Selasa, 05 Juni 2018

BUDIDAYA IKAN MAS


Ikan mas merupakan jenis ikan konsumsi air tawar yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, ikan mas ini mempunyai badan memanjang pipih kesamping dan lunak. Ikan mas sudah dipelihara sejak tahun 475 sebelum masehi di China. Di Indonesia ikan mas mulai dipelihara pada tahun 1920 yang merupakan ikan yang dibawa dari China, Eropa, Taiwan dan Jepang. Sedang ikanmas yang hasil seleksi di Indonesia adalah ika mas punten dan majalaya.
Budidaya ikan mas ini telah berkembang pesat dikolam biasa, di sawah, waduk, sungai air deras, bahkan dipelihara di karamba di perairan umum. Adapun sentra produksi ikan mas adalah Ciamis, Sukabumi, Tasikmalaya, Bogor, Garut, Bandung, Cianjur, Purwakarta.

Klasifikasi

Dalam ilmu taksonomi hewan, ikan mas mempunyai klarifikasi sebagai berikut:
·           Kelas                  : Osteichthyes
·           Anak bangsa       : Actinopterygii
·           Bangsa               : Cypriniformes
·           Suku                   : Cyprinidae
·           Marga                 : Cyprinus
·           Jenis                  : Cyprinus carpio L


Morfologi Ikan Mas
Saat ini ikan mas mempunyai banyak strain dan jenis perbedaan cirri dan ras ini di akibatkan adanyainteraksi antara genotif dan lingkungan kolam, musim dan cara pemeliharaan yang terlihat dari penampilan bentuk fisik, bentuk tubuh dan warnanya
Adapun morfologi dari ikan mas dari beberapa strain adalah sebagai berikut :
a.  Ikan mas punten : sisik berwarna hijau gelap; potongan badan paling pendek;  bagian punggung tinggi melebar;  mata agak menonjol; gerakan lincah; perbandingan antara tinggi badan dengan panjang badan antara 2,3:1.
b.  Ikan mas sinyonya : sisik berwarna kuning muda ; badan relatif panjang matra pada ikan muda tidak terlalu sipit sedangkan ikan dewasa bermata sipit ; gerakannya lamban ; lebih suka di permukaan air ; perbandingan panjang badan dengan tinggi badan antara 3,6 :1.
c.   Ikan mas majalaya : sisik berwarna hijau keabu-abuan dengan tepi sisik lebih gelap ; punggung tinggi ; badan relatif pendek ; gerakan lamban apabila diberi pakan akan muncul kepermukaan air ; perbandingan panjang badan dengan tinggi badan antara 3,2 :1.
d.  Ikan mas taiwan : sisik berwarna hijau kekuning-kuningan ;badan relatif panjang ; penampang punggung mambulat ; perbandingan panjang badan dengan tinggi badan 3,6 :1.

Habitat dan kebiasaan hidup
Adapun habitat dan kebiasaan hidup ikan mas adalah sebagai berikut :
a       Tanah untuk pemeliharaan adalah tanaliat berlempung, tidak porous.
b       Kemiringan tanah berkisar 3-5% memudahkan pengairan kolam secara garvitasi.
c       Hidup pada ketinggian 150-1000 m dpl.
d       PH yang baik adalah antara 7-8
e       Suhu air berkisar 20 25 °C.
f        Akualitas air harus bersih tidak keruh dan tidak tercemar.


Persiapan Sarana Pemijahan
Hal yang harus diperhatikan dalam pemijahan ikan masadalah sebagai berikut:
o  Kolam pemijahan tidak berlumpur dan bercadas
o  Induk ikan harus matang gonad
o  Media penyimpan telur (kakaban) harus bersih
o  Pemberian pakan

Pemilihan Induk
Induk yang baik dan yang sudah matang kelamin sebaiknya :
o  Berumur 1,5 – 3 tahun.
o  Badan sehat tidak cacat dan berenang normal.
o  Bentuk kepala relatif lebih kecil dari badannya.
o  Gerakan harus tangkas dan gesit, terutama induk jantan

Proses Pemijahan
Untuk keberhasilan pemeliharaan ikan mas harus dipenuhi beberapa syarat yang penting yang sesuai dengan kebiasaan berkembangbiaknya. Ikan mas biasanya menghendaki air yan baru untuk merangsang pemijahannya. Oleh karenanya dalam pemijahan ikan mas sirkulasi air harus lancar.
Selain itu sifat telur ikan mas yang menempel, harus selalu disediakan alat berupa kakaban sebagai tempat untuk tempat menempel telur. Setelah kolam pemijahan siap, kemudian tebarkan induk yang telah diseleksi dimasukkan kedalam kolam pemijahan dengan perbandingan jantan dan betina biasanya menggunakan berat badan 1 : 1, jika induk betina beratnya 3 kg, maka jantannya juga memiliki berat yang sama. Dan apabila semua persiapan lancar, maka proses pemijahan akan berlangsung sekitar jam 24.00. Hal ini akan ditandai dengan aktifitas ikan jantan mengejar – ngejar induk betina. Dan pada pagi hari telur – telur akan terlihatan menempel dikakaban dan warna telur kuning cerah.

Penetasan Telur
Setelah induk dikeluarkan, maka kondisi air harus dijaga dengan cara air terus alirkan dan jangan sampai berhenti, karena telur – telur membutuhkan air yang kaya oksigen dan suhunya stabil. Kurang lebih 2 hari kemudian telur akan menetas. Penetasan ini biasanya tidak berlangsung sekaligus melainkan secara bertahap sesuai dengan pengeluaran telurnya. Larva yang baru menetas belum membutuhkan makan tambahan dari luar karena masih menyimpan makanan dalam tubuhnya berupa kuning telur (yolk egg).

Pendederan
Setelah benih berumur 5 – 7 hari sejak telur menetas, segara dipindahkan ke kolam pendederan. Pemindahan benih ini gampang – gampang susah, karena harus dilakukan dengan hati – hati. Pemindahan ini sebaiknya dilakukan pada saat suhu air masih rendah yaitu pagi hari atau sore hari. Pemasukan benih ke dalam kolam jangan dilakukan dengan tergesa – gesa, tetapi sebaiknya dilakukan penyusuai suhu terlebih dahulu agar benih tidak mengalami stress akibat perubahan suhu. Tinggi air di kolam pendederan sebaiknya tidak lebih dari 40 cm karena benih yang masih lemah tidak tahan jika terlalu banyak.

Pembesaran
Benih hasil pendederan ( ukuran 5 –8 cm ) baru bisa dinikmati sebagai ikan konsumsi setelah berumur 4 – 6 bulan yang dipelihara di kolam pembesaran. Sebelum benih dipindahkan ke kolam pembesaran sebaiknya kolam dipersiapkan terlebih dahulu.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto,E dan Evi Liviawati” Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan”. Kanasius. Yogyakarta 2000.
Daelami, Deden A.S ” Agar Ikan Sehat”. Penebar Swadaya. Jakarta 2001.
Lingga, P dan Heru Susanto” Ikan Hias Air Tawar”. Penebar Swadaya. Jakarta 1989.
Wijayakusuma, Hembing. H.M, Setiawan Dalimarta dan A.S. Wrian” Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia”. Pustaka Kartini. Jakarta.
www.kkp.go.id. ” Penyakit Ikan”. 2005.
www.iptek.net.id.” Budidaya ikan mas” 2005.
Argasasmita G.M. dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan “Ikan Mas Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.

Sabtu, 02 Juni 2018

TAHAPAN PENANGANAN PRODUK PERIKANAN

Mengingat produk perikanan merupakan produk yang mudah mengalami porses pembusukan yang disebabkan oleh aktivitas bakteri dan enzim, maka proses penanganan ikan setelah ditangkap mempunyai peranan yang sangat penting terhadap mutu/kualitas kesegaran ikan. Oleh karena itu, penanganan ikan hasil tangkapan harus dilakukan secara cepat dan tepat.
Persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan harus diterapkan oleh setiap pelaku usahaperikanan baik perorangan maupun badan usaha termasuk koperasi yang melakukan kegiatan produksi, pengolahan dan distribusi. Adapun persyaratan sistem jaminan mutu bagi pelaku usaha di bidang perikanan dalam menerapkan sistem jaminan mutu harus:
a.   memenuhi persyaratan hygiene sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan;
b.   menerapkan persyaratan dalam mencegah adanya bahaya biologi, kimia, dan fisik pada hasil perikanan yang diolah sesuai standar dan peraturan sesuai dengan spesifikasi produk;
c.    mempunyai program/prosedur yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri ini;
d.   menerapkan persyaratan pengendalian suhu dengan menjaga rantai dingin hasil perikanan atau sesuai dengan spesifikasi produk;
e.   bekerjasama dengan otoritas kompeten sehingga memungkinkan petugas pengawas mutu dapat melakukan pengendalian sesuai dengan peraturan yang berlaku;
f.     memastikan bahwa karyawan yang menangani hasil perikanan telah disupervisi dan diarahkan dan/atau dilatih tentang persyaratan dan penerapan sanitasi dan higiene pangan sesuai dengan aktivitas ditempat kerjanya;
g.   memastikan bahwa karyawan mampu dan bertanggung jawab terhadap pengembangan dan pemeliharaan prosedur yang dipersyaratan; dan
h.   memastikan bahwa karyawan yang menangani hasil perikanan tidak sedang menderita atau sebagai carrier/pembawa penyakit tertentu yang berpotensi mengakibatkan kontaminasi terhadap hasil perikanan.
Pada dasarnya, tahapan handling/penanganan ikan di setiap tahapan harus dilakukan dengan system rantai dingin (cold chain system). Namun demikian dalam modul ini, akan dibahas tentang penanganan ikan pada saat ikan tiba di tempat pembongkaran/pendaratan ikan hingga ikan tersebut sampai di tangan konsumen. Adapun pelaku-pelaku usaha perikanan yang terlibat dalam segmen tersebut yakni supplier/pengumpul dan pedagang pengecer.

A.  Unit Pengumpul/Supplier
Penerapan persyaratan jaminan mutu dan kemanan hasil perikanan pada unit pengumpul/supplier meliputi:
1. Persyaratan Umum
a.   unit pengumpul/supplier hanya menerima bahan baku dari unit pembudidayaan ikan yang bersertifikat cara budidaya ikan yang baik, atau dari kapal penangkap dan kapal pengangkut ikan yang bersertifikat cara penanganan ikan yang baik;
b.   unit pengumpul/supplier harus memperhatikan jenis ikan tertentu yang dilarang atau memerlukan persyaratan tertentu yang dipasarkan untuk konsumsi manusia, misalnya:
1)      ikan beracun yang berasal dari familiTetraodontidae, Molidae, Diodontidae,Canthigasteridae; dan
2)      produk hasil perikanan yang mengandung biotoksin seperti jenis ikan karang yang mengandung toksin ciguatera dan kekerangan yang mengandung toksin hayati misalnya: Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), Diarethic Shellfish Poisining (DSP), Amnesic Shellfish Poisining (ASP), Neurotic Shellfish Poisining (NSP).
c.    unit pengumpul/supplier dilarang menggunakan bahan tambahan yang tidak diizinkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
d.   unit pengumpul/supplier dilarang menggunakan bahan kimia misalnya: Pestisida, fumigan, desinfektan dan deterjen. Apabila digunakan maka harus di bawah pengawasan petugas yang mengetahui bahaya penggunaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
e.   unit pengumpul/supplier yang menangani produk beku harus mempunyai sarana:
1)      pembekuan yang mampu menurunkan suhu secara cepat hingga mencapai suhu pusat -18 oC; dan
2)      penyimpanan beku (cold storage) yang mampu menjaga suhu produk -18 oC atau lebih rendah.
f.     unit pengumpul/supplier yang menangani produk segar harus mempunyai sarana pendinginan yang mampu mempertahankan suhu produk pada titik leleh es;
g.   unit pengumpul/supplier yang akan melakukan penanganan atau pengolahan ikan harus memiliki, membangun atau bermitra dengan unit pengolah ikan; dan
h.   pengumpul/supplier dilarang memasarkan hasil olahan yang tidak sesuai standar untuk dikonsumsi manusia.
2. Persyaratan Lokasi dan Bangunan
a.   Lokasi
Unit Pengumpul/Supplier harus memenuhi persyaratan lokasi sebagai berikut:
1)      unit pengumpul/supplier harus dibangun di lokasi yang tidak tercemar dan berdekatan dengan sumber bahan baku yang bermutu baik, serta dapat diakses untuk melakukan pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan; dan
2)      unit pengumpul/supplier tidak diperbolehkan dibangun di lingkungan pemukiman, kawasan industri atau kegiatan lain yang dapat mencemari hasil perikanan yang diolah.
b.   Bangunan
Unit Pengumpul/Supplier harus memenuhi persyaratan fasilitas bangunan minimal sebagai berikut:
1)      ruang kerja yang cukup untuk melakukan kegiatan dengan kondisi yang higienis;
2)      bangunan harus mampu menghindari kontaminasi terhadap hasil perikanan dan terpisah antara ruang penanganan hasil perikanan yang bersih dan ruang penanganan hasil perikanan yang kotor;
3)      bangunan harus dirancang dan ditata dengan konstruksi sedemikian rupa untuk mendukung proses penanganan secara saniter, cepat, dan tepat;
4)      bangunan harus dirawat, dibersihkan, dan dipelihara secara saniter;
5)      bangunan harus mampu melindungi produk dari binatang pengganggu dan potensi kontaminasi lainnya;
6)      ruangan yang digunakan untuk penanganan hasil perikanan harus memenuhi persyaratan:
a)      lantai harus mempunyai kontruksi kemiringan yang cukup, kedap air, mudah dibersihkan dan disanitasi, serta dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan pembuangan air;
b)      dinding harus rata permukaannya, mudah dibersihkan, kuat, dan kedap air;
c)      pintu terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan;
d)      langit-langit atau sambungan atap mudah dibersihkan;
e)      ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup untuk menghindari kondensasi; dan
f)       penerangan yang cukup, baik lampu maupun cahaya alami.
7)      bangunan harus dilengkapi fasilitas untuk mendukung kebersihan karyawan dengan konstruksi dan jumlah yang memadai sebagai berikut:
a)      toilet tidak berhubungan langsung dengan ruang penanganan;
b)      bak cuci kaki dan fasilitas cuci tangan yang mudah dijangkau untuk digunakan sebelum, selama dan sesudah melakukan penanganan hasil perikanan; dan
c)      ruang tempat penyimpanan barang-barang karyawan (loker).
8)      memiliki ruang atau tempat khusus untuk menyimpan es dan bahan kebutuhan penanganan lainnya, misalnya bahan pengemas.
3. Peralatan dan Perlengkapan
a.   Peralatan dan perlengkapan yang digunakan berhubungan langsung dengan ikan harus dirancang dan terbuat dari bahan tahan karat, tidak beracun, tidak menyerap air, mudah dibersihkan dan tidak menyebabkan kontaminasi terhadap hasil perikanan;
b.   Peralatan dan perlengkapan harus ditata sedemikian rupa pada setiap tahapan proses untuk menjamin kelancaran, mencegah kontaminasi silang dan mudah dibersihkan; dan
c.    Peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk menangani limbah yang dapat menyebabkan kontaminasi, harus diberi tanda dan dipisahkan dengan jelas supaya tidak dipergunakan untuk menangani ikan, bahan penolong, bahan tambahan pangan, serta produk akhir.
4. Pekerja
a.   pekerja yang melakukan kegiatan penanganan hasil perikanan harus sehat, tidak sedang mengalami luka, tidak menderita penyakit menular atau menyebarkan kuman penyakit menular;
b.   menggunakan pakaian dan perlengkapan kerja yang bersih dan tutup kepala sehingga menutupi rambut secara sempurna;
c.    mencuci tangan sebelum memulai pekerjaan;
d.   tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan minum di area penanganan produk; dan
e.   pekerja yang menangani produk tidak diperbolehkan menggunakan asesoris, kosmetik, obat-obat luar, atau melakukan tindakan yang dapat mengkontaminasi produk.


5. Penanganan Hasil Perikanan
a.   Produk Segar
1)   produk segar yang sedang atau masih menunggu untuk ditangani, dikemas dan/atau dikirim, harus diberi es atau disimpan di ruang dingin yang mampu mempertahankan suhu produk pada titik leleh es; dan
2)   penanganan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga mencegah kontaminasi atau penurunan mutu.
b.   Produk Beku
1)   harus memiliki fasilitas penyimpanan yang mampu mempertahankan suhu pusat produk -180C;
2)   apabila karena alasan teknis dipersyaratkan suhu yang lebih tinggi, misalnya dengan menggunakan pembekuan air garam untuk tujuan pengalengan diperbolehkan sepanjang tidak lebih tinggi dari -9°C; dan
3)   disimpan pada ruang penyimpanan beku yang dilengkapi dengan alat pencatat/perekam suhu otomatis yang mudah dibaca, sensor suhu harus diletakkan di tempat yang suhunya paling tinggi.
6. Pengepakan dan Pelabelan
a.   Pengepakan harus dilakukan pada kondisi yang higienis untuk menghindari kontaminasi pada hasil perikanan;
b.   Bahan pengepak harus memenuhi persyaratan higiene, yaitu:
1)   tidak boleh mempengaruhi karakteristik organoleptik dari hasil perikanan;
2)   tidak boleh menjadi sumber kontaminasi yang membahayakan kesehatan manusia; dan
3)   harus cukup kuat melindungi hasil perikanan.
c.    Bahan pengepakan tidak boleh digunakan kembali kecuali wadah tertentu yang terbuat dari bahan yang kedap air, halus, dan tahan karat yang mudah dibersihkan dan disanitasi;
d.   Bahan pengepakan yang digunakan untuk produk segar yang di-es harus dilengkapi dengan saluran pembuangan untuk lelehan air;
e.   Untuk tujuan pengawasan ketertelusuran (traceability) produk, digunakan label (untuk produk yang dikemas) atau dokumen yang menyertai (untuk produk yang tidak dikemas), adapun informasi tersebut mencakup:
1)   asal dan jenis produk yang dapat ditulis secara lengkap atau singkatan dengan menggunakan huruf besar; dan
2)   nama dan nomor registrasi unit pengumpul/supplier.
f.     Memperhatikan persyaratan pelabelan untuk produk-produk perikanan tertentu misalnya yang beracun (poisoning) atau memerlukan persyaratan tertentu untuk dikonsumsi.
Adapun tahapan penanganan/handling ikan oleh unit pengumpul/supplier adalah sebagai berikut:
-        Pastikan para pekerja bekerja dalam keadaan sehat dan menggunakan pakaian yang sesuai dengan yang dipersyaratkan.
-        Siapkan wadah pengangkutan berupa cool box ataucontainer yang telah dilapisi es pada bagian dasarnya.
-        Masukkan ikan-ikan yang baru dibongkar dari unit pembudidaya atau kapal penangkap yang bersertifikat ke dalam wadah (cool box/container) yang telah disiapkan. Ikan-ikan ini umumnya sudah mengalami proses sortasi, baik sortasi menurut jenisnya, menurut ukurannya, maupun menurut waktu penangkapannya.
-        Ikan-ikan yang telah dikemas dalam wadah selanjutnya diangkut ke tempat penampungan sementara.
-        Setelah tiba di tempat penampungan, selanjutnya lakukan sortasi final untuk mengoreksi hasil sortasi sebelumnya.
-        Ikan-ikan hasil sortasi final ini selanjutnya dicuci dengan menggunakan air dingin dan mengalir untuk membersihkan ikan dari sisa-sisa kotoran yang menempel.
-        Kegiatan selanjutnya adalah pengepakan dan pelabelan.
-        Ikan-ikan yang telah dikemas selanjutnya siap untuk dipasarkan kepada pedagang pengecer atau ke konsumen langsung.
-        Semua proses ini harus dilakukan dalam waktu yang cepat dan higienis sesuai dengan yang dipersyaratkan, sebagaimana tertera diatas.

B.   Pedagang Pengecer
Tahapan penanganan/handling oleh pedagang pengecer pada dasarnya sama dengan tahapan yang dilakukan pada saat ikan ditangani oleh pedagang pengumpul. Yang membedakan adalah jumlah atau kapasitas ikan yang ditangani. Namun demikian ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan ikan oleh pedagang pengecer, diantaranya:
-        Hindari penggunaan alat yang dapat merusak ikan.
-        Hindari penggunaan bahan tambahan yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
-        Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi pada ikan.
-        Proses penanganan harus dilakukan dalam kondisi dingin (system rantai dingin/cold chain system) dan dalam waktu yang relative cepat.

Selain hal-hal tersebut diatas, umumnya pedagang pengecer menjual produk berbagai jenis ikan, sehingga sortasi menjadi kegiatan yang tidak boleh luput untuk dilakukan.

SUMBER:
Anonim, 1989. Petunjuk Praktis Penanganan dan Transportasi Ikan Segar. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan,  Jakarta.
Anonim, 1992. Petunjuk Teknis Penanganan Tuna Loin Segar. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Jakarta.
Anonim, 1992. Petunjuk Teknis Transportasi Ikan Hidup Dengan Cara Dipingsankan. Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta
Anonim, 2007. Juknis Penerapan Sistem Rantai Dingin dan Sanitasi Higiene di Unit Pengolahan Ikan. Direktorat Pengolahan Hasil. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Undang-Undang RI No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
Keputusan Menteri KP No 10 Tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan
Keputusan MenterI KP No 52A Tahun 2013 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Kemanana Hasil Perikanan Pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi.