Selasa, 27 November 2018

DAYA SAING PRODUK PERIKANAN MENUJU PASAR BEBAS ASEAN

A.  PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
Pada tahun 1960-an kondisi perekonomian Indonesia, Malaysia, Taiwan, Korea dan China tidak jauh berbeda, namun pada tahun 2013 telah terdapat kesenjangan pendapatan per kapita yang tinggi antar negara tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu pendapatan per kapita penduduk Indonesia menduduki peringkat terendah. Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan pengkajian mengenai: faktor penyebab kesenjangan pertumbuhan ekonomi antar negara, dan cara mengejar ketertinggalan pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta upaya-upaya peningkatan daya saing produk perikanan menuju pasar bebas ASEAN.

B.   PERMASALAHAN
Permasalahan yang akan dikaji dalam paper ini adalah sebagai berikut:
1.   Apa yang menjadi penyebab kesenjangan pertumbuhan antar negara?
2.   Jelaskan mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih lambat dari negara ASEAN lainnya?
3.   Bagaimana cara mengejar ketertinggalan pertumbuhan ekonomi Indonesia?
4.   Bagaimana daya saing produk perikanan menuju pasar bebas ASEAN?

C.   LANDASAN TEORI
Teori Pertumbukan Ekonomi Klasik
Menurut Sadono Sukirno (2005): Pandangan Adam Smith Adam Smith merupakan ahli ekonomi yang pertama kali mengemukakan kebijksanaan laissez-faire, dan merupakan ahli ekonomi yang banyak berfokus pada permasalahan pembangunan. Inti dari proses pertumbuhan ekonomi menurut Smith dibagi menjadi dua aspek utama yaitu pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. 
Mengenai peranan penduduk dalam pembangunan ekonomi, Smith berpendapat bahwa perkembangan penduduk akan mendorong pembangunan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar, maka akan meningkatkan spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Perkembangan spesialisasi dan pembagian kerja akan mempercepat proses pembangunan ekonomi karena adanya spesialisasi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan mendorong perkembangan teknologi.
Sedangkan pandangan David Ricardo mengenai proses pertumbuhan ekonomi tidak jauh berbeda dengan pendapat Adam Smith yang berfokus pada laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan output. Selain itu Ricardo juga mengungkapkan adanya keterbatasan faktor produksi tanah yang bersifat tetap sehingga akan menghambat proses pertumbuhan ekonomi. Proses pertumbuhan ekonomi menurut David Ricardo dalam buku Sadono Sukirno (2005) yaitu:
1.      Pada permulaannya jumlah penduduk rendah dan kekayaan alam masih melimpah sehingga para pengusaha memperoleh keuntungan yang tinggi. Karena pembentukan modal tergantung pada keuntungan, maka laba yang tinggi tersebut akan diikuti dengan pembentukan modal yang tinggi pula. Pada tahap ini maka akan terjadi kenaikan produksi dan peningkatan permintaan tenaga kerja.
2.      Pada tahapan kedua, karena jumlah tenaga kerja diperkerjakan bertambah, maka upah akan naik dan kenaikan upah tersebut akan mendorong pertambahan penduduk. Karena luas tanah tetap, maka makin lama tanah yang digunakan mutunya akan semakin rendah. Akibatnya, setiap tambahan hasil yang diciptakan oleh masingmasing pekerja akan semakin berkurang. Dengan semakin terbatasnya jumlah tanah yang dibutuhkan, maka harga sewa lahan akan semakin tinggi. Hal ini akan mengurangi keuntungan pengusaha yang menyebabkan pengusaha tersebut mengurangi pembentukan modal dan menurunkan permintaan tenaga kerja yang berakibat pada turunnya tingkat upah.
3.      Tahap ketiga ditandai dengan menurunnya tingkat upah dan pada akhirnya akan berada pada tingkat minimal. Pada tingkat ini, perekonomian akan mencapai stationary state. Pembentukan modal baru tidak akan terjadi lagi karena sewa tanah yang sangat tinggi menyebabkan pengusaha tidak memperoleh keuntungan.
Menurut Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik, pertumbuhan ekonomi bergantung pada faktor-faktor produksi (Sadono Sukirno, 2005). Persamaannya adalah : Y = f(K, L, R, T) 
Y = tingkat pertumbuhan ekonomi
K = jumlah barang modal yang tersedia dan digunakan
L = jumlah dan kualitas tenaga kerja yang digunakan
R = jumlah dan jenis kekayaan yang digunakan
T = tingkat teknologi yang digunakan
Pandangan Robert Malthus  dalam teorinya, Malthus mengemukakan penduduk akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi dimana pertambahan penduduk meningkat secara deret ukur sedangkan pertambahan bahan makanan meningkat secara deret hitung. Seperti halnya David Ricardo, Malthus berbeda pendapat dengan Smith yang belum menyadari hukum hasil yang semakin berkurang, perkembangan penduduk akan mendorong pembangunan ekonomi karena dapat memperluas pasar.
Sedangkan Ricardo dan Malthus, perkembangan penduduk yang berjalan dengan cepat akan memperbesar jumlah hingga menjadi dua kali lipat dalam satu generasi sehingga dapat menurunkan kembali tingkat pembangunan ekonomi ke taraf yang lebih rendah. Pada tingkat ini, pekerja akan menerima upah yang sangat minim atau upah subsisten (Sadono Sukirno, 2005).
Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Neoklasik
Teori ini dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dan T.W Swan (1956). Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan besarnya output yang saling berinteraksi. Teori ini menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya subtitusi antara kapital dan tenaga kerja. Hal ini memungkinkan fleksibilitas dalam rasio modal output dan rasio modal-tenaga kerja. Teori Solow- Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan sehingga campur tangan pemerintah tidak diperlukan. Campur tangan pemerintah hanya sebatas pada kebjakan fiskal dan moneter (Tarigan, 2005).
Dalam hal ini, peranan teori ekonomi Neo Klasik tidak terlalu besar dalam menganalisis pembangunan daerah karena teori ini tidak memiliki dimensi spasial yang diinginkan. Namun,demikian, teori ini memberikan dua konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu keseimbangan dan mobilitas faktor produksi. Artinya sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiahnya jika modal bisa mengatur tanpa pembatasan. Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju ke daerah yang berupah rendah (Arsyad, 1999).
Dalam bentuknya yang lebih formal, model pertumbuhan Neo Klasik Solow memakai fungsi agregat standar (Todaro dan Stepehen C. Smith, 2006) :
Fungsi Agregat Standar
Y          = Produk Domestik Bruto
K          = stok modal fisik dan modal manusia
L          = tenaga kerja non terampil
A          = konstanta yang merefleksikan tingkatan tekonologi dasar
eµt       = melambangkan tingkat kemajuan teknologi
a       = melambangkann elastisitas output terhadap model, yaitu persentase kenaikan PDB  yang bersumber dari 1% penambahan modal fisik dan modal manusia.
Menurut teori pertumbuhan Neo Klasik Tradisional, pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari 3 (tiga) faktor yaitu kenaikan kualitas dan kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investasi) dan penyempurnaan teknologi (Todaro dan Stepehen C. Smith, 2006). 
Teori Pertumbuhan Baru (New Growth Theory). 
Teori ini memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis pertumbuhan yang bersifat endogen. Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari dalam sistem ekonomi. Teori ini menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi lebih ditentukan oleh sistem produksi, bukan berasal dari luar sistem. Kemajuan bidang teknologi merupakan hal yang endogen, pertumbuhan merupakan bagian dari keputusan dalam pendapatan apabila modal yang tumbuh bukan hanya modal fisik saja tapi menyangkut modal manusia.
Akumulasi modal merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi. Definisi modal/kapital diperluas dengan mamasukan model ilmu pengetahuan dan modal sumber daya manusia. Perubahan teknologi bukan sesuatu yang berasal dari luar model atau endogen tapi teknologi merupakan dari proses pertumbuhan ekonomi. Dalam teori pertumbuhan endogen, peran investasi dalam modal fisik dan modal manusia turut menentukan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Tabungan dan investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (Mankiw, 2003).

D.  PEMBAHASAN
Faktor Penyebab Kesenjangan Pertumbuhan Antar Negara
Beberapa faktor yang menyebab kesenjangan pertumbuhan antar negara, diantaranya adalah: (1) kesenjangan kemiskinan, (2) kondisi fisik geografis Indonesia yang luas dan kurang lancarnya mobilisasi barang dan jasa, (3) jebakan fiskal, (4) kurang meratanya pembangunan, (5) hambatan budaya, (6) geopolitik, (7) kurangnya inovasi, dan (8) jebakan demografi (perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan). Faktor-faktor tersebut sejalan dengan pendapat Sjafrizal (2012) dan Arsyad (1999).
Menurut Sjafrizal (2012): Beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya ketimpangan antar wilayah menurut Sjafrizal (2012) yaitu :
1.   Perbedaan kandungan sumber daya alam. Perbedaan kandungan sumber daya alam akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat. Sedangkan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih kecil hanya akan dapat memproduksi barang-barang dengan biaya produksi lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadi lemah. Kondisi tersebut menyebabkan daerah bersangkutan cenderung mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.
2.   Perbedaan kondisi demografis. Perbedaan kondisi demografis meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan. Kondisi demografis akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat setempat. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
3.   Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa. Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi spontan. Alasannya adalah apabila mobilitas kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat di jual ke daerah lain yang membutuhkan. Akibatnya adalah ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.
4.   Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah. Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada suatu daerah dimana konsentrasi kegiatan ekonominya cukup besar. Kondisi inilah yang selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat.
5.   Alokasi dana pembangunan antar wilayah. Alokasi dana ini bisa berasal dari pemerintah maupun swasta. Pada sistem pemerintahan otonomi maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung lebih rendah. Untuk investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Dimana keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan kekuatan yang berperan banyak dalam menark investasi swasta. Keuntungan lokasi ditentukan oleh biaya transpor baik bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa tanah. Oleh karena itu investai akan cenderung lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.
Menurut Adelman dan Morris (1973) dalam Arsyad (1999) mengemukakan 8 faktor yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara-negara sedang berkembang, yaitu: 
1.      Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita; 
2.      Inflasi di mana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang; 
3.      Ketidakmerataan pembangunan antar daerah; 
4.      Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive), sehingga persentase pendapatan modal dari tambahan harta lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah; 
5.      Rendahnya mobilitas sosial; 
6.      Pelaksanaan kebijaksanaan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan hargaharga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis; 
7.      Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara-negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidak elastisan permintaan negara-negara terhadap barang ekspor negara-negara sedang berkembang; dan 
8.      Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dibandingkan Negara ASEAN Lainnya
Dengan menggunakan teori endogen yang disampaikan Mankiw (2003), maka dapat dirumuskan beberapa penyebab yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih lambat dari negara ASEAN lainnya, diantaranya:
1.      Masih rendahnya sistem produksi
Rendahnya system produksi antara lain dipengaruhi oleh: skala usaha yang masih didominasi UMKM, dan kehati-hatian pihak perbankan dan lembaga keuangan untuk mengeluarkan kredit usaha.
2.      Belum optimalnya penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi
Hal ini dapat dilihat pada: (1) belum optimalnya mekanisme intermediasi iptek yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia iptek dengan kebutuhan pengguna; lembaga keuangan modal ventura dan start-up capital yang mendukung pembiayaan inovasi-inovasi baru belum terbangun dan masih lemahnya sinergi kebijakan iptek, pendidikan, dan industri yang berakibat pada rendahnya kontribusi iptek nasional di sektor produksi yang ditunjukkan oleh rendahnya efisiensi dan produktifitas, serta minimnya kandungan teknologi dalam produk industri nasional; (2) belum berkembangnya budaya iptek di kalangan masyarakat karena pola pikir masyarakat belum berkembang ke arah yang lebih suka mencipta daripada sekadar memakai, lebih suka membuat daripada sekadar membeli, serta lebih suka belajar dan berkreasi dari pada sekadar menggunakan teknologi seadanya; (3) belum optimalnya peran iptek dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan hidup yang ditunjukkan oleh masih lemahnya peran iptek dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam.
3.      Masih rendahnya investor dalam negeri.
Sampai dengan tahun 2011, Kantor Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) mencatat pasar modal di Indonesia sebanyak 63 % dikuasai oleh investor asing, sementara untuk investor yang ada di dalam negeri hanya mengambil andil sekitar 37 % atau kurang dari 1 % dari seluruh penduduk Indonesia.
4.      Belum optimalnya peningkatan sumber daya manusia dan penyerapan tenaga kerja
Masalah ketenagakerjaan dalam pembangunan Indonesia hingga kini masih merupakan tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan, mengingat semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja baru yang memasuki pasar kerja. Hal ini berkaitan dengan upaya penyediaan dan penciptaan lapangan kerja baru, peningkatan mutu tenaga kerja serta upaya perlindungan tenaga kerja.




Cara Mengejar Ketertinggalan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi Indonesia, antara lain:
1.   Optimalisasi pengelolaan kekayaan sumber daya alam, dengan tetap memperhatikan kelestariaannya.
2.   Peningkatan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan industry dan globalisasi, karena Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbanyak ke-4 di dunia.
3.   Mendorong perekonomian melalui investasi sebagai alat pembentukan modal dan peningkatan produksi. Investasi yang didorong tidak hanya di pusat tapi juga harus dapat menarik investasi ke daerah. Hal ini dimaksudkan agar percepatan pembangunan ekonomi dapat merata, tidak hanya terfokus di pusat saja.
4.   Pemerintah daerah perlu memetakan potensi daerah yang dimiliki yang bisa menjadi daya tarik investasi. Daya tarik investasi menjadi penting agar pemerintah daerah mampu menyusun strategi dan perencanaan investasi daerah yang efisien.

Daya Saing Produk Perikanan Menuju Pasar Bebas ASEAN
Dalam menghadapi pasar bebas ASEAN pada era pasar bebas regional dan menuju pasar bebas internasional, perlu dilakukan langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing produk perikanan, diantaranya:
1.         Pengembangan upaya-upaya dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan produksi baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Produk perikanan budidaya Indonesia saat ini telah menjadi salah satu produk perdagangan global yang sangat dibutuhkan dan diperhitungkan. Indonesia sebagai negara produsen perikanan budidaya terbesar di dunia setelah China.
2.         Peningkatan produksi dan daya saing produk perikanan harus diikuti dengan standar kualitas produk sekaligus peningkatan efisiensi usaha perikanan. Kualitas produk perikanan budidaya hanya dapat dijaga melalui sistem pengawasan yang efektif dan efisiensi usaha budidaya hanya dapat diperoleh melalui integrasi usaha yang dapat dilakukan melalui pembentukan kelompok budidaya yang kuat, penerapkan sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) maupun Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) yang saat ini mampu menjaga kualitas produk budidaya baik benih maupun konsumsi.
3.         Penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi baik secara kolektif maupun individual (reformasi regulasi);
4.         Peningkatan kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun professional;
5.         Penguatan posisi usaha skala menegah, kecil, dan usaha pada umumnya;
6.         Penguatan kemitraan antara publik dan sektor swasta;
7.         Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi
8.         Pengembangan sektor-sektor prioritas yang berdampak luas dan komoditi unggulan;
9.         Penyediaan kelembagaan dan permodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha perikanan dari berbagai skala.
10.     Perbaikan dukungan infrastruktur, transportasi atau logistik, perangkat hukum, penyediaan energi, dan pengembangan industri terpadu.
                     
E.   KESIMPULAN
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi Indonesia, antara lain: (a) optimalisasi pengelolaan kekayaan sumber daya alam, dengan tetap memperhatikan kelestariaannya; (b) peningkatan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan industry dan globalisasi; (c) mendorong perekonomian melalui investasi sebagai alat pembentukan modal dan peningkatan produksi; dan (d) pemerintah daerah perlu memetakan potensi daerah yang dimiliki yang bisa menjadi daya tarik investasi.
Dalam menghadapi pasar bebas ASEAN pada era pasar bebas regional dan menuju pasar bebas internasional, perlu dilakukan langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing produk perikanan, diantaranya: (1) pengembangan upaya-upaya dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan produksi baik dari segi kuantitas maupun kualitas; (2) peningkatan produksi dan daya saing produk perikanan yang diikuti dengan standar kualitas produk sekaligus peningkatan efisiensi usaha perikanan; (3) penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi baik secara kolektif maupun individual (reformasi regulasi); (4) peningkatan kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun professional; (5) penguatan posisi usaha skala menegah, kecil, dan usaha pada umumnya; (6) penguatan kemitraan antara publik dan sektor swasta; (7) penciptaan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi; (8) pengembangan sektor-sektor prioritas yang berdampak luas dan komoditi unggulan; (9) penyediaan kelembagaan dan permodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha perikanan dari berbagai skala; dan (10) perbaikan dukungan infrastruktur, transportasi atau logistik, perangkat hukum, penyediaan energi, dan pengembangan industri terpadu.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincoln. 1999. Ekonomi Pembangunan. Edisi Keempat. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta.
Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makro Ekonomi Terjemahan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sadono Sukirno, 2005. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Sjafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Tarigan, Robinson, 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Bumi Aksara

Todaro, Michael P dan Smith, Stephen C. 2006. Pembangunan Ekonomi, Jakarta: Erlangga. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar