Senin, 08 Juni 2020

MORFOLOGI IKAN SIDAT


Ikan sidat anguilla spp merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki prospek karena sangat laku di pasar internasional seperti Jepang, Hongkong, Belanda, Jerman, Italia dan beberapa negara lain dengan demikian ikan sidat ini memiliki potensi sebagai komoditas ekspor. Di Indonesia sidat banyak ditemukan didaerah-daerah yang berbatasan dengan laut dalam seperti pantai selatan Pulau Jawa, pantai barat Sumatera, pantai timur Kalimantan, pantai Sulawesi, pantai kepulauan Maluku dan Irian Barat. Dengan banyak peminat maka peluang bisnis budidaya ikan sidat patut untuk di kembangkan.
Berbeda halnya di negara lain seperti (Jepang, dan negara negara Eropa), di Indonesia sumberdaya sidat belum begitu banyak dimanfaatkan, padahal ikan liar ini baik dalam ukuran benih maupun ukuran konsumsi jumlahnya cukup melimpah. Faktor kegemaran inilah yang menjadi budidaya ikan sidat belum di maksimalkan.
Tingkat pemanfaatan ikan sidat secara lokal (dalam negeri) masih sangat rendah, akibat belum banyak dikenalnya ikan ini, sehingga kebanyakan penduduk Indonesia belum familiar untuk mengkonsumsi sidat. Demikian pula pemanfaatan sidat untuk tujuan ekspor masih sangat terbatas. Agar sumberdaya sidat yang keberadaannya cukup melimpah ini dapat dimanfaatkan secara optimal, maka perlu dilakukan langkah-langkah strategis yang diawali dengan mengenali daerah disekitar kita yang memiliki potensi sumberdaya sidat mulai dari benih dan ukuran konsumsi yang kemudian dilanjutkan dengan upaya pemanfaatannya baik untuk konsumsi lokal maupun untuk tujuan ekspor. Dan sebelum di lakukan ekspor maka ikan sidat bisa di tamping dalam kolam atau tambak tempat budidaya sidat.
  1. Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Nelson (1994) ikan sidat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum              : Chordata
Kelas               : Actinopterygii
Subkelas         : Neopterygii
Division          : Teleostei
Ordo               : Anguilliformes
Famili              : Anguillidae
Genus              : Anguilla
Species           : Anguilla spp.
Sidat (Anguilla spp.) merupakan ikan konsumsi yang memiliki nilai ekonomis penting baik untuk pasar lokal maupun luar negeri. Permintaan pasar akan ikan sidat sangat tinggi mencapai 500.000 ton per tahun terutama dari Jepang dan Korea, pemasok utama sidat adalah China dan Taiwan (Anonim, 2006). Sidat yang dikenal dengan ’unagi’ di Jepang sangat mahal harganya karena memiliki kandungan protein 16,4% dan vitamin A yang tinggi sebesar 4700IU (Pratiwi, 1998).
  1. Morfologi
Tubuh sidat berbentuk bulat memanjang, sekilas mirip dengan belut yang biasa dijumpai di areal persawahan. Salah satu karakter/bagian tubuh sidat yang membedakannya dari belut adalah keberadaan sirip dada yang relatif kecil dan terletak tepat di belakang kepala sehingga mirip seperti daun telinga sehingga dinamakan pula belut bertelinga. Bentuk tubuh yang memanjang seperti ular memudahkan bagi sidat untuk berenang diantara celah-celah sempit dan lubang di dasar perairan. Panjang tubuh ikan sidat bervariasi tergantung jenisnya yaitu antara 50-125 cm. Ketiga siripnya yang meliputi sirip punggung, sirip dubur dan sirip ekor menyatu. Selain itu terdapat sisik sangat kecil yang terletak di bawah kulit pada sisi lateral. Perbedaan diantara jenis ikan sidat dapat dilihat antara lain dari perbandingan antara panjang preanal (sebelum sirip dubur) dan predorsal (sebelum sirip punggung), struktur gigi pada rahang atas, bentuk kepala dan jumlah tulang belakang.
Description: SIDAT
Gambar Ikan Sidat (Anguilla spp)
Ciri utama sidat dewasa adalah bentuknya menyerupai belut apabila diperhatikan lebih teliti terdapat beberapa perbedaan morfologi yang membedakan antara sidat dengan belut. Sidat memiliki sirip dada (pectoral) yang sempurna yang terdapat pada bagian belakang tutup insang serta sirip punggung (dorsal), sirip ekor (caudal) dan sirip anal yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
Sirip sidat dilengkapi dengan jari-jari lunak yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Ciri-ciri ikan yang tergolong famili Anguillidae, yang telah dikemukakan oleh Saanin (1984) dalam Sasono (2001) adalah sebagai berikut : sisik kecil membujur berkumpul dalam kumpulan-kumpulan kecil dan masing-masing kumpulan terletak miring pada sudut siku terhadap kumpulan yang ada disampingnya, sirip dada sempurna, mata tertutup oleh kulit, lubang hidung di muka mata, lubang hidung berpipa dan terletak di ujung muka dari mulut, mulut berbentuk miring dan sampai melewati mata.
Genus Anguilla merupakan satu-satunya yang termasuk dalam famili Anguillidae sehingga ciri dari genus Anguilla merupakan ciri dari famili Anguillidae (Deelder 1984). Menurut Berg (1949) dalam Deelder (1984), ciri ikan sidat adalah tubuh memanjang seperti ular, sirip dorsal, sirip caudal dan sirip anal bergabung menjadi satu, sirip dada ada dan sirip perut tidak ada, tubuh diliputi sisik halus.
Report this ad
Ikan sidat memiliki linea lateralis yang terbentuk dengan baik, perut jauh dari kepala, mulut terminal, rahang tidak memanjang secara khusus, gigi kecil, pektinat dan setiform dalam beberapa sisi rahang dan vomer, terdapat gigi halus pada tulang faring, membentuk “ovate patch” pada faring, bagian atas celah insang lateral vertical berkembang dengan baik dan terpisah satu sama lainnya. Insang dapat terbuka lebar, terdapat lidah, bibir tebal, tulang frontal, berpasangan tetapi tidak tumbuh bersama. Palatopterygoid berkembang baik, premaksila tidak berkembang sebagi suatu elemen yang dapat dibedakan pada ikan dewasa, lengkun pektoral terdiri dari 7-9 (untuk yang masih muda mencapai 11) elemen radial, tulang ekor tanpa proses transverse.
 3. Anatomi Ikan Sidat
Organ pernafasan utama ikan sidat adalah insang yang berfungsi sebagai paru-paru seperti pada hewan darat. Ikan ini memiliki empat pasang insang yang terletak pada rongga branchial. Setiap lembar insang terdiri atas beberapa filamen insang dan setiap filamen insang terbentuk dari sejumlah lamella yang di dalamnya terdapat jaringan pembuluh darah. Kemampuan ikan sidat dalam mengambil oksigen dari udara secara langsung menyebabkan ikan sidat dapat bertahan cukup lama di udara terbuka yang memiliki kelembaban yang tinggi.
Keistimewaan lainnya adalah sidat memiliki kemampuan mengabsorbsi oksigen melalui seluruh permukaan tubuhnya. Sisik sidat yang kecil membantu dalam proses pernafasan melalui kulit, berdasarkan hasil penelitian 60% kebutuhan oksigen pada ikan sidat dipenuhi melalui pernafasan kulit. Sidat dilengkapi dengan tutup insang berupa celah kecil yang terletak di bagian belakang kepala, ini berfungsi dalam mempertahankan kelembaban di dalam rongga branchial (Tesch 2003).
Ikan sidat ketika berada di laut akan meminum banyak sekali air laut, lalu memompa kelebihan garam dengan insang dan mengekskresikan urin dalam jumlah yang relatif sedikit. Hal ini dilakukan untuk mengkompensasikan kehilangan air yang terjadi secara osmosis. Sedangkan ketika berada di air tawar ikan sidat akan sedikit minum dan banyak mengeluarkan urin yang hipoosmotik dengan cairan tubuhnya untuk menyeimbangkan perolehan air, begitulah proses osmoregulasi ikan sidat.
4. Kebiasaan Makan Ikan Sidat
Berdasarkan analisis isi lambung ikan sidat dewasa didapatkan jenis makanannya adalah kepiting, udang dan keong. Sedangkan pada elver dan glass eel, jenis makanannya tidak teridentifikasi. Berdasarkan penelitian Pirzan dan Wardoyo (1979) ikan sidat pada stadia elver memakan plankton, ikan kecil, udang-udangan dan insekta. Sedangkan glass eel yang baru masuk ke cabang sungai isi lambungnya kosong. Menurut Sutardjo dan Mahfudz (1971) ikan sidat yang berukuran 14,5 B 66,3 cm sebagian besar makanannya berupa udang.
Jenis-jenis makanan ikan sidat tersebut sesuai dengan keberadaan jenis-jenis organism yang tersedia di habitatnya. Oleh karena itu pertumbuhan dan kehidupan ikan sidat sangat tergantung pada kehidupan organism bentik baik insekta, moluska maupun dekapoda. Di alam ikan sidat memakan bermacam-macam insekta, cacing dan ikan kecil. Ikan sidat jantan akan matang gonad pada umur 3-4 tahun, sedangkan sidat betina 4-5 tahun. Setelah ikan dewasa akan kembali ke laut dan mencari spawning ground lalu mati setelah memijah (spawn).
5. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran baik panjang volume atau berat dalam satu waktu tertentu (Effendie, 1997). Weatherley (1972) dalam Sriati (1998) mengemukakan bahwa pada stadia juvenil, ikan sidat mempunyai laju pertumbuhan yang cepat, di mana panjang berat bersifat linier. Hal ini disebabkan karena pada stadia juvenil belum terjadi perkembangan gonad, sehingga kelebihan energi yang masuk seluruhnya digunakan untuk pertumbuhan.
Umumnya di daerah tropis makanan merupakan faktor yang sangat berpengaruh demi pertumbuhan ikan sidat. Pada keadaan normal, ikan akan mengkonsumsi makanan relatif lebih banyak sehingga pertumbuhannya sangat cepat. Selain itu keberhasilan dalam mendapatkan makanan akan menentukan pertumbuhan ikan tersebut (Affandi dan Riani ; 1994). Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa khusus untuk daerah tropis, pertumbuhan terjadi pada bulan April hingga September, dan pada periode tersebut ikan sidat aktif dalam mencari makan.
Beberapa penyebab pertumbuhan larva lambat adalah nafsu makan kurang, kualitas pakan tambahan rendah dan jumlah pakan yang kurang, serta padat penebaran yang terlalu tinggi. Selain itu faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya kelangsungan hidup benih ikan sidat, adalah persiapan bak atau wadah pemeliharaan benih yang kurang sempurna, padat penebaran yang terlalu tinggi, adanya serangan penyakit ekor putih (Sasongko dkk., 2007).
6. Migrasi Atau Ruaya Ikan Sidat
Ikan sidat ketika sudah dewasa dan siap untuk kawin biasanya mereka akan mencari jalan ke laut dalam atau samudera untuk berpijah, perjalanan ikan sidat dari air tawar ke air laut biasa disebut sebagai ruaya ikan sidat, sedangkan arti ruaya secara luas adalah merupakan  satu  mata  rantai  daur  hidup  bagi  ikan  untuk  menentukan habitat dengan  kondisi yang sesuai bagi keberlangsungan.
Studi  mengenai  ruaya  ikan  menurut  Cushing(1968)  merupakan  hal  yang  fundamental untuk  dunia  perikanan  karena  dengan  mengetahui  lingkaran  ruaya  ikan  akan  diketahui daerah dimana stok atau sub populasi itu hidup. Ruaya  ini  mempunyai  arti penyesuaian, peyakinan  terhadap kondisi  yang menguntungkan  untuk eksistensi dan  untuk reproduksi spesies seperti ikan sidat. Pergerakan  ruaya  ikan  ke  daerah  pemijahan  mengandung  tujuan  penyesuaian dan peyakinan tempat  yang paling menguntungkan untuk perkembangan telur dan larva. Sejak  telur  dibuahi  sampai  menetas.  Terus  menjadi  larva  meruapakan  saat  yang  kritis karena  mereka  tidak  dapat  menghindarkan  diri  dari  serangan  predator.
7. Cara Reproduksi Ikan Sidat
Perkembangan gonad sidat sangat unik dan jenis kelaminnya berkembang sesuai dengan kondisi lingkungannya. Pada saat anakan kondisi seksualnya berganda sehingga tidak mempunyai jaringan yang jelas antara jantan dan betinanya. Pada tahap selanjutnya sebagian gonad akan berkembang menjadi ovari (indung telur) dan sebagian lagi menjadi testis dengan perbandingan separuh dari populasinya adalah jantan dan separuh lagi betina. Dalam siklus hidupnya setelah tumbuh dan berkembang dalam waktu yang panjang di perairan tawar, sidat dewasa yang lebih dikenal dengan yellow eel berkembang menjadi silver eel (matang gonad) yang akan bermigrasi ke laut untuk memijah (Rovara dkk., 2007).
Sidat termasuk hewan yang bersifat katadormus karena pada ukuran anakan sampai dewasa tinggal di perairan tawar namun ketika akan memijah beruaya ke laut dalam. Pemijahan diperkirakan berlangsung pada kedalaman 400-500 meter dengan suhu 16-17 oC dan salinitas 35 permill. Jumlah telur yang dihasilkan (fekunditas) setiap individu betina berkisar antara 7 juta-13 juta butir dengan diameter sekitar 1 mm (Matsui, 1982). Telur akan menetas dalam waktu 4-5 hari. Setelah memijah induk sidat biasanya akan mati.
Benih sidat yang baru menetas berbentuk lebar seperti daun yang dinamakan leptocephalus yang memiliki pola migrasi vertikal, yaitu cenderung naik ke permukaan pada malam hari dan siang hari turun ke perairan yang lebih dalam. Selanjutnya benih akan berkembang dalam beberapa tahapan menjadi agak silindris dengan warna agak buram yang dikenal dengan nama glass eel pada tahap glass eel biasanya sudah mulai terdapat pigmentasi pada bagian ekor dan kepala bagian atas (Tesch, 1977). Umur glass eel yang tertangkap di muara sungai diperkirakan antara 118-262 hari dengan umur rata-rata 182,8 hari (Setiawan dalam Rovara, 2007). Panjang tubuh glass eel antara 5 – 6 cm dengan berat sekitar 0,2 gram.
Keberadaan glass eel sangat tergantung pada musim. Hal ini lebih dipertegas lagi dari hasil wawancara dengan pengumpul benih sidat di Pelabuhan Ratu Sukabumi yang mengatakan bahwa ketersediaan benih sidat sangat tergantung dengan musim dan umumnya lebih banyak pada musim penghujan (Nopember–April). Jumlah glass eel yang tertangkap selama kurun waktu tersebut sangat berfluktuasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Tesch (1977) bahwa glass eel akan bermigrasi masuk ke perairan tawar pada saat salinitas di muara sungai relatif rendah (1-2 ppt). Salinitas rendah seperti ini akan banyak terkondisikan pada musim hujan. Penangkapan benih sidat pada umumnya dilakukan pada malam hari ketika bulan mati/gelap dengan menggunakan sirip (hanco dengan mesh size halus) dengan penerangan lampu petromax.


https://nurhasanaquacultur.wordpress.com/2017/11/09/klasifikasi-sdan-morfologi-ikan-sidat/

2 komentar: