tali ris pada bagian atas sebaiknya dilebihkan 0,5 m untuk setiap sudut. Jadi tali risnya mempunyai panjang 28 m +(4×0,5 m) = 30m. Hal ini untuk memudahkan dalam melakukan aktivitas kegiatan operasional pada saat melakukan budidaya ikan.

Kamis, 09 September 2021

PENANGKAPAN IKAN YANG MERUSAK EKOSISTEM



 Pada era serba terbuka ini penyuluh perikana sebagai agen perubahan harus paham betul tentang kegiatan-kegiatan pelaku utama yang menimbulkan dampak terhadap kerusakan lingkungan perairan. Kegiatan penangkapan yang dilakukan  nelayan seperti  menggunakan bahan peledak, bahan beracun dan menggunakan alat tangkap trawl, bertentangan dengan kode etik penangkapan. Kegiatan ini umumnya bersifat merugikan bagi sumberdaya perairan yang ada. Kegiatan ini semata-mata hanya akan memberikan dampak yang kurang baik bagi ekosistem perairan, akan tetapi memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan. Dalam kegiatan penangkapan yang dilakukan nelayan dengan cara dan alat tangkap yang bersifat merusak yang dilakukan khususnya oleh nelayan tradisional. Untuk menangkap sebanyak-banyaknya ikan karang yang banyak, digolongkan kedalam kegiatan illegal fishing. Karena kegiatan penangkapan yang dilakukan semata-mata memberikan keuntungan hanya untuk nelayan tersebut, dan berdampak kerusakan untuk ekosistem karang. Kegiatan yang umumnya dilakukan nelayan dalam melakukan penangkapan dan termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti kegiatan penangkapan dengan pemboman, penangkapan dengan menggunakan racun serta penggunaan alat tangkap trawl pada daerah yang memiliki karang.

Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan peledak merupakan cara yang sering digunakan oleh nelayan tradisional di dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan khususnya di dalam melakukan penangkapan ikan-ikan karang. Penangkapan ikan-ikan karang dengan menggunakan bahan peledak dapat memberikan akibat yang kurang baik, baik bagi ikan-ikan yang akan ditangkap maupun untuk karang yang terdapat pada lokasi penangkapan. Penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di sekitar daerah terumbu karang menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu karang yang ada di sekitar lokasi peledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan merupakan sasaran penangkapan. Oleh sebab itu, penggunaan bahan peledak berpotensi menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem terumbu karang.
Kegiatan yang marak dilakukan oleh nelayan adalah dengan menggunakan obat bius atau bahan beracun lainnya. Bahan beracun yang umum dipergunakan dalam penangkapan ikan dengan pembiusan seperti sodium ataupotassium sianida. Seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen terhadap ikan hias dan hidup, memicu nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan yang merusak dengan menggunakan racun sianida. Kegiatan ini umum dilakukan oleh nelayan untuk memperoleh ikan hidup.
Hasil yang diperoleh dengan cara ini memang merupakan ikan yang masih hidup, tetapi penggunaannya pada daerah karang memberikan dampak yang sangat besar bagi terumbu karang. Selain itu penangkapan dengan cara ini dapat menyebabkan kepunahan jenis-jenis ikan karang tertentu. Racun tersebut dapat menyebabkan ikan besar dan kecil menjadi mabuk dan mati. Disamping mematikan ikan-ikan yang ada, sisa racun dapat menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan terumbu karang, yang ditandai dengan perubahan warna karang yang berwarna warni menjadi putih yang lama kelamaan karang menjadi mati.
Kegiatan lain yang termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang. Kegiatan ini merupakan kegiatan penangkapan yang bersifat merusak dan tidak ramah lingkungan. Penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang dapat dilihat pada kasus yang terjadi di perairan Bagan Siapi-Api, Provinsi Sumatera Utara dan di Selat Tiworo, Provinsi Sulawesi Tenggara. Sebagaimana telah kita ketahui bersama, penggunaan alat tangkap ini sudah dilarang penggunaannya di Indonesia karena alat tangkap tersebut termasuk kedalam alat tangkap yang sangat tidak ramah lingkungan karena memiliki selektifitas alat tangkap yang sangat buruk. Nelayan di Sulawesi Utara cenderung tidak memperdulikan hukum yang ada. Mereka tetap melakukan proses penangkapan dengan menggunakan alat tangkap trawl. Alat yang umumnya digunakan oleh nelayan berupa jaring dengan ukuran yang sangat besar, memiliki lubang jaring yang sangat rapat sehingga berbagai jenis ikan mulai dari ikan berukuran kecil sampai dengan ikan yang berukuran besar dapat tertangkap dengan menggunakan jaring tersebut.
Cara kerjanya alat tangkap ditarik oleh kapal yang mana menyapu ke dasar perairan. Akibat penggunaan pukat harimau (trawl) secara terus menerus menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya perikanan. Hal ini dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah tertangkap oleh alat ini sehingga tidak memiliki kesempatan untuk memijah dan memperbanyak spesiesnya. Selain hal tersebut, dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan alat tangkap ini pada daerah karang adalah rusaknya terumbu karang akibat tersangkut ataupun terbawa jaring (a) .
 Ketergantungan yang tinggi negara-negara Asia Tenggara khususnya Indonesia terhadap sumber daya laut menyebabkan nelayan ingin menangkap ikan dalam jumlah banyak melalui cara yang mudah yaitu dengan cara merusak (destructive fishing) (b).
Berdasarkan data Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2011, lebih dari 60 persen terumbu karang Indonesia dalam kondisi rusak. Kerusakan itu seiring dengan bertambahnya kepadatan populasi manusia di sepanjang pantai. Ledakan jumlah penduduk di sepanjang pantai telah meningkatkan ancaman degradasi keanekaragaman hayati ekosistem terumbu karang. Apalagi pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya laut hingga saat ini belum diatur dengan baik, dan masyarakat dengan bebas mengeksploitasinya. Rusaknya terumbu karang sangat disayangkan, mengingat Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia; 17.504 pulau dengan panjang garis pantai 95.181 kilometer. Ekosisten utama di daerah pesisir adalah ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Terumbu karang Indonesia sangat menarik, karena terletak dalam segitiga terumbu karang (coral triangle) yang meliputi Indonesia, Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini, dan Kepulauan Salomon. Total luas terumbu karang di kawasan segitiga terumbu karang sekitar 75.000 kilometer per segi dan merupakan sumber utama suplai ikan tuna dunia. Di kawasan segitiga terumbu karang itu, Indonesia memiliki luas terumbu karang sekitar 51.000 kilometer persegi atau sekitar 18 persen dari total luas terumbu karang dunia. Namun, berbagai permasalahan mengancam ekosistem laut dunia, termasuk Indonesia, karena pemanasan global, gempa bumi, tsunami, serta pengasaman air laut karena banyaknya kandungan karbon dioksida dalam udara.
Selain itu perilaku manusia telah berkontribusi cukup besar terhadap kerusakan terumbu karang, seperti pencemaran laut, penangkapan ikan dengan bahan peledak, dan pengambilan terumbu karang untuk diperjualbelikan secara illegal. Bom ikan biasanya terbuat dari potassium nitrate, batu kerikil, dan minyak tanah yang dimasukkan dalam botol-botol mulai botol minuman suplemen, botol bir, dan botol minuman keras. Berat setiap botol kurang lebih setengah hingga dua kilogram. Setiap botol bom ini memiliki spesifikasi berbeda-beda. Botol bom yang terbuat dari minuman suplemen umumnya digunakan mengebom ikan dalam jumlah yang kecil mulai 1–5 kuintal ikan. Sedangkan botol bom yang terbuat dari botol bir dipakai untuk mengebom ikan dalam jumlah yang besar hingga berton-ton. Satu bom seukuran botol minuman suplemen mampu mematikan ikan hingga radius 15 meter dari titik pengeboman sedangkan yang seukuran botol bir radiusnya 50 meter dari titik pengeboman.
Dengan banyaknya penangkapan ikan dengan cara merusak, terumbu karang yang kondisinya menurun akan kehilangan nilai karena menjadi kurang produktif. Suatu terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan hasil perikanan rata-rata 20 ton per tahun. Hasil suatu terumbu karang yang rusak akibat destructive fishing hanya 5 ton per tahun. Meskipun hanya sebagian yang rusak, terumbu karang tidak dapat pulih ke tingkat produktivitas tinggi. Terumbu karang yang telah dibom hanya memberikan keuntungan kecil sementara bagi pengebom ikan, namun memberikan kerugian besar yang berjangka panjang bagi masyarakat Indonesia.
Terumbu karang Indonesia adalah suatu dasar bagi struktur ekonomi dan sosial di kawasan ini, namun keadaannya dalam kondisi sangat terancam.  Untuk mengelola terumbu karang dibutuhkan implementasi rencana pengelolaan yang menggabungkan koleksi data dasar status terumbu karang, hasil pemantauan yang terus menerus, strategi implementasi, dan pengelolaan yang adaptif. Karena setiap lokasi berbeda, maka strategi yang berskala luas mungkin saja dibutuhkan untuk mengelola sumberdaya secara lebih baik.



https://suksesmina.wordpress.com/2015/02/16/penangkapan-ikan-yang-merusak-ekosistem-laut/?wref=tp