Kamis, 09 September 2021

PENANGKAPAN IKAN YANG MERUSAK EKOSISTEM



 Pada era serba terbuka ini penyuluh perikana sebagai agen perubahan harus paham betul tentang kegiatan-kegiatan pelaku utama yang menimbulkan dampak terhadap kerusakan lingkungan perairan. Kegiatan penangkapan yang dilakukan  nelayan seperti  menggunakan bahan peledak, bahan beracun dan menggunakan alat tangkap trawl, bertentangan dengan kode etik penangkapan. Kegiatan ini umumnya bersifat merugikan bagi sumberdaya perairan yang ada. Kegiatan ini semata-mata hanya akan memberikan dampak yang kurang baik bagi ekosistem perairan, akan tetapi memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan. Dalam kegiatan penangkapan yang dilakukan nelayan dengan cara dan alat tangkap yang bersifat merusak yang dilakukan khususnya oleh nelayan tradisional. Untuk menangkap sebanyak-banyaknya ikan karang yang banyak, digolongkan kedalam kegiatan illegal fishing. Karena kegiatan penangkapan yang dilakukan semata-mata memberikan keuntungan hanya untuk nelayan tersebut, dan berdampak kerusakan untuk ekosistem karang. Kegiatan yang umumnya dilakukan nelayan dalam melakukan penangkapan dan termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti kegiatan penangkapan dengan pemboman, penangkapan dengan menggunakan racun serta penggunaan alat tangkap trawl pada daerah yang memiliki karang.

Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan peledak merupakan cara yang sering digunakan oleh nelayan tradisional di dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan khususnya di dalam melakukan penangkapan ikan-ikan karang. Penangkapan ikan-ikan karang dengan menggunakan bahan peledak dapat memberikan akibat yang kurang baik, baik bagi ikan-ikan yang akan ditangkap maupun untuk karang yang terdapat pada lokasi penangkapan. Penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di sekitar daerah terumbu karang menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu karang yang ada di sekitar lokasi peledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan merupakan sasaran penangkapan. Oleh sebab itu, penggunaan bahan peledak berpotensi menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem terumbu karang.
Kegiatan yang marak dilakukan oleh nelayan adalah dengan menggunakan obat bius atau bahan beracun lainnya. Bahan beracun yang umum dipergunakan dalam penangkapan ikan dengan pembiusan seperti sodium ataupotassium sianida. Seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen terhadap ikan hias dan hidup, memicu nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan yang merusak dengan menggunakan racun sianida. Kegiatan ini umum dilakukan oleh nelayan untuk memperoleh ikan hidup.
Hasil yang diperoleh dengan cara ini memang merupakan ikan yang masih hidup, tetapi penggunaannya pada daerah karang memberikan dampak yang sangat besar bagi terumbu karang. Selain itu penangkapan dengan cara ini dapat menyebabkan kepunahan jenis-jenis ikan karang tertentu. Racun tersebut dapat menyebabkan ikan besar dan kecil menjadi mabuk dan mati. Disamping mematikan ikan-ikan yang ada, sisa racun dapat menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan terumbu karang, yang ditandai dengan perubahan warna karang yang berwarna warni menjadi putih yang lama kelamaan karang menjadi mati.
Kegiatan lain yang termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang. Kegiatan ini merupakan kegiatan penangkapan yang bersifat merusak dan tidak ramah lingkungan. Penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang dapat dilihat pada kasus yang terjadi di perairan Bagan Siapi-Api, Provinsi Sumatera Utara dan di Selat Tiworo, Provinsi Sulawesi Tenggara. Sebagaimana telah kita ketahui bersama, penggunaan alat tangkap ini sudah dilarang penggunaannya di Indonesia karena alat tangkap tersebut termasuk kedalam alat tangkap yang sangat tidak ramah lingkungan karena memiliki selektifitas alat tangkap yang sangat buruk. Nelayan di Sulawesi Utara cenderung tidak memperdulikan hukum yang ada. Mereka tetap melakukan proses penangkapan dengan menggunakan alat tangkap trawl. Alat yang umumnya digunakan oleh nelayan berupa jaring dengan ukuran yang sangat besar, memiliki lubang jaring yang sangat rapat sehingga berbagai jenis ikan mulai dari ikan berukuran kecil sampai dengan ikan yang berukuran besar dapat tertangkap dengan menggunakan jaring tersebut.
Cara kerjanya alat tangkap ditarik oleh kapal yang mana menyapu ke dasar perairan. Akibat penggunaan pukat harimau (trawl) secara terus menerus menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya perikanan. Hal ini dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah tertangkap oleh alat ini sehingga tidak memiliki kesempatan untuk memijah dan memperbanyak spesiesnya. Selain hal tersebut, dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan alat tangkap ini pada daerah karang adalah rusaknya terumbu karang akibat tersangkut ataupun terbawa jaring (a) .
 Ketergantungan yang tinggi negara-negara Asia Tenggara khususnya Indonesia terhadap sumber daya laut menyebabkan nelayan ingin menangkap ikan dalam jumlah banyak melalui cara yang mudah yaitu dengan cara merusak (destructive fishing) (b).
Berdasarkan data Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2011, lebih dari 60 persen terumbu karang Indonesia dalam kondisi rusak. Kerusakan itu seiring dengan bertambahnya kepadatan populasi manusia di sepanjang pantai. Ledakan jumlah penduduk di sepanjang pantai telah meningkatkan ancaman degradasi keanekaragaman hayati ekosistem terumbu karang. Apalagi pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya laut hingga saat ini belum diatur dengan baik, dan masyarakat dengan bebas mengeksploitasinya. Rusaknya terumbu karang sangat disayangkan, mengingat Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia; 17.504 pulau dengan panjang garis pantai 95.181 kilometer. Ekosisten utama di daerah pesisir adalah ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Terumbu karang Indonesia sangat menarik, karena terletak dalam segitiga terumbu karang (coral triangle) yang meliputi Indonesia, Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini, dan Kepulauan Salomon. Total luas terumbu karang di kawasan segitiga terumbu karang sekitar 75.000 kilometer per segi dan merupakan sumber utama suplai ikan tuna dunia. Di kawasan segitiga terumbu karang itu, Indonesia memiliki luas terumbu karang sekitar 51.000 kilometer persegi atau sekitar 18 persen dari total luas terumbu karang dunia. Namun, berbagai permasalahan mengancam ekosistem laut dunia, termasuk Indonesia, karena pemanasan global, gempa bumi, tsunami, serta pengasaman air laut karena banyaknya kandungan karbon dioksida dalam udara.
Selain itu perilaku manusia telah berkontribusi cukup besar terhadap kerusakan terumbu karang, seperti pencemaran laut, penangkapan ikan dengan bahan peledak, dan pengambilan terumbu karang untuk diperjualbelikan secara illegal. Bom ikan biasanya terbuat dari potassium nitrate, batu kerikil, dan minyak tanah yang dimasukkan dalam botol-botol mulai botol minuman suplemen, botol bir, dan botol minuman keras. Berat setiap botol kurang lebih setengah hingga dua kilogram. Setiap botol bom ini memiliki spesifikasi berbeda-beda. Botol bom yang terbuat dari minuman suplemen umumnya digunakan mengebom ikan dalam jumlah yang kecil mulai 1–5 kuintal ikan. Sedangkan botol bom yang terbuat dari botol bir dipakai untuk mengebom ikan dalam jumlah yang besar hingga berton-ton. Satu bom seukuran botol minuman suplemen mampu mematikan ikan hingga radius 15 meter dari titik pengeboman sedangkan yang seukuran botol bir radiusnya 50 meter dari titik pengeboman.
Dengan banyaknya penangkapan ikan dengan cara merusak, terumbu karang yang kondisinya menurun akan kehilangan nilai karena menjadi kurang produktif. Suatu terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan hasil perikanan rata-rata 20 ton per tahun. Hasil suatu terumbu karang yang rusak akibat destructive fishing hanya 5 ton per tahun. Meskipun hanya sebagian yang rusak, terumbu karang tidak dapat pulih ke tingkat produktivitas tinggi. Terumbu karang yang telah dibom hanya memberikan keuntungan kecil sementara bagi pengebom ikan, namun memberikan kerugian besar yang berjangka panjang bagi masyarakat Indonesia.
Terumbu karang Indonesia adalah suatu dasar bagi struktur ekonomi dan sosial di kawasan ini, namun keadaannya dalam kondisi sangat terancam.  Untuk mengelola terumbu karang dibutuhkan implementasi rencana pengelolaan yang menggabungkan koleksi data dasar status terumbu karang, hasil pemantauan yang terus menerus, strategi implementasi, dan pengelolaan yang adaptif. Karena setiap lokasi berbeda, maka strategi yang berskala luas mungkin saja dibutuhkan untuk mengelola sumberdaya secara lebih baik.



https://suksesmina.wordpress.com/2015/02/16/penangkapan-ikan-yang-merusak-ekosistem-laut/?wref=tp

1 komentar:

  1. Mudahan setelah membaca artikel anda ini banyak masyarakat yg sadar untuk menjaga kelestarian lingkungan perairannya

    BalasHapus