Sabtu, 24 Oktober 2020

PERIKANAN DI KALIMANTAN SELATAN



Provinsi Kalimantan Selatan, memiliki hamparan rawa yang luas, serta sungai-sungai membelah berbagai wilayah ini sehingga memungkinkan aneka ikan lokal berkembang biak dan terdapat puluhan bahran ratusan spiciesikan lokal di wilayah ini.
Ikan lokal yang paling populer di wilayah Kalsel, adalah haruan (gabus), papuyu (betok) bakut (betutu), lais, sapat siam, sapat biasa, biawan, patung, pentet (lele), tauman, kihung, mihau, karandang, kapar, kalatau, tutumbuk banir, timah-timah, bangkinangan, julung-julung, marangan, dan ikan walut.

Semua ikan yang disebut di atas umumnya hidup dan berkembang di rawa-rawa kawasan lahan berambut, atau lahan lebak yang terlihat hamparan luas, seperti di kawasan Danau Panggang, Babirik, Alabio, Mahang, Amuntai, serta kawasan lainnya.
Sementara sungai-sungai yang membelah Kalsel, seperti Sungai Balangan, sungai Amandit, Sungai Tabalong, Sungai Martapura, Sungai Riam Kanan, Sungai Riam Kiwa, Sungai Nagara dan sungai-sungai yang lain mengandung spicies ikan sungai.
Ikan-ikan sungai yang terdata seperti jelawat, baung, sanggang, barahmata, kelabau, pipih (belida), patin, puyau, mangki, sanggiringan, adungan, tapah, tangara, kalui, tilan, sisili, dan iwak junu.

Sedangkan di perairan air payau hingga air asin di muara sungai arah ke laut, dikenal dengan ikan lundu, bandeng, sandilang, utik, menangin, telang, tanggiri, gulama, kakap, panting, puput, pare, sutung, dan sebagainya.
KALSEL MEMILIKI POTENSI BESAR DALAM SEKTOR PERIKANAN
Banjarmasin,19/9 (ANTARA)- Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) memiliki potensi besar dalam pengembangan sektor perikanan dan kelautan dalam kaitan meningkatkan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Masalahnya untuk wilayah Kalsel saja memiliki sedikitnya panjang garis pantai lebih kurang 1.331,091 Km, kata Kepala Dinas Perikanan Kalsel, Dr Isra melalui bahan realase yang disampaikan Kepala Bidang Kehumasan Badan Informasi Daerah (BID) Kalsel, Drs.Ismet Setiabakti kepada pers di kantor Gubernur Kalsel, Banjarmasin, Jumat.

Garis pantai yang dihitung sepanjang 1.331.091 km tersebut sudah termasuk garis pantai beberapa pulau, yang diantaranya sebanyak 48 buah pulau yang sudah memiliki nama, pulau-pulau tersebut di luar Pulau Laut.

Sementara 42 buah pulau lainnya hingga kini belum memiliki nama, dan empat pulau lagi bisa saja dianggap masih delta.

Pulau Laut yang terletak di selat Makasar atau berada paling Timur Kalsel adalah pulau yang terbesar dari gugusan pulau-pulau kecil di provinsi ini, dan pulai ini memiliki garis pantai sepanjang 480 Km.

Melihat potensi garis pantai sepanjang itu maka sumberdaya perairan yang dapat dimanfaatkan untuk usaha dibidang perikanan adalah laut seluas 120.000 Km2, perairan umum seluas 1.000.000 Ha, air payau seluas 53.382 Ha, dan air tawar seluas 2.400 Ha.

Luas potensi perikanan air tawar tersebut menurut Isra bisa saja berubah bila harus menyesuaikan dengan jaringan irigasi yang tersedia, dan pembangunan irigasi tersebut kini terus dilakukan setelah Pemprop Kalsel membangun beberapa buah waduk.
Mengenai produksi perikanan Kalsel tahun disebutkannya pada tahun 2005 lalu sebesar 199.859.7 ton, yang terdiri dari produksi ikan laut sebanyak 136.519.9 ton, produksi ikan perairan umum sebanyak 49.622.90 ton dan produksi dari usaha budidaya sebanyak 13.726.9 ton.

Jika dibandingkan dengan produksi tahun 2004 maka produksi tahun 2005 mengalami peningkatan sebanyak 13.14 persen.

Sedangkan perkembangan jumlah armada perikanan di Kalsel pada tahun 2005 adalah 9.639 buah kapal/perahu motor, 1.042 buah kapal/perahu tanpa motor, 361 buah kapal/motor tempel.

Mengenai pemasaran disebutkannya bisa saja melalui pemasaran lokal, pemasaran antar pulau dan bahkan tak sedikit yang diekspor.

Produk perikanan Kalsel yang diekspor dari tahun ke tahun mengalami peningkatan atau mengalami kenaikan 80,91 persen 6.481.669,13 Dolar AS tahun 2005 menjadi menjadi 11.725.911,02. Dolar AS tahun 2006 yang disebabkan produk udang beku sebagai primadona pada kelompok ini ekspornya mengalami kenaikan.
Kegiatan produksi perikanan didukung oleh tenaga kerja nelayan dan pembudidaya ikan yang pada tahun 2005 berjumlah 46.079 jiwa atau meningkat 1,99 persen dibandingkan tahun 2001 yang lalu.
KONTRIBUSI PRODUKSI IKAN BUDIDAYA KALSEL KIAN MENINGKAT SAJA
Banjarmasin,18/9 (ANTARA)- Kontribusi produksi ikan hasil budidaya di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) dalam tiga tahun terakhir ini menunjukan angka yang kian meningkat saja dalam upaya mendukung tingkat produksi ikan Kalsel secara keseluruhan.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kalsael, Dr.Isra didampingi Kepala Bidang Kehumasan Badan Informasi Daerah (BID) Kalsel, di kantor Gubernur Kalsel, Banjarmasin, Kamis membenarkan peningkatan hasil ikan budidaya tersebut.
Meningkatnya produksi ikan hasil budidaya tersebut setelah kian banyaknya warga yang membudidayakan ikan, biak sebagai mata pencarian, untuk menambah penghasilan, atau hanya sekedar untuk kebuthan ikan sehari-hari.
Berkembangnya budidaya ikan, seperti budidaya ikan di kolam, di kramba, tambak, atau sistem jaring apung di Kalsel telah terbukti mampu menambah produksi ikan di pasaran yang pada gilirannya mengurangi ketergantungan produksi ikan hasil penangkapan ikan di alam bebas.

Dijelaskannya, sejalan dengan arah pembangunan perikanan dan Kelautan yang berupaya untuk mengendalikan usaha penangkapan ikan dan mengembangan usaha budidaya perikanan, maka kontribusi produksi perikanan budidaya terhadap produksi total perikanan Kalsel selama kurun waktu 2005 s/d 2007 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 21,85 persen per tahun.

Kontribusi produksi perikanan budidaya selama tahun 2005 s/d 2007 masih didominasi dari kegiatan budidaya air tawar, yaitu rata-rata sebesar 57 persen per tahun.
Dalam rangka meningkatkan usaha perikanan budidaya, selain pengembangan system usaha budidaya, sebagai prioritas utama yang dilaksanakan adalah pengembangan usaha perbenihan ikan.

Penyediaan benih ikan .

Penyaluran bantuan benih ikan unggul dan induk ikan unggul kepada kelompok UPR (Unit Pembenihan Rakyat). Adapun jumlah benih ikan dan induk ikan unggul yang telah tersalurkan ke pembudidaya ikan dari tahun 2005 s/d 2008 adalah sebagai berikut
Jumlah benih ikan dan induk ikan unggul yang telah tersalurkan ke pembudidaya ikan dari tahun 2005 s/d 2008 tahun 2005 sebanyak 278.050 ekor, tahun 2006 sebanyak 683.200 ekor, tahun 2007 sebanyak 100.000 ekor, tahun 2008 sebanyak 411.800 ekor.
Selain itu juga dilakukan paket bantuan pengembangan usaha perbenihan di lakukan di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS), Balai Benih Ikan Lokal (BBIL), dan Balai Budidaya Ikan Pantai (BBIP) sebagai Unit Pelayanan penyedia dan pembinaan perbenihan ikan ke masyarakat pembudidaya.

Berdasarkan catatan ANTARA, produksi ikan hasil budidaya ini belakangan ini mendominasi pemasaran ikan di pasaran, dan harganyapun lebih murah ketimbang ikan hasil penangkapan ikan di alam.

Ikan-ikan hasil budidaya yang mendominasi di pasaran tersebut,seperti ikan nila, ikan mas, ikan patin, ikan bandeng, ikan bawal sungai, ikan lele, serta ikan gurami.
Walau ikan budidaya ini lebih murah, tetapi warga agaknya lebih memilih ikan hasil tangkapan di alam, karena dinilai lebih higines, sebagai contoh saja bila ikan patin hasil tangkapan alam mencapai Rp50 ribu per kg tetap saja banyak yang membeli, sementara ikan patin hasil budidaya bisa saja hanya Rp30 ribu per Kg.
IKAN HASIL TANGKAPAN DI LAUT KALSEL KIAN MENURUN
Banjarmasin,12/9 (ANTARA)- Produksi penangkapan ikan di laut Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) tiga tahun terakhir mengalami penurunan sebesar 8,16 persen per tahun salah satu penyebabnya adalah biaya operasional yang kian mahal setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kalsel, DR Isra didampingi Kepala Bidang Kehumasan Badan Informasi Daerah (BID), Drs.Ismed Setia Bakti kepada wartawan di Banjarmasin, Jumat mengatakan selain mahalnya harga BBM pihak nelayan juga sering terganggu bencana angin kencang saat penangkapan tersebut.

Seringnya terjadi tiupan angin yang kencang dilaut menyebabkan terjadinya gelombang laut yang besar pula akhirnya seringkali meurungkan niat petyani Kalsel untuk melaut.
Masalah lainnya yang menghambat nelayan Kalsel berproduksi adalah setelah musibah kebakaran di pemukiman nelayan di Kabupaten Kotabaru dan Tanah Bumbu yang merupakan sentra usaha penangkapan ikan Kalsel.

Belum lagi nelayan Kalsel hanya terkonsentrasi wilayah penangkapan ikan di perairan laut pada zona kurang dari 3 mil laut, karena nelayan Kalsel 82 persen armadanya adalah kapal atau armada ukuran kecil yaitu kurang dari 5 GT, sehingga tidak mampu melakukan penangkapan di laut di luar zona tersebut.

Akibat berbagai persoalan itu akhirnya produksi ikan tangkapan di laut itu dalam tiga tahun ini terus menurun sebagai contoh saja bila produksi pada tahun 2005 lalu sebanyak 186,1 ribu ton, menjadi 171,1 ribu ton tahun 2006. Sedangkan tahun 2007 lalu tinggal 157 ribu ton saja lagi.

Dalam upaya mengatasi persoalan nelayan tersebut pihak Pemprov Kalsel melalui Dinas Perikanan dan Kelautan setempat melakukan berbagai upaya, antara lain melakukan pembangunan Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) sebagai tempat mempermudah nelayan memperoleh bahan bakar.

“Pada masa kepemimpinan Gubernur Rudi Arifin telah diresmikan satu lokasi SPDN di Kecamatan Aluh-aluh Kabupaten Banjar.” kata Isra.

SPDN ini telah diresmikan Gubernur Kalsel 2 Juli 2006, dengan kapasitas 75 ton/bulan. Dengan telah beroperasinya SPDN di Kecamatan Aluh-aluh diharapkan akan mengurangi kesulitan nelayan dalam memperoleh BBM khususnya solar.
Kemudian Pemprov Kalsel memberikan paket bantuan bagi nelayan yang terkena musibah kebakaran di Kabupaten Kotabaru dan Tanah Bumbu melalui pemberian paket bantuan sarana penangkapan ikan.

Paket bantuan itu seperti untuk nelayan Kotabaru mesin ukuran 22 PK kepada 100 orang nelayan masing-mising satu unit, di Tanah Bumbu kepada 700 orang masing-masing satu unit.

Kemudian bantuan serupa di Kabupaten Tanah Bumbu lagi kepada 10 orang mesin ukuran 24 PK masing-masing nelayan memperoleh bantuan satu unit, serta alat tangkap jaring kepiting kepada 10 orang satu orang 20 unit.

“Dengan adanya pemberian paket bantuan tersebut, diharapkan dapat mengembalikan kemampuan nelayan dalam menjalankan usaha menangkap ikan di laut, sehingga produksi ikan hasil tangkapan di alam bebas ini bisa meningkat lagi” katanya.
Selain itu juga ada bantuan paket bantuan sarana penangkapan bagi nelayan dalam optimalisasi penangkapan ikan di laut selama tahun 2005 hingga 2008 seperti bantuan sarana penangkapan ikan, alat tangkap, kapal, alat bantu penangkapan.
Kalimantan Selatan mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 1.331,091 Km (termasuk beberapa pulau), memiliki 48 buah pulau bernama (di luar Pulau Laut), 42 buah pulau tidak bernama dan 4 buah delta. Pulau Laut adalah pulau yang terbesar dari gugusan pulau-pulau kecil (memiliki garis pantai sepanjang 480 Km) dalam wilayah Kalimantan Selatan.

Potensi sumberdaya perairan yang dapat dimanfaatkan untuk usaha dibidang perikanan adalah sebagai berikut: :
· Laut : 120.000 Km2
· Perairan umum : 1.000.000 Ha
· Air payau : 53.382 Ha
· Air tawar : 2.400 Ha (dapat berubah sesuai dengan jaringan irigasi)
Disisi lain produksi perikanan Kalimantan Selatan tahun 2005 sebesar 199.859.7 ton, yang terdiri dari produksi ikan laut sebanyak 136.519.9 ton, produksi ikan perairan umum sebanyak 49.622.90 ton dan produksi dari usaha budidaya sebanyak 13.726.9 ton. Jika dibandingkan dengan produksi tahun 2004 maka produksi tahun 2005 mengalami peningkatan sebanyak 13.14 %.
Perkembangan jumlah armada Perikanan di Kalimantan Selatan pada tahun 2005 adalah 9.639 buah kapal/perahu motor, 1.042 buah kapal/perahu tanpa motor, 361 buah kapal/motor tempel. Pemasaran lokal, antar pulau dan ekspor produk perikanan Kalimantan Selatan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, gambaran distribusi ikan di Kalimantan Selatan dapat dilihat sebagai berikut :
ü Sumberdaya manusia pada bidang perikanan dan kelautan tidak hanya pembudidaya ikan/nelayan atau masyarakat perikanan pada umumnya, tetapi juga termasuk aparat-aparat pembina perikanan itu sendiri.
ü Kegiatan produksi perikanan didukung oleh tenaga kerja nelayan dan pembudidaya ikan yang pada tahun 2005 berjumlah 46.079 jiwa atau meningkat 1,99 % dibandingkan tahun 2001 yang lalu.
ü Sedangkan untuk konsumsi ikan per/kapita penduduk Kalimantan Selatan pada tahun 2002 telah melampaui ketentuan Widya Karya Gizi Nasional 1993 (26,55 kg/kapita/tahun) yaitu sebesar 33,9 kg/kapita/tahun.
Perkembangan Pemasaran Lokal, Antar Pulau dan Ekspor Produk Perikanan ditunjukkan segaimana gambar berikut ini :
1. Pertambakan
a. Potensi dan Pemanfaatan
Lahan pertambakan di Propinsi Kalimantan Selatan sangat potensial dengan luas lahan ± 53.382 Ha tersebar di sepanjang pantai. Dari luas lahan potensial tersebut telah dimanfaatkan untuk usaha budidaya udang/bandeng seluas ± 4.860 Ha dengan rincian sebagaimana pada tabel berikut ini .
b. Komoditi dan Produksi
Sebagian besar kegiatan budidaya tambak di Kalimantan Selatan diusahakan untuk menghasilkan komoditi Udang, sebagai sasaran produksinya dari jenis/species Udang Windu (Paneus monodon). Hal ini terkait dengan pasar dan nilai ekonomis yang tinggi baik di pasaran dalam negeri maupun luar negeri, disamping penguasaan teknologi mulai dari tahap pembenihan sampai dengan pembesarannya sudah dapat diterapkan oleh petambak/ pengusaha hatchery.
Untuk memenuhi Kebutuhan benih sebagian besar petambak masih mendatang-kan benih udang (benur) dari luar propinsi (Jawa Timur dan Sulawesi Selatan), karena produksi benur dari Hatchery yang ada di Kalimantan Selatan masih relatif kecil jumlahnya dibanding kebutuhan benur yang harus dipenuhi.
Teknologi yang diterapkan sebagian besar petambak masih sederhana, dengan padat penebaran rata-rata ± 20.000 ekor/ha dengan 2 (dua) kali musim tanam setiap tahunnya, sehingga apabila dihitung kebutuhan benih yang harus dipenuhi untuk seluruh tambak di Kalimantan Selatan diperkirakan mencapai ± 196 juta ekor/tahun.
Dari beberapa Hatchery yang beroperasi di Kalimantan Selatan dalam 1 (satu) tahun hanya mampu menghasilkan benur ± 10 juta ekor/tahun, dan sebagian lagi disuplai dari benur alam yang hanya mampu menghasilkan benur ± 5 juta ekor/tahun.
Produksi benur alam ini dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan jumlah. Disamping mempunyai potensi benur alam, dibeberapa kawasan Perairan Kalimantan Selatan juga berpotensi sebagai penghasil induk udang windu (kawasan Tanjung Semalantakan dan kawasan Tanjung Seloka).
Selain budidaya udang, pembudidayaan ikan bandeng atau Milkfish (Chanos chanos) pada umumnya dilakukan sebagai usaha selingan pada saat musim benih bandeng (nener) alam yang dihasilkan di beberapa perairan Kalimantan Selatan.
2. Perkolaman
a. Potensi dan Pemanfaatan
Luas lahan potensial untuk usaha budidaya ikan dalam kolam di Kalimantan Selatan ± 2.400 Ha, dari luas ini telah dimanfaatkan 498,0 Ha untuk kegiatan pembesaran dan 270 Ha untuk Unit Perbenihan Rakyat (UPR).
b. Komoditi dan Produksi
Komoditi yang dihasilkan dari budidaya ikan di kolam meliputi : Ikan Mas (Cyprinus carpio), Ikan Nila (Tilapia nilotica), ikan Gurame (Osphronemus gouramy) dan Udang Galah (Macrobranchium Rosenbergii).
3. Karamba dan Jaring Apung
a. Potensi dan Pemanfaatan
Sebagai kawasan yang mempunyai potensi perairan umum (sungai, rawa dan waduk) yang cukup luas yaitu sekitar 1 juta Ha, Usaha budidaya ikan dengan karamba atau jaring apung sudah merupakan salah satu alternatif kegiatan budidaya ikan yang dikembangkan masyarakat Kalimantan Selatan.
Budidaya ikan dalam karamba di Kalimantan Selatan berkembang pesat di beberapa Kabupaten terutama di Kabupaten Banjar (Karang Intan, Riam Kanan) dan di Kabupaten Tabalong dan Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Ditinjau dari potensi Perairan Umum yang cukup luas (1 juta Ha) dengan asumsi areal yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya karamba tanpa merusak atau mengganggu lingkungannya sebesar 1 % atau seluas 10.000 Ha, maka tingkat pemanfaatan sampai dengan tahun 2002 masih ± 7,1 Ha (0,071 %) dari potensi yang tersedia. Pengembangan karamba oleh masyarakat Kalimantan Selatan sejalan dengan meningkatnya permintaan pasar terhadap beberapa komoditi, utamanya setelah ikan-ikan introdusir dapat diterima oleh pasar lokal.
b. Komoditi dan Produksi
Sebagaimana di sampaikan diatas bahwa perkembangan karamba juga didorong oleh pasar, beberapa komoditi introdusir yang yang sudah dapat dikembangkan teknologi perbenihannya seperti ; Ikan Mas (Cyprinus carpio), Ikan Nila (Tilapia Nilotica), Sepat Siam (Trichogaster pectoralis) dan Ikan Tawes (Puntius javanicus) dan Patin/Jambal Siam (Pangasius hypothalmus).
Sedangkan ikan lokal yang dikembangkan melalui pemeliharaan dalam karamba meliputi Ikan Toman (Ophiocephalus micropeltes), Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus), Ikan Betok (Anabas testudineus), Ikan Gurami (Osphronemus gouramy), Ikan Tambakan (Helostoma temmincki), Ikan Nilem (Osteochilus hasselti), Ikan Jelawat (Leptobarbus hoevenii), Ikan Patin (Pangasius Ham.Buch) dan Ikan Betutu/Bakut (Oxyleotris marmorata).
Sebagian besar pemeliharaan ikan lokal dalam karamba ini masih bersifat pembesaran dari ikan-ikan yang ditangkap dari alam, Hal ini terkait dengan hasil benih dari pembenihan yang masih terbatas dan bahkan ada yang belum dikembangkan secara masal pembenihannya.
4. Budidaya Laut
a. Potensi dan Pemanfaatan
Potensi lahan budidaya laut di Propinsi Kalimantan Selatan sebagian besar lokasinya berada di Kabupaten Kotabaru. Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada taraf desk study (Dr. Ir. Made L. Nurjana dkk. 1998) potensi lahan pengembangan budidaya laut di Kalimantan Selatan di ukur 5 km dari pantai adalah seluas ± 107.000 Ha dengan komoditi : Kakap (Lates carcarifer), Kerapu (Ephinephelus spp.), Tiram (Pinctada maxima) dan Rumput Laut (Euchema spp.).
Lahan budidaya laut yang diperhitungkan pada daerah-daerah teluk yang terlindung seluas ± 7.600 Ha dan saat ini yang sudah dimanfaatkan bagi usaha budidaya rumput laut seluas ± 415 Ha di perairan Teluk Tamiang (Kecamatan Pulau Laut Barat) sampai Teluk Sirih (Kecamatan Pulau Laut Selatan). Untuk budidaya Kakap dan Kerapu saat ini masih dalam tahap kaji terap, sedang Tiram/Kerang mutiara pada tahap penelitian.
b. Komoditi dan Produksi
Sebagaimana dikemukakan diatas, komoditi yang telah ikembangkan adalah Rumput Laut (Sea Weed) dari jenis Euchema, spp. Kemampuan produksi dari usaha budidaya Rumput Laut ini adalah sebesar ± 350 ton/tahun atau ± 3,75 ton/bln (dalam bentuk kering).
Pengembangan budidaya rumput laut masih terhambat pada masalah pemasaran . Hal ini tidak lepas dari lokasi yang terisolir dan kondisi prasarana transportasi yang belum memadai bagi pengembangan ekonomi kawasan tersebut.
5. Penangkapan di Laut
a. Potensi dan Pemanfaatan
Kalimantan Selatan yang mempunyai panjang pantai ± 1.331 km, sangat mendukung dalam pengembangan perikanan tangkap karena potensi sumber-daya hayati perikanan ditemukan hampir disepanjang pantai dan menyebar hampir diseluruh perairannya, terutama di kawasan perairan pertemuan antara Laut Jawa dan Selat Makasar. Kawasan ini kaya akan jenis ikan (Perairan Masalembo s/d Pulau Sembilan dan sekitarnya) Ditinjau dari letak, fishing ground kawasan ini paling dekat dengan daratan wilayah Kalimantan Selatan, sehingga cukup strategis bagi usaha penangkapan di wilayah Kalimantan Selatan.
Armada perikanan Kalimantan Selatan pada tahun 2005 sebanyak 9.639 unit yang meliputi : 6.914 unit (< 5 GT), 1.188 unit (5 – 10 GT) , 134 unit (10 – 20 GT), 99 unit (20 – 30 GT) sedangkan 361 unit (perahu tanpa motor).
Kondisi ini masih menggambarkan pemanfaatan potensi lepas pantai masih sangat terbatas oleh nelayan Kalimantan Selatan , sehingga sebagian besar nelayan pemanfaat perairan dimaksud masih di dominasi oleh nelayan “andon” yang datang dari Sulawesi, Jawa bahkan dari Sumatera yang mempunyai armada cukup memadai untuk mengarungi kawasan perairan tersebut, yang pada umumnya menggunakan sarana apung berukuran > 30 GT.
Sesuai hukum alam, dimana banyak ikan disitu berkumpul nelayan dan hal ini bisa dilihat dari jumlah titik- titik pendaratan ikan atau pemukiman nelayan, akan tetapi di Kalimantan Selatan sebagian besar titik pendaratan tersebut bukan untuk men-daratkan seluruh hasil tangkapannya, karena untuk ikan ekonomis sudah dijualnya ke-pada “penyambang” ditengah laut.
Budaya penyam-bang ini timbul, se-bagai akibat pada masa lalu transportasi darat yang dimiliki masih sangat terbatas, sehingga nelayan sulit menjual hasil tangkapannya di darat karena tidak ada pembeli. Saat ini dengan lancarnya transportasi darat di sebagian kawasan pada beberapa titik sudah dimanfaatkan bagi pendaratan ikan antara lain : Asam-asam, Kintap, Pagatan, Batulicin, Batakan, Rampa dan beberapa tempat lainnya.
b. Komoditi dan Produksi
Jika dilihat dari tingkat produksi perikanan tangkap pada kawasan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir mengalami kenaikan rata-rata sebesar 2,9 %, tercatat pada tahun 2005 produksi perikanan tangkap mencapai ± 186.132.8 ton.
6. Wisata Bahari
Disamping sebagai penghasil komoditi perikanan, kawasan perairan laut Kalimantan Selatan juga sangat potensial untuk dijadikan kawasan obyek wisata bahari. Hal ini di dukung po-tensi keindahan alam pulau-pulau, pantai, terumbu karang dan keaneka ragaman ikan hias serta adanya beberapa pulau yang menjadi tempat bertelurnya penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eret-mochelys impricata) yang sudah dikategorikan satwa langka.
Lokasi Terumbu Karang di Kalimantan Selatan terletak di kawasan pulau-pulau kecil yang berada di wilayah Kabupaten Kotabaru. Dari data terlihat bahwa luas terumbu karang ± 13.000 Ha.
Dari laporan hasil survey yang dilakukan oleh Ditjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) pada tahun 1990 dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan tahun 1999 dan tahun 2000. pulau-pulau kecil seperti : P. Marabatuan, P. Matasirih, P. Payung-payungan, P. Batu Utara, P.Batu Barat, P. Sarang, P. Maradapan, P. Kalang Bahu, P. Denawan, P. Pamalikan, P. Kunyit, P. Birah-birahan, P. Sambar Gelap, P. Kerayaan Kecil, P. Kerayaan dan P. Malangko, di temukan ekosistem terumbu karang tepi (Fringing reef) yang tersebar mengelilingi pulau-pulau tersebut dengan kondisi yang bervariasi.
Berdasarkan hasil sensus visual di beberapa pulau-pulau kecil tersebut ditemukan antara 52 sampai 74 jenis ikan, yang terdiri dari ikan ekonomis dan ikan hias. Terbanyak ditemukan di P. Kunyit. Di Kepulauan Sambar Gelap banyak ditemukan jenis Molusca diantaranya Kima (kima pasir, kima sisik, kima lubang , kima besar dan kima raksasa), serta berbagai jenis Keong dan Lola. Sedangkan jenis karang hasil pengamatan bervariasi antara 11 sampai 32 jenis karang.
Sebagaimana dalam upaya pengembangan budidaya laut, pengembangan wisata bahari ini masih terkendala pada prasarana transportasi dan akomodasi yang belum memadai.
referensi :https://hasanzainuddin.wordpress.com/ikan-lokal-kalsel/

Jumat, 16 Oktober 2020

PEMIJAHAN IKAN KOI





Ikan koi sebenarnya bukan jenis ikan baru di Indonesia. hanya saja waktu itu koi kalah populer bila dibandingkan dengan mas koki. Keduanya masih merupakan kerabat karena termasuk dalam famili Cyprinidae. Koi (Cyprinus carpio) berkumis sedangkan mas koki asli bentuknya mirip koi hanya saja tanpa kumis, yaitu Carassius auratus.
Namun dengan perkembangan zaman sekarang ini ikan Koi berkembang dengan pesat, karena sebagian besar petani ikan dan juga para hobiis yang ada di Indonesia sudah benyak yang membudidayakan. Hal ini dikarenakan budidaya ikan Koi mudah dilakukan dan mempunyai harga jual yang tinggi.
Meski sekarang koi sudah populer, tapi tidak semua hobiis paham akan ikan cantik ini sebab tidak jarang mereka terkecoh dengan ikan mas lauk yang berwarna. Memang repot, karena antara ikan mas lauk dengan ikan Koi kedua-duanya dari spesies Cyprinus carpio. Dan mungkin tidak bisa terlalu disalahkan benar apabila para hobiis (terutama pemula) menganggap bahwa koi adalah ikan mas lauk yang berwarna.
Sebagai salah satu anggota keluarga ikan mas (yang juga termasuk ikan koi dan karper krusia).
Ikan mas koki adalah versi domestikasi budidaya dari ikan spesies Carassius auratus yang aslinya dominan tidak terlalu berwarna cerah dihabitat aslinya di Asia timur.
Ikan ini pertama kali dipelihara di Tiongkok lebih dari seribu tahun yang lalu, dan sejak itu beberapa ras yang berbeda telah dikembangkan dan muncul ras-ras yang baru dari jenis ikan hias ini.
Ikan mas hias memiliki variasi yang luar biasa, seperti perbedaan ukuran, bentuk tubuh, susunan sirip, dan warna (berbagai kombinasi warna antara lain, kuning, putih merah, cokelat, jingga, dan hitam).

Klasifikasi
Ikan Koi (Cyprinus carpio) masih tergolong satu species dengan ikan mas konsumsi, karena memiliki sistematika yang sama yaitu :
Ordo              : Ostariophysi
Sub Ordo        : Cyprinoidae
Famili             : Cyprinidae
Sub Famili       : Cyprinidae
Genus             : Cyprinus
Spesies           : Cyprinus carpio

Morfologi
Badan koi berbentuk seperti torpedo dengan perangkat gerak berupa sirip. Sirip-sirip yang melengkapi bentuk morfologi koi adalah sebuah sirip punggung, sepasang sirip dada, sepasang sirip perut, subuah sirip anus, dan sebuah sirip ekor.
Sirip dada dan sirip ekor hanya mempunyai jari-jari lunak. Sirip punggung mempunyai 3 jari-jari keras dan 20 jari-jari lunak. Sirip perut hanya terdiri dari jari-jari lunak, sebanyak 9 buah. Sirip anus mempunyai 3 jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak.
Pada sisi badannya, dari pertengahan kepala hingga batang ekor terdapat gurat sisi (linea lateralis) yang berguna untuk merasakan getaran suara. Garis ini terbentuk dari urat-urat yang berada di sebelah dalam sisik yang membayang hingga ke sebelah luar.

Fisiologi
Koi merupakan hewan yang hidup di daerah yang beriklim sedang dan hidup pada perairan tawar. Mereka dapat hidup pada temperatur 8o C sampai 30o C. Oleh karenanya koi dapat dipelihara di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari pantai hingga daerah pegunungan. Koi tidak tahan mengalami goncangan suhu drastis. Penurunan suhu hingga 5o C dalam tempo singkat sudah bisa membuat ikan ini kelabakan. Jika tubuhnya diselimuti lapisan putih hingga 7o C, biasanya koi akan beristirahat di dasar kolam, statis. Kadang-kadang koi dapat bertahan hidup pada suhu 2o – 3o C, tapi kebekuan air umumnya akan menyebabkan kematian, kecuali dalam kolam dipasang alat sirkulasi untuk mencegah terjadinya kebekuan. Koi asli merupakan ikan air tawar, tapi masih bertahan hidup pada air yang agak asin sekitar 10 permil (10o/oo) kandungan garam dalam air masih bisa untuk hidup koi.


Pemilihan Induk
Ciri-ciri induk yang baik dan layak untuk dipijahkan adalah sebagai berikut :
-       Induk matang kelamin.
-       Tidak cacat (sehat, berenang normal).
-       Umur minimal 2 tahun pada jantan dan 3 tahun pada betina.
-       Sisik tersusun rapi.
-       Kepala relatif lebih kecil dari badan.
-       Gerakan harus tangkas dan gesit, lincah terutama pada induk jantan.

Pemijahan
Induk dimasukkan ke dalam kolam pemijahan sekitar pukul 1600 dan akan mulai memijah tengah malam. Induk betina akan berenang mengelilingi kolam dan diikuti induk jantan di belakangnya. Makin lama gerakan mereka makin seru. Induk jantan menempelkan badannya ketika mengikuti induk betina. Pada puncaknya induk betina akan mengeluarkan telurnya dengan sekali meloncat ke udara. Aktivitas betina ini segera diikuti oleh induk jantan dengan mengeluarkan cairan sperma.
Telur-telur yang terkena sperma akan menempel pada kakaban atau bahan penempel telur lainnya dan susah lepas. Juga ada sebagian telur yang jatuh ke dasar kolam. Proses perkawinan selesai pada pagi hari, dan induk segera dipisah dengan telurnya karena jika terlambat telur bisa dimakan habis oleh induknya.

Penetasan Telur
Agar menetas dengan baik, telur harus selalu terendam dan suhu air tetap konstan. Jika suhu air terlalu dingin, penetasan akan berlangsung lama, sedangkan jika suhu air terlalu tinggi, telur bisa mati dan membusuk.
Agar telur dapat terendam semua, rangkaian kakaban harus “ditenggelamkan” ke dalam kolam. Untuk itu bisa memakai jasa gedebog pisang. Potong 3 buah gedebog pisang sepanjang 40 cm, lalu diletakkan di atas kakaban dengan ruas bambu sebagai alasnya. Agar bisa stabil, gedebog pisang diratakan salah satu sisinya.
Dalam tempo 2 – 3 hari telur sudah mulai menetas. Setelah menetas kakban diangkat dan dipindahkan ke tempat lain. Benih koi yang berumur 1 minggu masih sangat lembut. Umumnya orang menetaskan telur koi dalam happa yaitu kantong yang bermata lembut yang bisa untuk menampung benih. Di happa, benih koi lebih mudah dikumpulkan dan tidak hanyut dibawa oleh aliran air. Koi yang baru menetas masih membawa kuning telur sebagai persediaan pakannya yang pertama.

Pendederan
Setelah benih berumur 5-7 hari sejak telur menetas segera di pindahkan kekolam pendederan. Pemindahan ini sebaiknya dilakukan pada saat suhu rendah yaitu pada waktu pagi atau sore hari. Dalam pemindahan benih dikolam sebaiknya dilakukan penyesuaian suhu terlebih dahulu, agar benih tidak mengalami stress akibat perubahan suhu yang mendadak.
Kegiatan pendederan ini umumnya berlangsug 30 hari (1 bulan). Sedangkan untuk pakan yang diberikan biasnya hanya mengandalkan pada pakan alami. Untuk menutupi danpak terjadinya danpak kekurangan pakan alami, biasanya dapat di gantikan dengan pakan buatan yaitu kuning telur yang di rebus, tepung udang, susu bubuk untuk anak sapi, dan pakan tepung khusus koi.

DAFTAR PUSTAKA
Dinas Perikanan DKI Jakarta, “Pengangkutan Ikan Hidup” (Jakarta: 1987).
Pelealu N. dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan “Ikan Koi Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.
Susanto Heru, “Ikan Koi”. Penebar Swadaya. Jakarta : 2002.

Widjanarko, B. “Ikan Koi ’Tukang Tes’ Limbah Industri”. Suara Karya : 1989.